-->




Dewan Pers Lamban Beri Surat Kuasa Sidang ke-3 Gugatan PMH

02 Juni, 2018, 04.42 WIB Last Updated 2018-06-01T21:42:46Z
JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Abdul Kohar mempertanyakan lamanya proses administrasi yang dilakukan pihak Dewan Pers selaku tergugat Perbuatan Melawan Hukum untuk membuktikan legal standingnya sebagai pemberi surat kuasa kepada dua pengacaranya, Frans Lakaseru dan Dyah HP.

Hal itu dipertanyakan, dikarenakan setelah diberi waktu selama hampir dua minggu, kuasa hukum Dewan Pers masih juga belum menyerahkan dokumen yang diminta majelis hakim pada sidang sebelumnya, sebagai bukti bahwa Yoseph Adi Prasetyo memiliki legal standing untuk menunjuk keduanya sebagai kuasa hukum. 

"Kenapa dokumen keabsahan tergugat begitu lama untuk bisa disiapkan?" tanya Ketua Majelis Hakim Abdul Kohar saat sidang ke-3 berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (31/05/2018).

Menjawab pertanyaan Majelis Hakim, Frans Lakaseru selaku kuasa hukum Dewan Pers menjelaskan bahwa kliennya selaku principal masih mengumpulkan dokumen untuk memenuhi permintaan hakim.

Sementara itu, Kuasa hukum penggugat Dolfie Rompas mengaku heran atas lamanya administrasi yang dilakukan pihak Dewan Pers untuk membuktikan bahwa Yoseph Adi Prasetyo memiliki legal standing untuk bertindak sendiri atas nama Dewan Pers menunjuk kuasa hukum. 

"Jika mengacu pada hukum acara, seharusnya dalam tiga kali sidang tergugat tidak hadir atau tidak mampu menunjukan bukti memiliki legal standing dalam menghadapi gugatan ini maka hakim bisa memutuskan Verstek," ujar Rompas kepada awak media usai sidang.

Kendatipun demikian, Rompas mengaku pihaknya beritikad baik dan memberi kesempatan kepada kuasa hukum Dewan Pers untuk memenuhi permintaan dari Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat sampai pada sidang pekan depan.

"Saya berharap Dewan Pers bisa ikut sidang agar semua permasalahan bisa terungkap dalam persidangan," tambahnya.

Sedangkan, Tondi Situmeang, kuasa hukum penggugat yang juga turut hadir dalam persidangan menambahkan, jika pihak kuasa hukum Dewan Pers tidak bisa membuktikan legal standingnya pada sidang pekan depan maka hakim berhak memutuskan untuk melanjutkan sidang dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi penggugat. 

Menyikapi sidang kali ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke menganggap Dewan Pers sebagai lembaga yang tidak kredibel. "Ha-ha-ha.... Manajemen Dewan Pers abal-abal..." sebut Wilson.

Pada persidangan hari ini, lanjut Wilson, Kamis, 31 Mei 2019 di PN Jakarta Pusat, penasehat hukum Dewan Pers tidak mampu menunjukkan keabsahan kepengurusan yang membuktikan bahwa Yosef sah sebagai ketua Dewan Pers dan diberi kewenangan untuk menunjuk penasehat hukum mewakili Dewan Pers di pengadilan. 

"Mereka sudah diberi waktu sepuluh hari sejak persidangan ke-2, Senin 21 Mei lalu, untuk melengkapi dokumen Dewan Pers agar legal standing mereka dapat diterima mewakili dewan pers. Hakim Ketua bahkan bertanya, mengapa lama sekali untuk bisa melengkapi bukti-bukti keabsahan yang diminta pengadilan? PH Dewan Pers meminta penundaan sidang hingga Kamis depan, 7 Juni 2018, untuk melengkapi (bahasa mereka mengumpulkan data-data) dewan pers. _Opo tumon rek...?_ Uang negara habis digunakan Dewan Pers untuk membiayai operasional lembaga itu secara serampangan, pola manajemen abal-abal," imbuh lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik  Indonesia (SPRI) Hence Mandagi ikut menyorot lamanya proses administrasi pembuktian legal standing penunjukan kuasa hukum Dewan Pers.

"Hari ini Dewan Pers membuktikan sendiri sebagai lembaga yang sangat tidak profesional. Bagaimana bisa dia (Red - Dewan Pers) mau mengurus wartawan, media, dan organisasi pers, sedangkan mengurus administrasi internal saja tidak becus," pungkasnya.

Sidang lanjutan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Dewan Pers ini akan kembali dilanjutkan pada Kamis, 07 Juni 2018 mendatang.[*]
Komentar

Tampilkan

Terkini