-->




Aneh! Pemberitaan Media Realitas Tentang Proyek Jalan Rp 13,82 M di Atam Tidak Berimbang dan Langgar KEJ

22 Januari, 2018, 22.39 WIB Last Updated 2018-01-23T01:23:20Z
ACEH TAMIANG - Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Keberadaan media siber atau media online di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.

Media siber atau media online memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Mengenai ketentuan pemberitaan media siber versi Dewan Pers, suatu berita mesti digarap dengan prinsip cover both sides atau berimbang. Subjek kunci pada peristiwa terkait mesti diwawancarai, barulah beritanya dipublikasikan ke media.

Namun demikian, ada beberapa keadaan untuk menangguhkan verifikasi karena pertimbangan beberapa hal, diantaranya;

1. Berita mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak.

2. Sumber asal berita adalah pihak yang jelas identitasnya, kredibel, dan kompeten (misal, kepala kepolisian).

3. Subjek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya, dan tidak bisa dihubungi.
Namun, idealnya tetap mengusahakan untuk mendapatkan pernyataan dari subjek utama sebelum menerbitkan berita pertama. Kalaupun tetap tidak bisa mendapatkan statement subjek utama, maka jelaskan secara terang pada pembaca, kalau berita itu masih memerlukan verifikasi lebih lanjut.

Didasari penjelasan diatas, LSM Gerakan Meusafat Peduli Untuk Rakyat (GEMPUR) Aceh Tamiang mempertanyakan 'sikap profesionalisme' atas pemberitaan media siber atau online bernama 'Realitas', edisi Sabtu (20/01/2018) kemarin yang berjudul, 'Proyek Pembangunan Jalan Rp 13,82 Milyar Di Aceh Tamiang Diduga Kolusi'. 

Pasalnya, pemberitaan yang dipublikasikan Media Realitas terkesan tidak digarap dengan prinsip cover both sides atau berimbang. Subjek kunci pada peristiwa yang diberitakan tidak diwawancarai, sehingga berita tersebut terindikasi tidak bersikap independen, juga ditengarai tidak menghasilkan berita yang akurat. 

Demikian disampaikan Sekretaris LSM Gerakan Meusafat Peduli Untuk Rakyat (GEMPUR) Aceh Tamiang, Syahriel Nasir, melalui rilis pers yang dikirim ke LintasAtjeh.com, Senin (22/01/2018) sore.

Menurut Nasir, sangatlah elok bila sebelum berita berjudul 'Proyek Pembangunan Jalan Rp 13,82 Milyar Di Aceh Tamiang Diduga Kolusi' dipublikasikan ke media, pihak pekerja pers Media Realitas berupaya untuk melakukan konfirmasi kepada subjek berita.

Selain itu, kata Nasir, pihak redaksi Media Reliatas juga harus dapat memahami bahwa berita yang dipublikasikan, Sabtu (20/01/2018) kemarin, belum berdasarkan data ataupun bukti yang akurat dan ditengarai baru sekedar isu yang disampaikan oleh narasumber berstatus tidak jelas (takut diketahui identitasnya oleh publik). 

"Bila berpedoman kepada Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 1999, dan Kode Etik Jurnalistik serta keputusan bersama Dewan Pers dan komunitas pengelola media siber yang ditandatangani di Jakarta, pada 03 Februari 2012 lalu, maka berita berjudul Proyek Pembangunan Jalan Rp 13,82 Milyar Di Aceh Tamiang Diduga Kolusi, sangatlah tidak profesional, bahkan terindikasi tidak mencerdaskan publik," terang Nasir. 

Dia juga menjelaskan, pers atau media massa tidak dapat dilarang untuk menyebarkan suatu berita atau informasi, namun sebagai lembaga sosial, pers atau media massa wajib bertanggung jawab mencerdaskan masyarakat dan bangsa. Para pekerja pers dituntut untuk patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku. Dalam memberitakan sesuatu kasus, pekerja pers diwajibkan menghormati asas praduga tak bersalah.

Kemerdekaan pers bukanlah tanpa batas. Ada hal-hal yang membatasinya dan hal itu perlu diperhatikan oleh pers dalam memuat berita. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 1999 Tentang Pers dijelaskan bahwa pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.

Selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada Kode Etik Jurnalistik. Tujuannya adalah agar pekerja pers bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi.

Dalam keputusan kerja sama Dewan Pers dan komunitas pengelola media siber yang ditandatangani di Jakarta, pada 03 Februari 2012 lalu, telah diamanahkan secara jelas bahwa 'setiap berita harus melalui verifikasi agar memenuhi prinsip akurasi dan berimbang.

Lanjutnya lagi, sebagai warga negara yang berdomisili di provinsi berazaskan syariat Islam, Aceh, sudah selayaknya bagi semua pihak mengamalkan tradisi tabayyun, yakni tradisi ajaran Islam yang dapat menjadi solusi dari zaman ke zaman. Setiap berita harus ditabayyunkan atau dikroscek ulang, bukan hanya sekedar diterima mentah-mentah, lalu disebar ke media massa. Karena ada berita yang sebenarnya hanya sekedar isu. Ada berita yang hanya bermodalkan "katanya", dan ada juga berita yang nukilannya tidak jelas. 

"Kesimpulannya adalah, LSM GEMPUR menghimbau kepada narasumber yang terkesan seperti hantu dan takut identitasnya diketahui publik, jika anda tulus ingin membedah tentang adanya dugaan praktek kolusi pada proyek pembangunan lanjutan jalan penghubung Kampung Bandung - Paya Ketenggar, yang bersumber dari dana DAK APBK Aceh Tamiang TA 2017, beranilah tampilkan identitas diri, kemudian gelar diskusi dengan rekan-rekan dari berbagai elemen dan susun langkah secara benar sehingga tidak memunculkan kesan negatif dari pihak publik," demikian disampaikan oleh Syahriel Nasir.

"Himbauan kepada Media Siber Realitas agar mampu bekerja secara profesional, juga memiliki tanggung jawab mencerdaskan masyarakat dan bangsa. Pekerja pers dituntut untuk patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku. Dalam memberitakan sesuatu, pekerja pers diwajibkan menghormati asas praduga tak bersalah," pungkasnya.

Perihal ini telah dikonfirmasi LintasAtjeh.com kepada Pemimpin Redaksi (Pemred) Media Realitas, H.A.Muthallib Ibr, SE, SH, M.Si, M.Kn, melalui pesan WhatsApp (WA), namun sampai saat berita ini ditayangkan pesan tersebut belum dibaca.

Perlu disampaikan bahwa pemberitaan media siber atau online bernama 'Realitas' edisi Sabtu (20/01/2018) yang berjudul, 'Proyek Pembangunan Jalan Rp 13,82 Milyar Di Aceh Tamiang Diduga Kolusi', menyampaikan, proyek pekerjaan pembangunan lanjutan jalan yang menghubungkan Kampung Bandung – Paya Ketenggar, Aceh Tamiang, senilai Rp 13,82 Milyar, yang bersumber dari dana DAK APBK Aceh Tamiang tahun 2017, diduga berbau kolusi.

Berita dari narasumber yang tidak berani mempublikasikan identitasnya menyampaikan bahwa proyek pekerjaan pembangunan yang senilai Rp 13,82 Miliar itu dikerjakan oleh rekanan PT. Jasa Mandiri Nusantara, yakni perusahaan pemenang lelang. Sejumlah pejabat utama di Aceh Tamiang disebut-sebut telah menerima aliran dana dalam bentuk sukses fee yang nilainya mencapai Rp 1,5 Miliar lebih.

Berita tersebut terindikasi baru tahapan isu dan tidak memiliki data akurat. Tanpa terlebih dahulu melakukan konfirmasi kepada subjek berita, langsung dipublikasikan ke media.[ZF]
Komentar

Tampilkan

Terkini