-->








Senator Fachrul Razi: Konflik Pertanahan di Aceh Melibatkan Mafia

04 Mei, 2019, 08.09 WIB Last Updated 2019-05-04T01:09:04Z
JAKARTA - Senator asal Aceh, H. Fachrul Razi kembali membongkar isu baru, kali ini permasalahan pertanahan yang seharusnya diserahkan ke Pemerintah Aceh oleh Pusat, tak kunjung selesai hingga saat ini. Menurutnya tercatat 4 tahun, 2 bulan, 18 hari. Permasalahan pertanahan tidak kunjung selesai, pasalnya peralihan pertanahan Aceh sebagaimana perjanjian MoU Helsinki dan Pasal 253 UUPA agar diserahkan ke Pemerintah Aceh dengan lahirnya Perpres No 23 tahun 2015. 

"12 Februari 2015, Perpres sudah ditandatangani Presiden, namun peralihan pertanahan Aceh masih lambat. Lahirnya Perpres pun dinilai terlambat, 9 tahun baru lahir Perpres setelah UUPA lahir tahun 2006. Akibat lambatnya peralihan, muncul berbagai permasalahan lainnya seperti konflik pertanahan yang tidak selesai, dan kewenangan Aceh yang tidak berjalan maksimal," tegasnya. 

Bahkan, tegas dia, Komite I DPD RI menemukan banyak kasus konflik pertanahan di Aceh dan propinsi lainnya melibatkan oknum Badan Pertanahan Nasional dan Mafia Pertanahan.

Pernyataan keras dan vokal tersebut disampaikannya ketika menjafi pembicara dalam FGD di Jakarta. Pemerintah Aceh mengadakan (FGD) soal pengalihan wewenang, aset dan pegawai pusat Kanwil BPN daerah di kantor penghubung Pemerintah Aceh di Jakarta, Kamis (02/05/2019) lalu. 

Senator muda Aceh H. Fachrul Razi, MIP,  diberi kesempatan tampil di awal dalam FGD tersebut sudah membakar antusias peserta FGD yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Aceh, mahasiswa yang di Jakarta, termasuk juga beberapa unsur pemerintah pusat terkait. 

"Ada 22 kewenangan Aceh yang strategis, namun keterlambatan peralihan pertanahan ini berakibat hanya 9 kewenangan yang dapat dilakukan. Sementara 13 peralihan lainnya menjadi terabaikan, padahal 13 kewenangan tersebut lebih strategis dan memiliki kepentingan untuk Aceh," jelasnya.

Senator Fachrul Razi dari awal memang sudah bicara blak-blakan dengan gaya khasnya yang energik, kritis dan realistis. "Karena ini bicara tentang kekhususan Aceh yang sudah diatur oleh undang-undang. Pemerintah Pusat tak usah menyimpan rasa takut berlebihan, beri saja pelimpahan pertanahan sesuai batasan-batasan yang telah diatur," cetus Fachrul Razi, yang juga pimpinan Komite I DPD RI.

Fachrul Razi berkomitmen akan memperjuangkan peralihan pertanahan Aceh sebagai perintah Perpres sesuai yang dikeluarkan Presiden pada tahun 2015. Fachrul Razi mengatakan bahwa Peralihan dan Tim Peralihan harus segera terbentuk dan yang paling harus bertangungjawab adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang sebagai leading sektor, ditambah Menpan RB, Menteri Keuangan, Arsip Nasional dan Mendagri yang juga terlibat sebagaimana perintah Perpres 23 tahun 2015.

"Perintah Perpres 23/2015 jelas memerintahkan kepada Menteri Agraria dan Tata ruang untuk membentuk Tim Peralihan selambat-lambatnya sebulan dan masa peralihan 1 tahun setelah Perpres ini ditandatangani. Artinya, Menteri melakukan pelanggaran terhadap Perpres tersebut," tegasnya.

Dirinya memberikan contoh bahwa peralihan institusi lainnya di Aceh berjalan dengan baik. "Saya ingin memberikan contoh agar polemik Perpres ini tidak bias kemana-mana, ambillah contoh misalnya KPU beralih jadi KIP di Aceh, MUI beralih jadi MPU, DPRD jadi DPRA dll. Ini sebagai bukti semua berjalan dengan baik, kini saatnya Badan Pertanahan Nasional beralih menjadi Badan Pertanahan Aceh," tegasnya.

Senator ini juga menutup dengan menegaskan bahwa sebelum Oktober masalah ini harus segera selesai. "Masyarakat sipil dan mahasiswa siap bergerak untuk menuntut peralihan ini segera diwujudkan, kembali ke UUPA dan jalankan perintah Perpres dengan pengalihan pertanahan ke Aceh," kata Fachrul lantang, yang disambut applaus peserta antara lain mahasiswa dan tokoh Aceh di Jakarta. 

Terakhir, Fachrul Razi menyampaikan kepada seluruh peserta FGD yang hadir di Ballroom Mess Aceh bahwa ia selaku Pimpinan Komite I DPD RI telah mengagendakan tanggal 15 Mei 2019 untuk memanggil menteri terkait ke DPD RI untuk mencari solusi kongkrit mengenai sejauh mana keseriusan Pusat menjalankan Perpres nomor 23 Tahun 2015 ini di Aceh. 

"Inilah langkah strategis saya sebagai Senator Aceh mewakili masyarakat Aceh untuk betul-betul memperhatikan dengan serius persoalan ini. Dan saya berharap, Pemerintah Aceh juga harus saling bersinergi agar Perpres ini bisa kita terapkan sesegera mungkin di Aceh," tutup Senator yang diprediksikan kembali terpilih untuk kedua kalinya tahun ini.

Adapun sebagai pembicara lain, Staf Ahli Kementerian ATR H. Baclhrumsyah, Nani Anggraini Asisten Deputy Kemenpan RB dan Sartono mewakili Kemendagri. Tampak hadir pada FGD, Anggota DPD RI Ghazali Abbas Adan, Pengacara asal Aceh Dr. Nasrullah, tokoh Aceh di Jakarta, pemuda, mahasiswa dan sebagain besar Kepala Dinas Pertanahan Kab/Kota se-Aceh.[*/Red] 
Komentar

Tampilkan

Terkini