-->








Menyandarkan Harapan Pada Jaminan Kesehatan Aceh (JKA)

22 Juli, 2017, 12.10 WIB Last Updated 2017-07-22T05:20:34Z
"Orang Miskin Dilarang Sakit". Sebuah jargon yang diartikan orang miskin dianggap tidak mampu menanggung biaya pengobatan yang tinggi. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan ini. Salah satunya muncul Program Jaminan Kesehatan rakyat  Aceh  dengan sistem asuransi kesehatan yang di selengaraan oleh Badan Penyelengara Jaminan Kesehatan (BPJS). Meski sudah berjalan hampir 4 tahun, program ini ternyata belum sepenuhnya memberikan kepuasan bagi masyarakat. Meskipun dinilai masyarakat kinerjanya belum memadai, program ini sangat membantu mereka.

Jaminan Kesehatan di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Dan setelah kemerdekaan, pada tahun 1949, upaya untuk menjamin kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya pegawai negeri sipil beserta keluarga.

drh. Irwandi Yusuf, MS.c, selaku Gebernur Aceh yang menjabat pada pada tahun 2006-2011 pernah membuat sebuah gagasan untuk menyelenggarakan program asuransi kesehatan (health insurance) dimana kepesertaannya tidak hanya mencakup pegawai negeri sipil beserta anggota keluarganya. Tetapi semua masyarakat Aceh harus mendapatkan pelayanan kesehatan secara menyeluruh melalui suatu sistem yang dapat menjamin kesehatan seluruh Penduduk di Aceh. Sebagai cikal bakal terwujudnya impian jaminan kesehatan Provinsi Aceh dibawah kepemimpian Irwandi Yusuf, Pemerintah Aceh meluncurkan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) pada 1 Juni 2010. Program ini menjangkau semua penduduk Provinsi Aceh (Iniversal Health Coverege).

Gubernur Aceh drh. Irwandi Yusuf, M.Sc, menempatkan program JKA sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia di Provinsi Aceh, program JKA bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, mendorong kreatifitas, dan produktifitas masyarakat Aceh untuk menggapai visi Aceh 2015 "ACEH SEHAT YANG ISLAMI, MANDIRI, BERKEADILAN, DAN SEJAHTERA".

Program JKA menjembatani masyarakat Aceh untuk mengakses pelayanan kesehatan. JKA menghilang kendala biaya ketika masyarakat Aceh berobat. Fasilitas kesehatan pemerintah tidak tidak lagi memungu biaya administrasi maupun biaya pelayanan kesehatan, sejak program ini dilaksanakan. Dengan JKA masyarakat Aceh dapat mengakses sarana pelayanan kesehatan yang dibangun lebih baik pasca rehabilitasi dan kontruksi. Puskesmas-puskesmas di Aceh nyaris setara dengan rumah sakit tipe D di daerah lain di Indonesia, begitu pula dengan dengan pelayanan kesehatan rujukan. Saat itu masyarakat Aceh bebas berobat di RSUD kabupaten/kota, rumah sakit rujukan tinggi di Aceh, dan bahkan pelayanan RSUD. Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dan bahkan pelayanan kesehatan rujukan lanjutan di berbagai RS sakit pemerintah di Jakarta. 

Seiring waktu berjalan, pada masa kepemimpinan dr. Zaini Abdullah/Muzakir Manaf untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, Pemerintah Aceh menjalankan Undang-Undang nomor 24 tahun 2011, dimana Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dialihkan ke Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA), dimana JKRA dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Kehadiran BPJS menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam memberikan layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Aceh. Setiap orang pun berhak mendapatkan jaminan dari BPJS agar bisa menikmati layanan yang yang diluncurkan melalui pemerintah pusat ini. Tapi sayangnya, BPJS masih saja menuai keluhan dari masyarakat. Hal tersebut menjadi bukti bahwa BPJS masih jauh dari kata layak. Padahal, BPJS menyatakan harapannya pada tahun 2019 nanti semua orang sudah menjadi pesertanya. Banyaknya keluhan tentu datang dari tanpa alasan. Bahkan, ini telah terlihat sejak BPJS kesehatan mulai beroperasi.

Kita mungkin bertanya-tanya apakah problem-problem tersebut bisa diselesaikan? Sayangnya khususnya di wilayah Aceh dari tahun ke tahun, BPJS kesehatan tetap memberikan pelayanan yang masih sama buruknya. Beberapa poin dibawah ini menjadi kendala terbesar bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang memuaskan dari BPJS Kesehatan diantaranya pertama, sistem rujukan yang berkepanjangan dan sangat menyulitkan masyarakat. Kedua, pemilihan fasilitas kesehatan yang sangat terbatas. Ketiga, tarif INA CGBs sangat rendah dan keempat, tidak menanggung pada korban kecelakaan lalu lintas.

Hal inilah yang membuat masyarakat Aceh mengingat kembali memori masa kepemimpinan Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar pada periode 2006-201, dimana masyarakat Aceh waktu itu yang ingin memperoleh pelayanan kesehatan cukup dengan prosedur memperlihatkan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga sebagai syarat administrasi untuk memperoleh pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit di Aceh maupun luar Aceh.

Pada pemilihan gubernur periode 2017-2022, Irwandi Yusuf yang berpasangan dengan Nova Iriansyah kembali terpilih sebagi Gubernur Aceh. Ini merupakan suatu tanda bahwa masyarakat Aceh masih "Menyandarkan Harapan pada Jaminan Kesehatan Aceh (JKA)" dibawah kepemimpinan Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah di masa yang akan datang.

Penulis: Zulheri (Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini