BANDA ACEH - Solidaritas Independen Mahasiswa Anti Korupsi (SIMAK) dan Gerakan Mahasiswa Aceh Selatan (GeMAS) mendesak agar Kejaksaan Tinggi Aceh dan Polda Aceh untuk turun ke Aceh Selatan mengusut sejumlah temuan yang selama ini menjadi perbincangan dikalangan masyarakat Aceh Selatan selama ini.
“Pihak penegak hukum tidak boleh lamban dalam membongkar semua persoalan yang berdampak merugikan keuangan negara,” demikian ungkap Asradi Koordinator GEMAS dan Koordinator SIMAK Muzirul Qadhi kepada LintasAtjeh.com, Jum’at (14/04/2017).
Lebih lanjut, Asradi dan Muzir juga menjelaskan beberapa persoalan yang sering diperbincangkan di kalangan masyarakat Aceh Selatan yang disinyalir adanya indikasi korupsi diantaranya:
1) Penimbunan tanah pribadi milik Bupati Aceh Selatan (taman sahara, Kecamatan Meukek Aceh Selatan) disinyalir menggunakan anggaran daerah.
2) Indikasi mark up pada pengadaan alat kesehatan (ALKES) pada Rumah Sakit Yulidin Away yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2014 dan 2015.
3) Indikasi korupsi proyek tanggap darurat pembangunan tanggul di kawasan sungai Krueng Kluet dan pantai Meukek pada BPBD Aceh Selatan yang bersumber dari APBN TA 2015.
4) Adanya indikasi laporan fiktif terkait penggunaan dana gampong oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat Aceh Selatan, terlihat dari pada akhir Desember 2016 proyek yang bersumber dari APBK banyak yang belum selesai namun laporan terkait penggunaan dana desa telah dibuat oleh BPM Aceh Selatan.
5) Disinyalir proses pelelangan paket proyek jasa konstruksi di Pemkab Aceh Selatan selama ini sarat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Karena perusahaan rekanan tertentu yang ditetapkan sebagai pemenang paket proyek diduga memang sudah dikondisikan secara terstruktur dan masif sejak awal. Proses pelelangan proyek yang dilakukan oleh Pemkab Aceh Selatan selama ini diduga hanya formalitas saja karena orang-orang yang dimenangkan oleh pihak panitia tender memang sudah ada.
6) Disinyalir adanya indikasi korupsi dana terhadap anggaran yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBK Perubahan yang dilakukan tiap tahunnya sampai 7 M. Dimana disinyalir adanya kegiatan yang dibuat tumpang tindih dengan cara pekerjaan/kegiatan tersebut seperti disengaja untuk tidak diselesaikan pada tahun anggaran berjalan. Lalu dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya dengan objek yangg sama, seolah-olah pekerjaan tersebut perlu penambahan volume secara otomatis dananya juga ditambah.
7) Disinyalir adanya indikasi terjadinya praktek suap menyuap (KKN) dalam penentuan kepala SKPK Aceh Selatan tahun 2017, mengingat besarnya kemungkinan adanya kamuplase dalam penentuan kepala SKPK yang sama sekali mengabaikan hasil test yang dilakukan oleh psikodista consultan.
Demi menjaga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, maka kami mendesak Kejati Aceh dan Polda Aceh langsung turun mengusut tuntas semua persoalan diatas. Hal ini penting, mengingat kinerja penegak hukum di Aceh Selatan sangat lemah dan terkesan bungkam. Apalagi terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan pemkab Aceh Selatan.
“Jika penegak hukum dari tingkat provinsi tidak berani melakukan pengusutan terhadap indikasi sejumlah kasus diatas, maka kami sebagai elemen sipil meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun langsung melakukan pengusutan. Kita berharap penegakan hukum di Aceh Selatan tidak tebang pilih dan komitmen melakukan pemberantasan KKN sesuai amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkasnya.[Rls]