-->








Napi Big Bos Narkoba Asal Aceh di Rutan Medan Hingga Pulang Kampung

06 September, 2017, 21.10 WIB Last Updated 2017-09-06T14:10:22Z
BANDA ACEH - Berbagai cara dan upaya dilakukan oleh para napi gembong narkoba hukuman tinggi untuk dapat pindah ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Aceh. 

Salah satu jurus utamanya adalah menabur uang pada setiap tahap dan fase pengurusan mulai puluhan, belasan hingga ratusan juta rupiah. 

Tujuan para napi gembong narkoba pindah ke Lapas Aceh tidak lain adalah mudahnya mendapatkan kebebasan mulai menjalankan bisnis haramnya hingga fasilitas dapat bebas keluar masuk lapas. Semua kebebasan tersebut dapat mudah mereka peroleh dengan memberikan sejumlah uang ataupun mengabulkan permintaan sang Kepala Lapas seperti kebutuhan dana untuk acara di Lapas sampai dengan pembangunan infrastruktur Lapas yang kesemuanya mencapai ratusan juta rupiah. 

Demikian juga yang dilakoni oleh Zulkifli Muhammad, terpidana 20 tahun penjara atas kepemilikan sabu seberat 20 kg dan ribuan ekstasi yang dibekuk oleh BNN Pusat pada 8 Mei 2015 lalu di Medan Sumatera Utara. 

Dari penelusuran dilakukan oleh Tim Bapanas, selama 14 bulan menjalani hukuman di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas I Medan Zul Peng Grik panggilan akrabnya hidup super mewah di kamar 1 blok G, di Rutan yang saat ini dipimpin oleh Karutan Budi Situngkir dan Kepala KPRnya Namrot.

Alkisah, kamar tersebut bukan didapat cuma-cuma namun Zul Peng Grik terpaksa merogoh kocek jutaan rupiah. Belum lagi sejumlah permintaan bantuan yang datangnya dari para petugas dan pejabat Rutan juga kerap dikabulkannya. 

Fasilitas kamar hunian napi ini terlihat mewah hingga kini, yakni dilengkapi AC pendingin, furniture, TV, laptop, tempat tidur empuk dan berbagai peralatan elektronik lainnya. Belum lagi alat komunikasi yang dimilikinya berupa dua unit handphone mewah jenis android dengan bebas dia gunakan untuk berkomunikasi ke luar Rutan tanpa adanya tindakan dari para petugas maupun pejabat Rutan hingga saat dirinya dipindahkan dari sana. 

Disamping menjadi salahsatu 'ATM' pejabat Rutan Tanjung Gusta, Sang Big Bos Narkoba asal Aceh Timur ini juga disinyalir masih aktif menjalankan bisnis narkobanya dari balik tembok Rutan. Menurut informasi yang diterima redaksi, bahkan dalam berbagai acara dan kegiatan yang digelar di Rumah, Zul bersama para penghuni kamar satu dan dua serta bandar narkoba lainnya menjadi donatur tetap bahkan saat kunjungan pejabat Kanwil atau dari Jakarta, Zul juga menjadi sasaran para pejabat Rutan. 

“Oh kalau ada acara kibod atau apa saja sampai datang kunjungan pejabat Kanwil atau dari Jakarta, pasti ada pegawai atas yang datang minta partisipasi. Katanya untuk orang-orang datang berkunjung,“ ungkap salah satu napi terdekat saat masih bersama di Rutan Tanjung Gusta. 

Kehidupan sang big bos narkoba berjalan  seiring waktu di Rutan Tanjung Gusta Medan, disamping memiliki rumah mewah di kawasan Keude Geurubak Idi, Aceh Timur, Zul juga memiliki 10 alat berat dan beberapa perusahaan yang bergerak di bidang kontruksi yang disinyalir adalah hasil pencucian uang bisnis narkoba. 

Belakangan setelah menjalani hukuman beberapa bulan, sang big bos asal Idi mulai berpikir untuk pindah dan dapat menjalani hukuman di Lapas Aceh. Dengan bantuan Salahuddin, seorang warga Idi yang bermukim di Jakarta, akhirnya dirinya mempercayakan untuk melakukan pengurusan pindah ke Aceh tentunya dengan dukungan uang sebagai pelicin pengurusan. 

Sebanyak dua kali proses pengurusan Gatot alias Gagal Total disebabkan pihak Kanwil Kumham Aceh menolak menerima usulan pindah yang diajukannya. Dalam dua kali proses pengurusan pindah ini, Zul menghabiskan uang ratusan juta meski gagal. 

Pada Agustus 2017 upaya pendekatan ke ke Kantor Wilayah Hukum dan HAM serta pihak Ditjenpas dilakukannya kembali dengan bantuan Salahuddin serta sedikit memberi pemulus yang informasi beredar mencapai ratusan juta rupiah. Akhirnya pihak Kanwilkumham Aceh meski sebelumnya telah pernah menolak akhirnya menyetujui usulan pindah napi tersebut ke Lapas Lhokseumawe. 

Kini sang big bos telah berada di Aceh, pemindahannya ke Lapas Lhokseumawe menjadi perhatian publik serta buah bibir di kalangan masyarakat yang menilai pemindahan napi big bos tersebut dipaksakan dan melanggar aturan. 

“Pemindahan napi tersebut jelas terlihat dipaksakan dan langgar aturan yang telah dikeluarkan oleh Kakanwilkumham Aceh dalam surat edarannya yang ditandatangani oleh Kakanwilkumham Fathlulrachman,“ ujar Thalib salah satu aktivis pengamat pemasyarakatan di Aceh Timur. 

Hal senada juga disampaikan oleh Koordinator Forum Pengamat Pemasyarakatan (FORMATPAS) Aceh T. Sayed Azhar yang juga mantan narapidana politik GAM menilai pemindahan napi gembong narkoba ke Aceh dapat memicu gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Aceh. 

Sayed mengungkapkan sebelumnya beberapa bulan yang lalu, M. Nazar napi big bos narkoba pindahan Lapas Karawang berhasil kabur dari Rutan Sigli setelah dikeluarkan secara illegal oleh oknum Kepala Rutan Irfan Riandi dengan latarbelakang adanya pemberian sejumlah uang kompensasi. Demikian juga sejumlah napi pindahan dari Lapas luar Aceh yang dipindahkan ke Lapas bagian timur Aceh, Sayed memastikan tidak ada satupun para napi tersebut berada di dalam Lapas. 

Menimbang berbagai kemungkinan yang tidak baik, pria yang juga masih menjabat sebagai Jurubicara Mantan Kombatan GAM Deli Wilayah Meudaulat Sa ini meminta agar sang napi tersebut dikembalikan ke Rutan asalnya yakni Rutan Klas I Medan. 

“Kalau pendapat saya, ini napi sebaiknya dipindahkan kembali ke Rutan Tanjung Gusta, disamping dapat meng-clearkan isu-isu negatif tentang uang pengurusan ratusan juta juga dapat menghindari gangguan kamtib,“ tegas Sayed yang juga aktif di kalangan Aktifis HAM Aceh.[*]
Komentar

Tampilkan

Terkini