-->








Peusaba: Jangan Sampai Aceh Bernasib Sama Seperti Kerajaan Islam Campa dan Arakan

26 November, 2019, 00.47 WIB Last Updated 2019-11-25T17:47:26Z
BANDA ACEH - Ketua Peusaba Aceh mengaku sangat sedih dikarenakan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Banda Aceh yang sama sekali tidak peduli sejarah dan warisan peninggalannya. Padahal sejarah Aceh adalah bukti perkembangan Islam di Asia  Tenggara dan juga mempengaruhi perkembangan budaya Islam di Asia Tenggara dan dunia melayu. 

Pada masa lalu Kesultanan Aceh Darussalam, Raja-raja Aceh juga adalah seorang Ulama bahkan ada Raja Aceh dari keturunan Sayyid, yaitu keturunan Rasulullah SAW. Salah satu Raja Besar Aceh dari Keturunan Sayyid adalah Sultan Jamalul Alam Badrul Munir Jamalullail (1703-1726) yang sekarang peninggalan situs sejarahnya di belakang kedai 'Bakso Hendra Hendri' Gampong Baro, Banda Aceh terancam musnah seakan sengaja dihancurkan.

Peusaba mengingatkan bagaimana pada masa lalu Kerajaan Campa yang merupakan sebuah kerajaan Islam terletak di Vietnam Selatan kemudian lenyap tanpa bekas. Padahal Kerajaan Campa juga ikut dalam penyebaran Islam. Karena setelah Campa kalah dalam perang, seluruh warisan peninggalan masa lalu dilenyapkan tanpa bekas baik itu istana, makam dll. Akhirnya Campa hilang dari peta dunia menjadi bangsa tanpa sejarah dan dianggap tidak pernah ada. 

"Maka tangisilah kisah Negeri Campa, kisah Negeri Syah Poliang dengan linangan air mata. Ada beladung berisi bunga, bunga berisi air mata, kini telah hilang Negeri Campa, kutangisi dengan linangan air mata," demikian ujar Mawardi Usman, Senin (25/11/2019).

Peusaba juga mengingatkan bagaimana kejadian yang menimpa kerajaan Islam Arakan yang pada masa lalu amat jaya, bahkan Raja-raja Aceh banyak melakukan perdagangan dengan Arakan. Kerajaan Arakan yang telah dilenyapkan peninggalan sejarahnya setelah ditaklukan Burma, maka segala peninggalan kerajaan Islam Arakan baik mesjid kuno, manuskrip, kuburan ulama dan raja dimusnahkan semuanya. 

"Maka kaum Arakan dinamakan kaum Rohingya dan menjadi manusia tanpa negeri. Tanpa sejarah tak ada masa lalu dan tanpa masa lalu maka dianggap tidak pernah ada," urai Mawardi.

Peusaba mengingatkan Rakyat dan Bangsa Aceh agar merenungkan baik-baik kejadian yang menimpa saudara-saudara kita di Campa dan Arakan. Padahal kejadiannya tidak jauh dari Negeri Aceh Darussalam. Kejadian Campa dan Arakan sama seperti kejadian Bangsa Andalusia di Spanyol yang lenyap dalam peradaban sejarah. 

"Aceh tidak boleh lalai dan harus sungguh-sungguh melindungi sejarahnya dan peninggalan sejarahnya," ajak Mawardi.

Peusaba juga merasa heran mengapa penghancuran situs sejarah di Aceh terus berjalan secara sistematis dan terstrukur, profesional dan berlanjut tanpa henti oleh pihak tertentu. Setiap kali grup pecinta sejarah dan Rakyat Aceh memprotes mereka terus melaksanakan agendanya terus tanpa terhentikan. 

Peusaba mencurigai ada grand design besar di belakang ini untuk memusnahkan sejarah Aceh dan peradaban Melayu hingga lenyap. Sejak kejadian proyek IPAL Gampong Pande Banda Aceh pembuangan tinja (kotoran manusia) di makam ulama, penghancuran situs sejarah terus berjalan tanpa henti. Yang terbaru adalah  penghancuran kawasan Makam Sultan Sayyid Jamalul Alam Badrul Munir Jamalullail, keturunan Rasulullah SAW yang sekarang menjadi kawasan toilet, hotel, rumah dan tempat berjualan. 

"Peusaba merasa heran dan  mempertanyakan ada apa di balik ini? Kenapa situs sejarah Aceh dan peradaban Melayu sama sekali tidak dilindungi dan dijaga?" tanya Mawardi heran.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini