-->

Diduga Dokumen Palsu "Bermain" Dalam Kasus Mark Up Ganti Rugi Lahan Pasar Minuran

18 Juni, 2015, 12.48 WIB Last Updated 2015-06-18T10:55:40Z
IST
ACEH TAMIANG - Publik mencium adanya indikasi upaya intervensi oknum tertentu terhadap mantan Kadisperindagkop terkait kasus mark up uang ganti rugi lahan Pasar Tradisional di Desa Minuran, Aceh Tamiang.

Hal tersebut terbukti dengan sikap bungkam mantan Kadisperindagkop Kabupaten Aceh Tamiang, setelah diperiksa Kejaksaan Negeri Kuala Simpang. Abdul Hadi terkesan takut dan berupaya menghindar saat dikonfirmasi oleh wartawan.

Atas perilaku Abdul Hadi kemarin, telah menimbulkan banyak pertanyaan dari berbagai pihak. Ada apa dan kenapa dengan mantan Kadisperindagkop Kabupaten Aceh Tamiang?

Kepada lintasatjeh.com, seorang sumber yang tidak ingin disebutkan identitasnya, Rabu (18/6/15), menyampaikan bahwa dirinya sangat berharap semoga tidak terjadi sesuatu yang tak diinginkan terhadap diri Abdul Hadi.

"Kami takut Abdul Hadi mendapat tekanan atau intervensi dari para oknum pejabat yang selama ini ditengarai telah menikmati dana siluman ganti rugi lahan Pasar Tradisional di Desa Minuran, Kecamatan Kejuruan Muda yang jumlahnya milyaran rupiah tersebut," jelas sumber.

Menurut sumber, pengakuan Abdul Hadi yang pernah diberitakan oleh lintasatjeh.com, edisi Minggu (7/6/2015) kemarin adalah pengakuan yang sangat jujur sekali. Pasalnya, hampir sebagian besar pengakuan yang disampaikan oleh Abdul Hadi, sangat sesuai dengan informasi yang dilontarkan oleh Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal M, SH, saat dikonfirmasi lintasatjeh.com, terkait indikasi tindak pidana korupsi ganti rugi lahan untuk pusat pasar tradisional di Desa Minuran.

Saat itu, Sayed Zainal M, SH, menyampaikan bahwa dari hasil pengumpulan data di lapangan, LembAHtari menemukan bahwasanya Badan Anggaran DPRK Aceh Tamiang Tahun 2014 tidak pernah membahas usulan ganti rugi lahan untuk pusat pasar tradisional di Desa Minuran, Kec. Kejuruan Muda, Kab. Aceh Tamiang.

Sayed Zainal juga mengungkapkan bahwa pada tanggal 8 Agustus 2014, ada rapat terakhir Badan Anggaran DPRK yang dipimpin Wakil Ketua DPRK H. Arman Muis. Namun berdasarkan resume dan hasil rapat tersebut, Banggar tidak membahas tentang persoalan ganti rugi lahan untuk pusat pasar tradisional itu.

Tapi anehnya, pada tanggal 5 September 2014, muncul anggaran ganti rugi lahan untuk pusat pasar tradisional tersebut, di APBK Perubahan 2014 dengan anggaran sebesar RP 2,5 Milyar dan ditetapkan dalam Qanun APBK P No.5 Tahun 2014.

"Selain itu, pengakuan jujur dari mantan Kadisperindagkop Aceh Tamiang, tidak bertolak belakang (nyambung_red), dengan pengakuan dari para anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRK Aceh Tamiang, Tahun 2014," beber sumber.

Sumber meyakini bahwa pengakuan jujur dari Abdul Hadi kemarin, dapat dijadikan sebagai petunjuk kuat bagi pihak penyidik di Kejaksaan Negeri Kuala Simpang untuk mengungkap aktor dibalik indikasi mark up tersebut.

Kasus indikasi mark up dana siluman ganti rugi lahan Pasar Tradisional di Desa Minuran adalah kasus "konspirasi jahat" yang diduga melibatkan para oknum pejabat elite di Kabupaten Aceh Tamiang, baik dari lingkungan eksekutif maupun legislatif.

Sumber juga berpesan kepada Abdul Hadi agar berhati-hati dan jangan pernah mau bila dijadikan tumbal dalam kasus tersebut. Karena sumber menduga kuat bahwa mantan Kadisperindagkop Aceh Tamiang yang dilengserkan pada akhir Desember 2014 adalah pihak yang terindikasi akan dikorbankan.

Sumber meminta kepada pihak Kejaksaan Negeri Kuala Simpang agar membongkar tabir atas "kasus" ganti rugi lahan Pasar Tradisional Minuran yang selama ini terkesan sangat ditutup rapi. Karena dengan demikian akan terungkap jelas "aktor" utama dalam kasus tersebut.

"Keberanian Abdul Hadi yang membeberkan bahwa dirinya tidak pernah mengajukan usulan ganti rugi lahan untuk pasar tradisional di Minuran, patut diacungi jempol," ungkap sumber.

Dan pengakuan Abdul Hadi bahwa selaku Kadisperindagkop Kab. Aceh Tamiang, saat itu dirinya hanya menjalankan perintah dari sang pimpinan, juga harus ditanggapi.

Sumber juga salut, atas sikap Abdul Hadi yang berani menyampaikan secara gamblang bahwa usulan atas ganti rugi lahan untuk pasar tradisional Minuran, baru dipersiapkan oleh dirinya setelah dikabarkan oleh sang pimpinan bahwa ada anggaran di bagian keuangan dan rancangannya pun sudah disiapkkan oleh pihak Bapeda.

Selain itu, sumber juga percaya seratus persen terhadap pengakuan Abdul Hadi terkait adanya "dokumen palsu" tentang usulan ganti rugi lahan untuk pasar tradisional Minuran, di Bapeda Kab. Aceh Tamiang.

Sumber berani percaya pengakuan Abdul Hadi terkait adanya dokumen palsu di Bapeda, karena sebelumnya sumber sudah mendengar dari beberapa pejabat tinggi di Kabupaten Aceh Tamiang.

"Dokumen palsu tentang usulan ganti rugi lahan untuk pasar tradisional Minuran, di Bapeda Kab. Aceh Tamiang, juga telah disertai dengan persetujuan dari pihak Badan Anggaran (Banggar) DPRK Aceh Tamiang, Tahun 2014, yang kabarnya ditandatangani oleh tiga pimpinan dewan," terang sumber.

"Yang menjadi pertanyaan kita sekarang, siapakah aktor yang merancang dokumen palsu tersebut? Kenapa Kadisperindagkop, Abdul Hadi, mencurigai Panitia Anggaran Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang dan juga Ketua DPRK Aceh Tamiang?" pungkas sumber sembari tersenyum.[Redaksi]
Komentar

Tampilkan

Terkini