-->








Wilson Lalengke : Kok Gitu BAKAMLA, Membabi Buta!

03 Agustus, 2016, 13.45 WIB Last Updated 2016-08-03T06:45:24Z

IST
JAKARTA – Badan Keamanan Laut (Bakamla) merupakan institusi terhormat di negeri ini karena mengemban tugas yang amat mulia, yakni menjaga wilayah laut Indonesia dari berbagai gangguan, terutama pencurian dan penguasaan wilayah laut Indonesia dari bangsa lain. Namun demikian, sangat disayangkan badan itu tidak menjaga nama baik dan kehormatan lembaganya dengan selayaknya.

Pasalnya, dalam kasus penyerobotan Gedung Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia (Gedung PKRI) serta perusakkan fasilitas di dalam gedung tersebut, oknum Bakamla semakin membabi-buta dan menggunakan pasal atau aturan hukum secara serampangan alias semau-gue.

Hal itu dikatakan oleh Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, kepada Redaksi menanggapi peristiwa penyerobotan Gedung PKRI untuk ketiga kalinya oleh oknum Bakamla minggu lalu, tepatnya pada hari Rabu, 27 Juli 2016. Menurutnya, setidaknya ada 3 hal yang patut dikategorikan sebagai perilaku membabi-buta dan menggunakan hukum semau-gue.

“Dari peristiwa penyerobotan Gedung PKRI yang ketiga kalinya minggu lalu itu, Bakamla terkesan membabi-buta dan telah menggunakan aturan hukum semau-gue,” kata Wilson Lalengke yang merupakan lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012.

Ada tiga hal, lanjut Wilson, yang dapat dikategorikan sebagai perilaku membabi-buta dan menggunakan hukum secara seenak-nya sendiri, yakni:

Pertama, penyerobotan dilakukan dengan membawa pasukan berpakaian seragam lengkap dengan persenjataan yang lengkap juga. Pasukan itu dibawa dari kantor Bakamla dan ditambah dari satuan polisi dari Kepolisian Sektor Menteng. Aparat kepolisian dipimpin langsung oleh oknum Wakapolsek Menteng. “Cara ini jelas menunjukkan sebuah arogansi yang membabi-buta, seakan-akan mereka berhadapan dengan musuh yang harus dihancurkan dengan persenjataan milik negara yang dibeli dari uang rakyat. Pola ini juga menunjukkan bahwa Bakamla menggunakan aparat hukum seenak perutnya sendiri, seakan-akan hanya Bakamla yang harus dilindungi dan dibantu mem-back-up kegiatannya oleh aparat kepolisian,” ujar Wilson.

Kedua, penyerobotan dipimpin langsung oleh oknum pejabat Bakamla dari unsur Polri berpangkat Brigadir Jenderal Polisi berinisial Fr. Apakah tidak memalukan sang jenderal datang ke lokasi hanya untuk berhadapan dengan petugas pengamanan gedung yang hanya kalangan sipil tidak terlatih kemiliteran sedikitpun? Perilaku itulah yang menurut lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Universitas Birmingham, Inggris itu, merupakan sifat kesombongan oknum pejabat Bakamla sehingga membabi-buta saja dalam melakukan usaha mendapatkan Gedung PKRI.

“Itu juga berarti, seenak-perutnya oknum jenderal polisi itu menggunakan pangkat jenderalnya dengan maksud mengintimidasi warga sipil yang tidak bersenjata,” imbuh Wilson.

Bahkan, sesuai laporan, oknum tersebut juga mengancam menembak para petugas gedung yang berani menghalangi mereka membuka paksa dan merusak kunci semua ruangan di lantai 1, 2, dan 4 Gedung PKRI. “Si jenderal itu mengancam akan menembak anggota saya yang coba-coba menghalangi tukang kunci yang datang untuk membuka paksa pintu-pintu dan mengganti kuncinya. Juga, dia bilang akan mendatangkan 5 truk pasukannya,” aku Acok, komandan Satuan Pengamanan Khusus PKRI.

Ketiga, Bakamla menempelkan pesan di setiap pintu ruangan yang tujuan utamanya adalah sebagai intimidasi kepada pihak lain, dalam hal ini karyawan dan pimpinan PKRI agar tidak macam-macam. Pesan itu mengutip Pasal 406 ayat 1 KUHP, yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hak (seharusnya melawan hukum – red) membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-”

Perlu dipertanyakan apakah para oknum Bakamla itu dalam kondisi kejiwaan yang baik saat menggunakan pasal 406 ayat 1 KUHP itu? Bukankah seharusnya mereka yang terancam oleh pasal tersebut karena melakukan pelanggaran atas ketentuan hukum yang termaktub dalam pasal 406 itu? Para oknum Bakamla yang dipimpin sang jenderal polisi datang menyerobot dan “membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi” kunci pintu-pintu ruangan Gedung PKRI yang adalah milik pihak lain?

“Itulah yang disebut ibarat orang kehilangan akal, akhirnya bertindak membabi-buta saja, main pakai aturan hukum sesuai keinginan sendiri alias semau-gue saja. Apakah hukum hanya akan membela Bakamla, dan tidak membela PKRI?” tanya Wilson Lalengke yang juga merupakan sahabat karib dari Laksamana Pertama TNI-AL Ir. Suroyo, salah satu pejabat teras di Bakamla itu.[KOPI]
Komentar

Tampilkan

Terkini