-->








Benarkah Syariat Islam Menghalangi Perempuan Aceh Berkarier?

09 Desember, 2019, 14.14 WIB Last Updated 2019-12-10T04:19:44Z
ACEH merupakan salah satu daerah di wilayah indonesia yang memiliki populasi muslim terbanyak. Oleh sebab itu, Aceh begitu terkenal dengan hukum syariatnya. Hal inipun  bukan tanpa alasan, hanyalah cara untuk menjaga perempuan saja. Aceh ialah satu-satunya provinsi yang menerapkan hukum syariat Islam. 

Bahkan kebudayaan masyarakat Aceh sendiri sangat kental dengan syariat Islam. Salah satu budayanya ialah tugas para wanita hanya di rumah, dengan dalih alasan apabila wanita bekerja akan menjadi simbol yang sangat buruk di masyarakat. Dan pandangan masyarakat yang selama ini diawetkan bahwa setinggi-tingginya wanita sekolah akhirnya akan ke dapur juga. 

Budaya tersebut sangat mengakar dan tumbuh kembang di kalangan masyarakat Aceh. Kemudian budaya ini menjadi momok yang menakutkan untuk para wanita yang ingin berkarier. 

Selain itu banyak pula kita mendengar para penceramah yang menyiarkan bahwa wanita tidak baik apabila bekerja, tugas wanita hanyalah menjaga anak, mengurus rumah dan melayani suami yang seolah-olah mengurung wanita dan membedakan derajat antara kaum hawa dengan kaum adam. 

Nah kemudian para wanita yang tidak mau dikucilkan oleh perkataan-perkataan tersebut mereka mulai membongkar, dapur tidak lagi dipahami dalam arti kerja domestik, seperti memasak, mengasuh anak dan mengatur rumah tangga serta melayani suami di kasur. 

Dapur sudah mengalami pergeseran penafsiran dengan memasuki penafsiran metafora, yakni kewajiban membiayai rumah tangga. Padahal dalam Al-Qur'an sudah jelas dikatakan bahwa tidak ada yang membedakan derajat antara kaum laki laki dengan kaum wanita.

Allah berfirman dalam al-Qur'an surat Al-Ahzab (33) ayat  35: "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."

Jelas sekali terpahami dalam ayat di atas, Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Siapa saja mendapat ganjaran dari amal perbuatan yang dilakukannya. Tidak ada penempatan yang lebih ataupun penempatan yang kurang dalam posisi itu. keduanya harus saling mendukung. 

Ini juga yang ditegaskan oleh Allah dalam surat An-Nisa (4) ayat 124: "Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun."

Suasana kebersamaan dalam membangun dan menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah warrahmah tidak menjadi tanggungjawab kaum laki-laki saja. Keduanya mempunyai peran dan fungsi yang sama dan setara. Bahkan al-Qur'an menegaskan bahwa keduanya harus terjalin kerja sama dan saling bantu membantu. 

Firman Allah dalam surat At-Taubah (9) ayat 71: "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Sudah jelas bahwa Islam dan aturan syariatnya tidak pernah membedakan dan mengucilkan para perempuan untuk tidak bekerja. Di Aceh sendiri dapat kita lihat sangat banyak kaum wanita yang ikut andil dalam dunia pekerjaan seperti menjadi guru/dosen, dokter, kerja kantoran dan bahkan menjadi pemimpin. Jadi apabila ada yang mempermasalahkan dan menanyakan perkara karier wanita di Aceh sangat terjamin, tidak ada halangan dan hambatan apapun apabila wanita ingin berkarier asalkan masih berada dalam zona syar'i tidak melanggar aturan aturan Islam. 

Budaya yang berkembang di masyarakat Aceh itu sepertinya hanyalah cara untuk menjaga perempuan saja agar terhindar dari fitnah. Namun apabila kita menilik ke dalam aturan Islam sendiri wanita Aceh sah-sah saja apabila ingin berkarier.

Penulis: Yulis Saputra (WaKabid Litbang/Mahasiswa Ilmu Politik Fisip UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini