-->








Musyawarah Penyelesaian Lahan di Lubuk Damar 'Menguak' Dugaan Kejahatan Sang Datok

23 November, 2017, 20.07 WIB Last Updated 2017-11-23T13:14:28Z
ACEH TAMIANG - Pelaksanaan musyawarah antara sesama masyarakat Kampung Lubuk Damar, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang, yang bertujuan untuk 'melahirkan' kesepakatan dalam upaya memperjuangkan hak pengelolaan perkebunan sawit seluas 380 Ha, yang telah ditanam dan dikuasai secara ilegal oleh PT. SA semenjak tahun 2008 lalu, melalui koperasi 'rekayasa' bernama Asoe Nanggroe, berjalan secara transparan dan demokrasi.

Acara musyawarah yang dicetuskan oleh LSM Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHhtari) dan LSM Gerakan Meusafat Peduli Untuk Rakyat (LSM GEMPUR), pada Selasa (21/11/2017) malam kemarin, turut dihadiri oleh Datok Penghulu Kampung Lubuk Damar Muhammad Nurdin, Ketua MDSK Syahril, Imam Kampung Ustadz Sulaiman, Kepala Mukim Sungai Kuruk Aziz Sufi, juga Bhabinkamtibmas Brigadir Adang serta Waka Polsek Seruway Iptu Asrul Rinaldi. 


Saat membuka acara, Direktur Eksekutif LSM Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHhtari), Sayed Zainal M.SH, menyampaikan bahwa dirinya sangat mendukung rencana pihak masyarakat Kampung Lubuk Damar untuk dapat mengelola kebun sawit yang selama ini dikuasai secara ilegal oleh PT. SA. Namun, dia sangat mengharapkan agar rencana mulia tersebut diperjuangkan secara bijak dan tidak melakukan sesuatu yang bersifat anarkis serta berusaha untuk menghindari hal-hal yang mengarah kepada pelanggaran hukum.

Sayed juga menerangkan bahwa berdasarkan informasi dari Ketua Koperasi Asoe Nanggroe yang bernama Ridwan Daud, sebelum pelaksanaan Pilkada Aceh Tamiang tahun 2016 kemarin, pihak Koperasi Asoe Nanggroe telah membicarakan tentang pelepasan hak pengelolaan kebun yang seluas 380 Ha tersebut dengan pihak Datok Penghulu Kampung Lubuk Damar, Muhammad Nurdin.

Dia menambahkan, Ridwan telah menceritakan bahwa dirinya sudah meminta sejumlah KTP masyarakat melalui Datok Nurdin, dan atas nama Koperasi Asoe Nanggroe telah mengucurkan sejumlah anggaran untuk biaya kepengurusan administrasi.

Selain itu, terang Sayed, Ridwan juga memberitahukan bahwa semenjak Maret 2017, pihak koperasi telah menyalurkan uang untuk Kampung Lubuk Damar sejumlah Rp.9.000.000 (sembilan juta rupiah) per-bulan. Uang tersebut diserahkan melalui Datok Nurdin.

"Kita berharap kepada Datok Penghulu Kampung Lubuk Damar, Muhammad Nurdin, agar bersedia menjelaskan atau mengklarifikasi tentang informasi yang disampaikan oleh Ketua Koperasi Asoe Nanggroe, Ridwan Daud," demikian pinta Sayed Zainal M.SH.

Kepala Mukim Sungai Kuruk, yang juga warga Kampung Lubuk Damar, Aziz Sufi, dalam sambutannya, menyampaikan terima kasih kepada LSM yang dikoordinir oleh Sayed Zainal karena telah bersedia menjadi mediator antara pihak masyarakat dengan Koperasi Asoe Nanggroe terkait pengelolaan kebun sawit seluas 380 Ha, yang selama 2008 diklaim sebagai milik anak perusahaan PT. MR, yakni PT. SA.

Kepala Mukim mengaku bahwa dirinya beserta masyarakat Kampung Lubuk Damar sangat merasa tenang dan lega hati setelah mendengar penjelasan-penjelasan yang disampaikan oleh Sayed Zainal. Pasalnya, selama ini masyarakat di kampung setempat hanya mendengar tentang keberadaan kebun sawit tapi yang seluas 380 Ha, namun pengelolanya adalah pihak luar kampung dengan menggunakan koperasi, tapi para pengurus serta anggota koperasi bukanlah warga Kampung Lubuk Damar. 

Selanjutnya, Kepala Mukim menghimbau kepada para masyarakat agar segera membentuk sebuah badan yang mandiri dan para pengurusnya dipilih langsung secara langsung dan terbuka. Dirinya juga berharap semoga Datok Penghulu Kampung Lubuk Damar, Muhammad Nurdin, mendukung sepenuhnya terhadap keinginan masyarakat untuk mengelola kebun sawit yang selama ini diklaim dan dikuasai oleh PT. SA.

Kemudian, pada saat penyampaian kata sambutan oleh Datok Penghulu Kampung Lubuk Damar, Muhammad Nurdin, terlihat bahwa dirinya terus diserang oleh berbagai pertanyaan oleh para masyarakat. Ada kesan bahwa sebagian besar masyarakat kampung tersebut kecewa dan tidak mempercayai Datok Nurdin.

Dengan gaya bicara yang terlihat sedikit temperamen, Datok Nurdin memberikan keterangan bahwa uang bulanan yang diberikan oleh Koperasi Asoe Nanggroe melalui dirinya bukanlah uang untuk kampung, melainkan untuk dana keamanan kebun. Berdasarkan penjelasan dari dirinya, uang bulanan tersebut mulai diberikan oleh pihak koperasi kepada dirinya bukan semenjak Maret 2017, tapi mulai bulan Mei 2017.

Setiap bulannya diterima hanya sebesar Rp.7.000.000, karena telah dipotong untuk biaya pihak petugas keamanan kebun sejumlah Rp.2.000.000. Bahkan Nurdin membuat pengakuan bahwa dirinya harus menambah biaya keamanan ke sejumlah pihak. Namun ketika ditanya, kenapa dirinya semena-mena membuat keputusan terhadap uang yang mengatas namakan kampung dan kepada pihak-pihak dia menyerahkan uang keamanaan? Nurdin menjawab secara alasan tanpa dilandasi regulasi/peraturan yang ditetapkan oleh negara. 

Saat ditanya oleh warga tentang adanya informasi dari pihak Ketua Koperasi Asoe Nanggroe bahwa Datok Nurdin pernah menerima uang Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) pada saat sebelum Pilkada Aceh Tamiang tahun 2016 kemarin. Datok Nurdin cepat-cepat membantah dan mengaku bahwa dirinya tidak pernah menerima uang sejumlah itu dari pihak koperasi. 

Bhabinkamtibmas Brigader Adang, ketika memyampaikan kata sambutannya, mengaku bahwa selama ini dirinya sering mendengar keluhan tentang tidak transparannya keberadaan uang yang diterima dari pihak Koperasi Asoe Nanggroe. Dirinya mengaku pernah menyakan hal itu kepada pihak Datok Nurdin, namun tidak mendapatkan kejelasan. 

Menurut Bhabinkamtibmas, dirinya baru mengetahui tentang adanya anggaran untuk desa yang diterima setiap bulannya dari pihak perkebunan setelah mendengar langsung penjelasan yang disampaikan oleh Sayed Zainal. Dirinya sangat mendukung tentang konsep pembentukan badan yang mandiri dalam hal pengelolaan kebun sawit, dengan harapan semoga dapat dikelola secara baik dan bermanfaat bagi semua pihak, juga termasuk kepada anak yatim serta warga miskin yang ada di Kampung Lubuk Damar. 

Sebelum berakhirnya acara musyawarah yang ditutup dengan hantaran do'a oleh Imam Kampung Lubuk Damar Ustadz Sulaiman, Kepala Mukim Sungai Kuruk memohon kesediaan dari Wakil Kepala (Waka) Polsek Seruway, yang sebelumnya menjabat sebagai Kanit Tipikor Polres Aceh Tamiang, Iptu Asrul Rinaldi, untuk menyampaikan petunjuk serta nasehat terkait upaya pihak masyarakat agar dapat mengelola kebun sawit yang selama ini dikuasai oleh PT, SA, melalui Koperasi tidak jelas kedudukan serta kepengurusaan yang bernama Asoe Nanggroe.

Dalam sambutannya, Waka Polsek Seruway, Iptu Asrul Rinaldi mengatakan, keinginan masyarakat Kampung Lubuk Damar untuk mengelola kebun sawit yang sebelumnya dikelola PT. SA, melalui Koperasi Asoe Nanggroe merupakan hak warga, namun demikian dirinya menghimbau agar warga tidak melakukan hal-hal yang bersifat anarkis dan melanggar hukum.

Selain itu, Waka Polsek turut menghimbau kepada Datok Penghulu Kampung Lubuk Damar, Muhammad Nurdin agar dapat mengatasnamakan kampung dengan cara 'tidak transparan', serta terindikasi kuat melakukan penyalahgunaan wewenang.

"Menjalankan tugas pemerintahan kampung tidak boleh dengan cara sesuka hati datok, tapi harus selalu dilandasi dengan azaz musyawarah. Apapun informasi terkait tentang kampung wajib di umumkan. Terkait permasalahan tentang lahan perkebunan sawit yang selama ini dikelola oleh Koperasi Asoe Nanggroe, ada dugaan bahwa Datok Penghulu Kampung Lubuk Damar telah melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang," demikian ungkap Waka Polsek Seruway, Iptu Asrul Rinaldi.[Zf]
Komentar

Tampilkan

Terkini