-->




Ketua FDKP: Libatkan Mukim Dalam Pengelolaan Hutan Aceh

02 November, 2017, 12.21 WIB Last Updated 2017-11-02T05:21:49Z
JAKARTA - Kondisi pengelolaan hutan Aceh pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mulai bermasalah, dimana pembagian hutan Aceh kedalam tujuh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS) di bawah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh.

"Pembagian KPH di Aceh berbasis DAS, masalahnya KPH sangat luas, dimana pembagian tujuh KPH untuk 23 kab/kota, sehingga banyak masalah kehutanan di tingkat tapak tidak bisa terselesaikan secara cepat, tepat dan pola koordinasi dengan pemerintah kab/kota juga banyak bermasalah," kata Ketua Umum Forum DAS Krueng Peusangan (FDKP) Suhaimi Hamid, pada meeting nasional program Shared Resource Joint Soluction, Selasa (31/10/2017) lalu, di Jakarta.

Ia menambahkan, keberadaan 1.800 orang Polisi Hutan di Aceh juga tidak dimanfaatkan secara optimal, dimana Polhut tidak mendapatkan mandat yang jelas dan dukungan operasional guna penindakan kasus-kasus kerusakan lingkungan yang dilakukan oknum-oknum tidak bertanggungjawab di seluruh Aceh.

"Kita menilai, untuk mewujudkan hutan lestari, maka kita perlu memperkuat keberadaan lembaga adat dengan sistem adat  yang mengakar di Aceh. Saya menyarankan, KPH di Aceh lebih baik berbasis mukim, agar fungsi mukim lembaga adat secara kekhususan Aceh dalam pengelooan hutan dapat diwujudkan," katanya.

Ia mengaku, 779 mukim di Aceh merupakan lembaga adat yang masih mengakar di Aceh yang semakin memudar fungsi dan wewenangnya, paska implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

"Kita melihat, bila pembangian hutan berbasis mukim, maka ruang lingkup pengawasan semakin kecil dan Polhut juga langsung di bawah koordinasi mukim dalam penindakan perusakan hutan dan lingkungan, mukim juga punya kewenangan dalam mengelola hutan untuk kesejahteraan rakyat Aceh," sambung Suhaimi.

Suhaimi juga menjelaskan, saat ini, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Aceh sedang mengajukan revisi Peraturan Gubernur Aceh Nomor 20 Tahun 2013 tentang UPTD KPH, untuk memperkuat fungsi KPH, BKPH dan RPH.

"Untuk langkah awal dalam rangka penguatan adat mukim, sebaiknya RPH merupakan organisasi struktural yang paling bawah di bagikan berdasarkan mukim-mukim di Aceh, dan mitra utama RPH adalah imum mukim dan lembaga adat di bawah mukim dalam pemgelolaan hutan lestari. Ini penting agar mukim punya kewenangan yang kuat dalam pengawasan dan pelestarin hutan Aceh pada masa yang akan datang," tutup Suhaimi Hamid.[*]
Komentar

Tampilkan

Terkini