-->








Akmal Ibrahim: Sorry Saya Ikut Latah!

26 September, 2017, 14.00 WIB Last Updated 2017-09-26T07:02:09Z
ABDYA - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mewacanakan pembelian pesawat terbang untuk menjaga perairan laut Aceh yang sangat luas. Banyak kapal pencuri ikan datang ke perairan Aceh untuk menguras hasil laut Aceh. Ikan di laut Aceh habis bukan karena ditangkap oleh nelayan Aceh, tetapi habis karena dicuri oleh nelayan illegal yang datang dari mancanegara.  Kerugian mencapai puluhan triliun setiap tahun.

"Kamla dan Angkatan Laut tidak mampu mengawal laut kita. Kita memerlukan patroli laut yang masif, cepat, dan murah. Kita perlu pesawat udara yang dilengkapi dengan alat penjejak kapal penangkap ikan illegal. Harga pesawat itu hanya Rp 2 Milyar/unit. Kita perlu 6 unit," demikian wacana Irwandi Yusuf.

Tetapi anggota DPRA mengkritiknya. Bahkan pro kontra juga dilontarkan dari berbagai kalangan di Aceh atas wacana Tgk. Agam _panggilan akrab Irwandi_ Mantan Juru Propaganda GAM semasa konflik Aceh.

Terkait hal tersebut, Bupati Aceh Barat Daya (Abdya) Akmal Ibrahim turut "latah" menyikapi keinginan Gubernur Irwandi.

simak gaya "latah" Akmal Ibrahim yang ditulis dalam akun facebooknya, Selasa (26/09/2017).

MARI IKUT LATAH...

Dua minggu terakhir,  isu Gubernur yg ingin beli pesawat, jadi trending topik. Semua ikut bicara, ada yg paham persoalan, ada juga yg ikut-ikutan bicara, asal bicara, dan latah bicara. Yg terakhir itu termasuk saya.

Penjelasan Gubernur Irwandi, harga pesawat sekitar Rp 2 milyar,  digunakan untuk patroli keamanan laut.

Ada  yg bilang itu pemborosan, atau itu bukan kewenangan Gubernur, tapi Badan Keamanan Laut disingkat BAKAMLA. Ada yg sampai membandingkan dengan honor guru kontrak yg sangat minim.

Hahahaha......saya bayangkan, sosok yg menjadi mandataris rakyat itu jadi serba salah, dibully kayak terdakwa, malah harus membatalkan rencana beli pesawat.

Lantas siapa yg rugi. Yg pertama itu saya dan rakyat saya yg punya visi pembangunan besar-besaran untuk sektor kelautan. Terutama modernisasi armada dan alat tangkap. Semuanya tentu harus berujung pada kesejahteraan dan peningkatan ekonomi.

Pertanyaannya, siapkah nelayan Aceh hersaing dengan para pencuri ikan yg lebih canggih dan berpengalaman, utamanya dari thailand dan China. Atau, kita biarkan saja nelayan kita seperti selama ini, tak ada proteksi apapun meski mereka mengais rezeki di zona ekonomi eklusif negerinya sendiri.

Dulu kita teriak banyak sekali pencurian ikan, pemakaian pukat trawl, bahkan pengeboman terumbu karang. Kita juga diam ketika armada thailand bisa beli ikan hingga di Simeulue, bahkan lebih diam lagi ketia mendengar pendapatan nelayan terus merugi. Kita malah kagum dan memuji-muji, ketika baca berita pertumbuhan nelayan Thailand dan China begitu hebat, bahkan mendunia. Sebaliknya, selalu mengejek pembangunan sektor kelautan Aceh yg mangkrak di tempat.

Sebetulnya kita membela siapa. Kalau bilang keamanan laut itu bukan kewenangan Gubernur, itu juga kurang tepat. Gubernur kepala daerah, itu adalah jabatan ganda. Kepala daerah adalah kepala pemerintah otonom, sedangkan gubernur adalah perpanjangan tangan atau perwakilan pemerintah pusat di daerah. Sebagai gubernur, salah satu tugasnya adalah mensukseskan tugas Bakamla, Kodam, Polda, Kejati, dan instansi vertikal lainnya. Jadi kok salah....

Saya memang minta gubernur memperketat pengamanan laut, agar nelayan kita nyaman tanpa saingan dengan nelayan asing.

Dan semua itu ngak gratis. Perlu biaya. Hana mungken, kuwah beu lumak, boh u bek bekah.

Nyan mantong, toh rukok sibak.
Sorry saya ikut latah.......[Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini