-->

Sekolah Miskin, Tapi Segudang Prestasi

23 Agustus, 2014, 11.52 WIB Last Updated 2014-08-25T09:51:26Z
"Miskin, Tapi Bisa." Begitulah kira-kira motto singkat Sekolah Menengah Kejuruan Swasta (SMKS) Muhammadiyah yang beralamat di JL. Iskandar Muda, No. 79, Lhoksukon, Aceh Utara. Bentuk gedungnya hanya biasa saja, muridnya pun tidak ramai seperti layaknya Sekolah Kejuruan yang ada di Kabupaten Aceh Utara itu. Mayoritas siswa dan siswinya pun merupakan yatim/piatu dan fakir/miskin. Namun, ada yang istimewa di sekolah yang sederhana itu.

Hanya dilengkapi satu jurusan yaitu Administrasi Perkantoran, sekolahnya yang sangat sederhana itu telah banyak temukan prestasi dan penghargaan yang diraih oleh siswa dan siswi serta dewan guru di SMKS tersebut. Terbukti ketika saya berkunjung ke sekolah itu. Banyak piala dan penghargaan yang tersusun rapi di ruangan dewan guru.

Salam sapa dan senyum sumringah pun mempersilahkan saya untuk masuk dan duduk di sofa empuk yang tersusun rapi di dalam ruangan dewan guru di sekolah yang sederhana itu. Di ruangan itu, tampak puluhan piala dan penghargaan dari berbagai perlombaan tersusun rapi. Foto-foto eklusif kegiatan ekstrakurikuler pun tampak dipajang di dinding yang menandakan bahwa sekolah swasta yang hanya sederhana itu 'bisa' prestasi layaknya sekolah negeri.

"Sekolah ini milik Yayasan Muhammadiyah. Sejak tahun 2009 sampai 2013 ini, kami terus berupaya untuk meningkatkan prestasi dari segala bidang, baik prestasi dari siswa maupun guru yang bisa membawa nama baik sekolah ini. Buktinya, sudah banyak prestasi yang kami raih," ujar Plt Kepala Sekolah SMKS Muhammadiyah Lhoksukon, Lusiana A.Md yang didampingi Wakil Kepala Kurikulum, Indra Dewi A.Md.

Ketika itu, saya aktif menulis di salah satu media online terbitan Aceh untuk mengikuti peliputan khusus Program UPTD Balai Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Tekkomdik) Aceh. Oleh karena itu pula, banyak hal yang di kisahkan oleh kepala sekolah ini, bahkan Kepala Sekolah yang sebelumnya yaitu Ramlan S.Pd, juga pernah menceritakan hal yang sama. Kata mereka (Lusiana dan Ramlan-red), mereka bergotong royong untuk membuat/menjahit seragam sekolah untuk dipakaikan para murid. Seragam sekolah yang bermotif sesuai jurusannya itupun ternyata mampu membawa sekolah yang sederhana ini masuk ke pintu gerbang prestasi.

Satu persatu piala diperlihatkan. Satu persatu pula pada piala itu tertulis hasil perlombaan siswa dari tahun ke tahun. Diantaranya, juara satu cabang Administrasi Perkantoran, Lomba Kompetensi Siswa (LKS) SMK tingkat Aceh Utara, juara harapan satu tingkat SMA dalam karnaval HUT RI yang ke 64 tingkat Aceh Utara, juara dua LKS Program Administrasi Perkantoran tingkat Aceh Utara tahun 2012, juara dua majalah dinding Palang Merah Remaja Wira Putra Jumpa Bakti tahun 2012. Kemudian, juara satu Camp Standart PMR Wira Putra Jumpa Bakti Gembira (Jumbara) dalam rangka HUT PMI tahun 2012.

Juara satu lomba masak makanan karya zat besi PMR Wira Putra Jumpa Bakti Gembira (Jumbara) tahun 2012, juara satu putri Camp Standart Penegak Perkemahan Bersama(Kemsama) dalam rangka HUT Gerakan Pramuka Ke 51 tingkat Aceh Utara tahun 2012. Berikutnya, juara satu LKBB Perlombaan Tingkat Penegak Latihan Gabungan (Latgab) GuDep 21:34-21:40 tahun 2012 tingkat Aceh Utara, dan masih banyak lagi prestasi lainnya.

''Siswa-siswa kitapun sepertinya sangat antusias dengan kegiatan Pramuka tersebut. Lagi pula, untuk tahun 2013 ini saja, sudah ada 21 lebih piala/prestasi dari kegiatan Pramuka yang kita dapat, baik tingkat Kabupaten bahkan Provinsi," ujar Lusiana dengan senyum bangga. Menariknya lagi, sesuai dengan jurusan Administrasi Perkantoran, para siswa di sekolah itu berseragam layaknya pekerja di perkantoran.

SMKS Muhammadiyah Lhoksukon merupakan milik Yayasan Muhammadiyah Lhoksukon, terletak di jalan Banda Aceh-Medan, tepatnya satu komplek dengan Panti Asuhan Lhoksukon. Sekolah yang sederhana itu mulai tampil sejak tahun 2009, siswanya hanya 150 orang dan 25 dewan guru. Dengan begitu, tak membuat mereka patah semangat untuk tetap 'bisa' membawa nama baik sekolah ke tingkat Kabupaten, Provinsi, Nasional, bahkan Internasional sekalipun.

Kepala Sekolah bilang, bahwa semua siswa bisa mencapai prestasi yang gemilang sesuai dengan cita- cita dan niat para siswa ingin belajar, dan pendidikan yang di ajarkan dari sekolah baiknya di terapkan di luar sekolah. Namun demikian, kendala, hambatan masih banyak ditemukan dengan segala upaya yang di lakukan sekolah secara terus menerus mengatasi yang timbul diantaranya: menjalin dukungan dari pihak Pemrov, Pemkab. Dan stakeholder yang mempunyai kepedulian dengan sekolah.

Nah, menjelang Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) Aceh yang ke 55 pada 02 September 2014 mendatang, setidaknya Pemerintah ataupun Dinas Pendidikan Aceh terus mengawal sekolah semacam ini. Beasiswa untuk para lulusan maupun yang masih menjalani pendidikan di sekolah itu justru sangat diharapkan. Tak lupa untuk para dewan gurunya yang sampai sekarang ini masih gotong royong untuk mendapatkan jerih. Pemerintah sudah seharusnya memperhatikan sekolah ini yang di dalamnya banyak siswa dari keluarga miskin (Gakin).

Keberadaan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta (SMKS) Muhammaddiyah Lhoksukon harus segera mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah. Bukan saja sekolah itu miskin fasilitas, tetapi juga minim tenaga pengajar. Padahal, keberadaannya sangat diperlukan untuk mengatasi kelangkaan sarjana Administrasi muda lulusan sekolah ini.

Sekolah yang dimaksud itupun lebih jauh berbeda dengan sekolah kejuruan lainnya yang ada di seluruh Aceh Utara. Proses belajar mengajarnya pun masih sederhana, tidak seperti sekolah kejuruan lainnya yang sudah menggunakan laptop. Lantas, apakah sekolah ini hanya cukup berprestasi saja? Saya rasa belum cukup.

Maka berkenaan dengan tulisan ini, menurut saya, tidak ada yang membantah kalau Aceh punya banyak uang dan tidak perlu dipolemikkan bahwa dana pendidikan Aceh sangat besar. Tetapi adakah mekanisme yang menjamin bahwa yang miskin merasakan keberadaan uang tersebut? Uang (beasisiswa) untuk hak anak yatim saja, tidak mampu disalurkan tepat waktu, sedangkan orang tua sangat membutuhkannya di awal tahun ajaran pendidikan. Jangan pernah dibayangkan apalah arti uang 50 ribu. Bagi sebagian kita mungkin 'ya', tapi bagi orang miskin, mencari sepuluh ribu saja harus memungut kardus sampah untuk dijual.

Semangat belajar dan peluang untuk meraih tingkat pembelajaran yang semakin tinggi bisa dilihat dari sisi yang berbeda. Sudah hampir diduga bahwa semakin miskin suatu keluarga semakin kecil peluang untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya. Intinya karena keterbatasan sumberdaya finansial. Namun apakah dengan demikian semangatnya untuk meningkatkan harkat pendidikan anak-anaknya pupus sudah? Bagaimana kalau kita melihatnya dari sisi motivasi orangtuanya?

Dengan asumsi teori motivasi berlaku pada setiap individu maka seseorang yang berasal dari keluarga miskin, walau sekecil apapun, memiliki kebutuhan dalam bentuk harga diri dan aktualisasi diri. Kalau asumsi itu diterima maka semakin miskin orangtua semakin terdorong untuk menambah pendapatannya untuk pengeluaran konsumsi plus untuk investasi pendidikan anak-anaknya.

Penulis: Chairul Sya'ban, warga Gampong Alue Drien, Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara. (Alumni SMK Negeri 1 Baktiya Barat, 2008).


Komentar

Tampilkan

Terkini