-->

Pasal UU PA Dihapus, JASA Siap Untuk Aceh 'Merdeka"

02 September, 2016, 12.59 WIB Last Updated 2016-09-02T06:00:15Z

BANDA ACEH - Jaringan Aneuk Syuhada Aceh (JASA) menyesalkan putusan MK yang mengabulkan tuntutan mantan narapidana Abdullah Puteh ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 67 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.

Kemudian, kali ini kembali ada pihak yang ingin menggugat kembali salah satu poin UU PA menyangkut tentang bendera bintang bulan yang sudah disahkan bersama oleh DPRA Aceh padahal sekarang bendera bintang bulan tersebut sudah sah secara hukum baik de jure maupun defacto.

“Maka dalam hal ini, kami anak Syuhada Aceh ingin mempertanyakan keseriusan dan komitmen Pemerintah Pusat menyangkut perdamaian MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh,” demikian dikatakan Ketua Umum JASA, Bukhari kepada LintasAtjeh.com melalui siaran persnya, Jum’at (2/9/2016).

Lebih lanjut, Bukhari mengatakan kami sangat kecewa kepada Pemerintah Pusat yang terkesan tidak komitmen terhadap perjanjian yang telah disepakati.

“Buktinya, sekarang baru datang satu-dua orang yang menggugat, langsung disetujui. Seharusnya Pemerintah Pusat menepati janjinya untuk segera merealisasikan  dan mengimplementasikan sepenuhnya poin-poin MoU Helsinki bukan malah sebaliknya menghianati seperti sekarang," katanya.

Masih kata dia, kalau hal seperti ini terus dilakukan berarti Pemerintah Pusat menginginkan konflik baru di Aceh, maka   kami anak Syuhada akan melawan dan akan menuntut untuk kembali berjuang untuk memerdekakan Aceh.

“Seharusnya dalam hal ini Pemerintah Pusat bisa konsisten terhadap perjanjian MoU Helsinki yang telah disepakati bersama antara GAM-RI demi tercapainya perdamaian abadi di Aceh. Karena kita semua tahu bahwa UU PA merupakan pedoman dan bagian penting dalam perjianjian MoU Helsinki. Jadi kita berharap Pemerintah Pusat untuk  tidak berkhianat lah, jangan jadikan perjanjian MoU Helsinki ini kembali terulang seperti perjanjian Lamteh," harapnya.

Selanjutnya, kita berharap penuh kepada DPRA selaku perwakilan rakyat Aceh bukan hanya sekedar mencekam atau menghardik tapi harus melawan siapapun yang berniat ingin menghapus pasal per pasal dalam UU PA. Itu yang harus segera dilakukan oleh DPRA sesuai dengan fungsionalnya.

“Diakhir cerita kita juga mengharapkan kepada gubernur selaku kepala pemerintah Aceh untuk tidak tinggal diam terhadap dihapusnya pasal per pasal dalam UU PA. Karena sudah sangat  jelas hanya enam poin undang- undang kewenangan Pemerintah Pusat, selebihnya kewenangan pemerintah Aceh. Jadi pak gubernur Doto Zaini bek tinget bak duk, bek sampe nanggroe jipublo metepu hana,” tutup Bukhari.[Rls]
Komentar

Tampilkan

Terkini