-->

Pemkab Aceh Tamiang Masih Telantarkan Warga Miskin

03 Juni, 2015, 08.19 WIB Last Updated 2015-06-03T06:37:31Z
ACEH TAMIANG - Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

Namun dengan munculnya berita yang menguak tentang dugaan adanya permasalahan pada saat pelaksanaan pembangunan Rumah Sehat Sederhana (RSS), bantuan yang bersumber dari dana Otsus Tahun 2013, di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang, dapat diterjemahkan sebagai kejahatan yang mengangkangi Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 34 ayat 1 tersebut.

Ironisnya, dugaan kejahatan atas pembangunan rumah bantuan untuk warga miskin di Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2013 lalu, terkesan tidak dihiraukan oleh pihak-pihak terkait.

Pelaksanaan pembangunan rumah bantuan tersebut terindikasi mengadopsi sistem kehidupan manusia di jaman pra sejarah, yang berlandaskan filosofi homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi sesama manusia_red).

Oleh karenanya, sekarang ini sebagian besar warga miskin di Kabupaten Aceh Tamiang ditengarai kurang responsif terhadap berbagai program yang disalurkan oleh pihak pemerintah, termasuk program bantuan rumah untuk warga miskin.

Pasalnya, ada yang beranggapan bahwa program-program yang disalurkan oleh pihak pemerintah selama ini, termasuk bantuan rumah untuk rakyat miskin kerap disalahgunakan oleh para oknum dalam upaya mendapatkan keuntungan pribadi berupa fee proyek.

Seperti kisah warga miskin ini, yang belum merasakan nikmatnya bantuan pemerintah. Kusniadi (42), warga Desa Rantau Pauh, Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang, selama ini terlihat tetap tegar menjalani hidup yang serba kekurangan, bahkan dirinya merasa nyaman-nyaman saja mendiami rumahnya yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan.

Rumah yang pantas disebut gubuk dan berdinding tepas bambu serta kondisinya banyak yang lapuk, bahkan bolong-bolong. Atap yang juga banyak bocor dan ketika hujan terpaksa diselipi dengan potongan triplek, juga kardus.

Meskipun hidupnya segetir itu, Kusniadi beserta isteri dan anak-anaknya mengaku masih tegar menjalani hidupnya. Bahkan, tidak pernah mau bermimpi dan juga tak pernah berharap untuk mendapatkan rumah bantuan dari pihak pemerintah.

Saat ditemui oleh lintasatjeh.com, Selasa (2/5/15), Kusniadi mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah mau berharap, apalagi membuat permohonan kepada pemerintah untuk mendapatkan bantuan rumah.

Pria yang bekerja serabutan tersebut mengaku, pada tahun 2012 lalu pernah didatangi oleh pihak petugas dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Aceh Tamiang, dan saat itu pihak petugas menjelaskan bahwa kedatangannya bermaksud untuk melakukan pendataan terhadap rumah warga yang layak mendapat bantuan rumah dari pemerintah.

Tapi, sampai saat ini Kusniadi tidak pernah mendapatkan rumah bantuan. Dan dirinya beserta keluarganyapun mengaku tidak pernah merasa kecewa, walaupun sesungguhnya mereka sangat membutuhkan bantuan rumah untuk menggantikan gubuknya yang sudah tidak layak lagi untuk dihuni.

Meski miskin, namun harus berupaya ikhlas dalam menjalani hidup ini. Jikapun Kusniadi dan keluarga nekad untuk mengeluh, tidak ada artinya, karena tidak ada yang mendengar keluhannya.

Apalagi dengan sikap pemerintah daerah yang hanya sibuk melengkapi data orang miskin, namun tak kunjung merealisasikan datanya di lapangan untuk membantu warga miskin. Janganlah, warga miskin selalu jadi obyek pelengkap penderita, menjadi obyek mengumbar janji-janji palsu.

Semoga saja program bantuan rumah miskin, bantuan sejuta rumah dhuafa dari Pemerintahan Jokowi tidak salah sasaran, dan pemerintah daerah tidak salah data lagi. Sehingga implementasi Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dilaksanakan dengan baik. Selain itu pemerintah daerah setempat bisa menjalankan amanah UUD 1945 dengan jujur untuk mensejahterakan warga miskin.[zf]
Komentar

Tampilkan

Terkini