IST |
BANDA ACEH - Pemerintah
Kota/Kabupaten masih menjadi penyelenggara pelayanan publik yang paling banyak
mendapatkan pengaduan. Selama tahun 2015 ada 88 pengaduan. Dan, Banda Aceh paling
sering menjadi Terlapor dengan 13 Laporan, disusul Aceh Selatan dan Pidie
sebanyak 10 Laporan, Bireuen 9 Laporan dan Aceh Besar 8 Laporan. Selanjutnya,
Lhokseumawe dan Nagan Raya sama 6 laporan, Kota Langsa dan Aceh Timur
masing-masing 5 laporan.
“Statistik tersebut tidak berarti
mencerminkan kinerja yang buruk. Banyaknya laporan terhadap Pemko Banda Aceh
lebih karena akses dan jarak tempuh ke Ombudsman RI yang dekat dan mudah
dijangkau,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman RI Aceh, Taqwaddin Husin, dalam siaran persnya, Rabu (6/1/2016).
Namun sebaran
laporan terhadap kabupaten kota sudah menunjukkan peningkatan kualitas dari
partisipasi masyarakat dibanding tahun 2014. “Tahun lalu, Laporan terhadap
Banda Aceh dominan sekali dan sangat timpang dengan kab/kota lainnya,” tambah
Taqwaddin.
Tahun ini, khusus Pemerintah Aceh
mendapat ‘jatah’ sebagai Terlapor sebanyak 25 Laporan. Laporan tersebut selain
Gubernur/Sekda sebagai Terlapor juga tersebar ke beberapa SKPA, seperti Dinas
Syariat Islam, Dishubkomintel, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Bina Marga
dan Dinkes serta beberapa dinas lainnya.
Selain itu dari lembaga/instansi
vertikal, Kepolisian mendapat ‘bagian’ 9 Laporan, Kementrian Agama (6),
Kejaksaan (2) Kemenkumham (2) dan BPN (1). “Itu akumulasi untuk
instansi/lembaga vertikal seluruh Aceh,”jelas Taqwaddin.
Untuk BUMN/BUMD sebanyak 22
pengaduan. BUMN terlapor didominasi oleh pengaduan terhadap kinerja PDAM Banda
Aceh (5 Laporan), BPJS Kesehatan (3), PLN (3), Telkom (3). Total, Ombudsman
Republik Indonesia perwakilan Aceh sebagai Lembaga Negara Pengawas Pelayanan
Publik telah menerima 175 pengaduan dari selama tahun 2015.
Dari jumlah Laporan tersebut,
substansi aduan terbesar ada pada masalah kepegawaian, sebanyak 47 kasus,
disusul kasus perhubungan/Infrastruktur sebanyak 20, 18 kasus tentang pelayanan kesehatan,
pendidikan (17), pertanahan (9), dan adm kependudukan (8). “Masih seperti tahun
lalu, penanganan kasus kepegawaian dominan, termasuk masalah honorer K2 yang
insya Allah akan tetap kita tangani pada tahun 2016. Langkah kita sudah sampai
ke DPR,” jelas Taqwaddin.
Untuk jenis maladministrasi
(prilaku buruk) yang dilaporkan, dugaan penyimpangan prosedur di rangking
teratas dengan 43 laporan. Menyusul penundaan berlarut (35), tidak patut (34),
tidak melayani (29), diskriminasi (11), permintaan imbalan uang, barang dan
jasa (9), penyalahgunaan wewenang (8),tidak kompeten (5) dan konflik
kepentingan (1). “Angka-angka ini menegaskan wajah pelayanan birokrasi di aceh
belum baik, masih banyak yang suka menyimpang dan menunda-nunda urusan serta
tidak melayani dengan baik dan prosedural. Artinya, belum hilang pameo ‘kalau
masih dipersulit ngapain dipermudah’,” sesal Pak Kaper, Taqwaddin Husin.
Terkait kendala, menurutnya
keberadaan Ombudsman RI yang belum dikenal secara massif menjadi permasalahan
tersendiri. Hal tersbut mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti, nama yang
‘asing’, SDM yang terbatas, belum menjadi ‘incaran’ media dan belum mempunyai
perwakilan di kabupaten kota. ”Sosialisasi akan tetap kita lakukan, disamping
penanganan laporan juga akan kita tingkatkan. Ini proyeksi dan target umum kita
di tahun 2016,” sambung Taqwaddin didampingi 5 Asisten Ombudsman RI, Ayu
Parmawati, M. Fadhil Rahmi, Rudi Ismawan, Andy Syahputra dan Mirza Sahputra.
Untuk tahun 2016, diharapkan
kesadaran dan tingkat partisipasi masyarakat untuk mendapatkan hak pelayanan
yang baik dari pemerintah lebih meningkat. Sebagai bagian dari control social,
peran masyarakat, elemen sipil juga pelajar dan mahasiswa dalam pengawasan
terhadap kinerja pemerintah, sangat penting. “Apa saja yang terkait kekecewaan
dan penyimpangan yang ditemukan oleh masyarakat saat berurusan dengan
pemerintah, silahkan laporkan. Identitas bisa dirahasiakan,” pungkas pakar
hukum Unsyiah tersebut.
Seperti diketahui, Ombudsman RI
sebagai Lembaga Negara pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik telah hadir di
Aceh sejak 3 tahun yang lalu. Salah satu konsentrasi/tugas Ombudsman RI
Perwakilan Aceh adalah menerima pengaduan terkait maladministrasi, baik yang
berupa penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur,
permintaan imbalan jasa dan uang, tidak kompeten, tidak patut, diskriminasi,
berpihak, konflik kepentingan dan berbagai bentuk pelayanan buruk dari
pemerintah, BUMN, BUMD, Lembaga/institusi vertikal dan siapa saja yang sebagian
atau seluruh anggaran penyelenggaraannya berasal dari APBN/APBD.
“Laporan bisa disampaikan melalui
berbagai cara yaitu dengan datang langsung ke Ombudsman RI, melalui telepon
0651 7557476, Fax. 06517557477, SMS
Gateway ke 08116722233, melalui surat ke alamat Ombudsman RI Pwk Aceh, Jl. T.
Lamgugop No. 17 Banda Aceh, dan E-mail aceh@ombudsman.go.id,” jelas Taqwaddin. [razali]