ACEH UTARA - Meski masih
banyak item lain yang tercantum dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh
(UUPA), namun persoalan bendera bulan bintang juga harus menjadi skala
prioritas saat ini. Karena hal tersebut telah sesuai perjanjian MoU Helsinki,
dimana bendera Aceh adalah suatu kekhususan atau identitas Aceh di kemudian
hari.
Hal tersebut disampaikan
oleh Direktur eksekutif LSM Labang Bangsa, Hery Safrizal saat berbincang dengan lintasatjeh.com, Selasa (05/04/2016), di salah satu coffee di Banda Aceh.
"Karena lambang dan
bendera itu sudah diamanahkan MoU kemudian diundangkan dalam UU PA adalah
kekhususan dan kekhasan yang kemudian menjadi identitas Aceh, ini juga tidak
boleh diabaikan," kata Hery.
Dalam hal ini, Hery
mengakui tidak semua masyarakat Aceh menghendaki atau menginginkan bendera
bulan bintang diprioritaskan. Sebab, sesuai isi UU PA, memang banyak item lain
yang juga perlu diterjemahkan dan dilaksanakan mengingat kondisi Aceh hari ini.
"Yang lain perlu
juga memang. Karena kondisi Aceh hari ini kan perlu perubahan. Dimana sektor
pertanian, ekonomi, kesehatan dan sektor pendidikan yang tak kalah penting
untuk diperhatikan. Itu juga patut menjadi prioritas dengan melibatkan semua
elemen dalam hal ini pun sangat diharapkan untuk terus mengawal kebijakan
publik dan seluruh program-program pemerintah," tambahnya.
Pihaknya berharap,
pemerintah dan DPR Aceh lebih serius untuk memperjuangkan persoalan tersebut
dengan membangun komunikasi yang maksimal dengan pemerintah pusat. Sehingga,
persoalan ini tidak berlarut dan menyita perhatian kita semua yang berujung
kepada pengenyampingan program pembangunan lainnya.
"Artinya, kita
berjuang untuk menang dan kesejahteraan adalah tujuannya. Apalagi masalah
bendera Itu sudah merenggut perhatian internasional, jangan sampai orang luar
menilai Aceh ini bisa dipermainkan dan bisa dipolitisir oleh pihak-pihak yang
ingin mengambil keuntungan kelompok semata," harap Hery. [Jamal].