-->








Indonesia Menuju Ekonomi Raksasa Dunia, Fakta atau Wacana?

26 Mei, 2017, 09.45 WIB Last Updated 2017-05-28T10:00:49Z
IST
KEMAJUAN suatu negara tidak terlepas dari kemajuan ekonomi, termasuk Indonesia dengan negara penyedia sumber daya alam yang cukup dan sumber daya manusia yang bisa dihandalkan. Kemajuan ekonomi harus dirasakan langsung oleh rakyat dan pembangunan infrastruktur juga harus ditingkatkan. Persaingan global sangat dirasakan sampai kepada masyarakat yang berada pada lapisan bawah, indeks perekonomian dunia akan mempengaruhi Indonesia sebagai negara dengan masyarakat konsumtif tertinggi. Dengan begitu Indonesia akan larut dalam budaya konsumtifnya dan indeks ekonomi nasional dan pembangunan kurang berjalan dengan semestinya.

Dewasa ini, beberapa lembaga keuangan internasional memperkirakan Indonesia akan mampu masuk kedalam perekonomian ke-5 terbesar di antara negara-negara di dunia pada tahun 2030. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan posisi 5 besar tersebut bisa diraih Indonesia pada 2045 dengan pendapatan per kapita mendekati US$ 30 ribu. Sementara Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengungkapkan Indonesia negara besar, sumber daya alam yang besar dan berpotensi menjadi negara besar.

PricewarterhouseCoopers (PwC) adalah perusahaan penyedia jasa profesional terkemuka yang melakukan serangkaian analisa kekuatan ekonomi negara-negara dunia di masa depan, termasuk Indonesia dengan negara perekonomian terbesar ke-5 dunia dengan nilai Produk Domestik Bruto  (PDB)  mencapai US$ 5,42 triliun.

Namun disisi lain Indonesia masih mengalami ketimpangan sosial yang sangat serius, ketimpangan kekayaan antara orang miskin dan orang kaya di dunia termasuk paling buruk diantara negara-negara dunia. Berdasarkan survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 % kekayaan nasional. Indonesia berada pada peringkat ke empat dengan kesenjangan tertinggi di dunia setelah Thailand (58,0%), India (58,4%), dan Rusia (74,5%). Disusul oleh Brazil (47,9%), Tiongkok (43,8%), Amerika Serikat (42,1%).

Indeks ketimpangan masih jauh dari target, jurang antara si kaya dan miskin di Indonesia masih tinggi. Indeks kedalaman kemiskinan lebih parah dari sebelumnya, itu artinnya si miskin akan semakin miskin. Sebagaimana dilaporkan bank dunia  ketimpangan di Indonesia salah satu yang tercepat di asia. Dengan begitu impian Indonesia menjadi negara ke-5 terbesar ekonomi dunia akan terhambat dan hanya tinggal wacana semata. Sementara itu berbagai macam permasalahan sosial terus terjadi di Indonesia seperti kemiskinan, pengangguran dan korupsi.

Kemiskinan di Indonesia hampir setiap waktu bertambah dikarenakan tidak adanya lapangan pekerjaan dan modal usaha. Jika kita lihat penduduk miskin di Indonesia hari ini mencapai 27,76 juta orang (10,70%) dari jumlah total penduduk Indonesia (MediaIndonesia). Sementara pengangguran di Indonesia hari ini adalah 7,56 juta orang dari total penduduk Indonesia angkatan kerja, dengan rincian tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan adalah, Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK) 12,65%, Sekolah Menengah Atas sebesar 10,32%, Diploma 7,54%, Sarjana 6,40%, Sekolah Menengah Pertama sebesar 6,22% dan Sekolah Dasar ke bawah 2,74%  (BPS). Dengan begitu jangankan untuk menjadi raja ekonomi global, raja ekonomi ASEAN justru mustahil akan kita dapatkan. Jika melihat realita masyarakat maka kita tidak ingin untuk dilumpuhkan oleh mata survei. Ketimpangan sosial, kemiskinan dan pengangguran di Indonesia justru berbanding terbalik dengan harapan menjadi negara dengan raja ekonomi global.

Kemajuan ekonomi akan di rasakan oleh rakyat bukan hanya oleh segelintir pihak saja, namun jika kita lihat dari data survei worldBank memang betul bahwa ekonomi Indonesia hari ini berada pada 16 besar ekonomi global dilihat berdasarkan GDP nya yang berjumlah UA$ 889 milyar. Namun disisi lain tentu Indonesia harus mampu menyelesaikan permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan ekonomi ini. Sehingga dibutuhkan sumber daya manusia yang produktif, yang berdaya saing tinggi dan mampu untuk menciptakan nilai tambah. Meningkatkan pendidikan untuk mendukung peningkatan SDM yang berkualitas merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan ekonomi nasional karena permasalahan yang sering terjadi di indonesia adalah mayoritas pekerja berpendidikan rendah sehingga daya saingnya juga rendah.

Buruknya sistem politik Indonesia juga sangat berpengaruh kepada genjot ekonomi nasional sehingga timbul beberapa masalah dalam meningkatkan daya saing ekonomi nasional yaitu korupsi, akses terhadap pembiayaan, inflasi, birokrasi pemerintah yang tidak efesien, lemahnya dukungan infrastruktur dan instabilitas kebijakan. Untuk itu diperlukan konmitmen yang serius dari pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran,ketimpangan sosial dan kemiskinan ini. Namun jika tidak maka akan mustahil Indonesia akan berada pada 5 besar ekonomi global. Karena pertumbuhan ekonomi seharusnya juga diiringi oleh kesejahteraan masyarakat. Pengangguran berkurang dan ketimpangan sosial pun juga akan berkurang sehingga tidak ada lagi sekat yang membatasi antara si kaya dan si miskin.

Penulis: Septian Fuji Syukri (Mahasiswa Ilmu Politik FKIP Universitas Malikussaleh Lhokseumawe)
Komentar

Tampilkan

Terkini