JAKARTA - Penolakan terhadap rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) bersubsidi terus berlanjut. Kali ini penolakan disampaikan Perhimpunan
Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
PMKRI menilai kenaikan harga BBM akan membuat kehidupan
masyarakat kecil dan ekonomi menengah semakin berat.
"Secara nasional, PMKRI dengan tegas menolak rencana
pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi yang tidak berpihak pada kebutuhan
masyarakat kecil," kata Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI, Lidya
Natalia Sartono ketika menggelar Konferensi Pers di Margasiswa PMKRI, Jalan Sam
Ratulangi, Menteng Jakarta (Jumat, 31/10).
Dia memperingatkan pemerintahan Jokowi-JK tidak mengorbankan
kebutuhan dan kepentingan rakyat kecil. Kenaikan harga BBM akan menambah beban
bagi masyarakat yang berdampak pada kenaikan angka kemiskinan. Sebagai contoh,
kenaikan harga BBM bersubsidi pada tahun 2005 yang terjadi sebanyak dua kali,
yakni 1 Maret 2005 dan 1 Oktober 2005,
berdampak pada meningkatnya jumlah angka kemiskinan dari tahun 2005 ke 2006
sebanyak 4,20 juta jiwa, dari 35,10 juta jiwa menjadi 39,30 juta.
Karena itu, menurut Lidya, rencana kebijakan kenaikan harga
BBM oleh pemerintahan Jokowi Widodo-Jusuf Kalla sudah semestinya ditolak.
Menurut dia, pemerintah seharusnya menyorot masalah subsidi
BBM yang tidak tepat sasaran akibat lemahnya pengawasan. Data menunjukkan 77%
BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Tanpa ada pengawasan yang tegas serta
berbagai upaya pembenahan, maka masalah BBM bersubsidi tidak akan pernah
terselesaikan di Negara ini.
"Karena ini merupakan persoalan serius menyangkut
kepentingan rakyat kecil, maka PMKRI se-Indonesia akan melakukan aksi turun ke
jalan sebagai bentuk protes keras, apabila pemerintaah Jokowi-JK menaikan harga BBM bersubsidi," demikian Lidya. (rmol)