-->








Mengenal Lebih Dekat Sosok Nova Iriansyah, Sang Gubernur Aceh

07 November, 2020, 18.03 WIB Last Updated 2020-11-07T11:03:56Z
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah resmi dilantik sebagai Gubernur Aceh (definitif) oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian pada 5 November 2020. Sepanjang hidupnya, Nova pernah dikeluarkan dari sekolah hingga menjadi dosen bergaji Rp 45 ribu.


Lahir di Banda Aceh, 22 November 1963, Nova Iriansyah memulai sekolahnya di bangku Taman Kanak-Kanak (TK) Persit Banda Aceh. Di sana, Nova kecil kerap juara dalam berbagai lomba, seperti cerdas cermat.


Setamat TK, Nova melanjutkan pendidikan ke SD 2 Banda Aceh. “Hanya sampai caturwulan 3 kelas 1, saya pindah ke Takengon (Aceh Tengah),” kisah Nova kepada saya dan tim saat mewancarainya untuk kepentingan penyusunan buku 55 Tahun Fakultas Teknik Unsyiah, Agustus 2018 silam.


Kala itu, Ayahnya HM Nurdin Sufi, seorang tentara berpangkat perwira, mendapat tugas untuk menjabat bupati di Aceh Tengah. Praktis seluruh keluarga di boyong ke sana. Aceh Tengah adalah kampung asli orang tuanya.


Keluarganya kemudian mendaftarkan Nova meneruskan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) 1 Takengon. Dia bersekolah seperti biasa sampai kelas 4 atau kelas 5, lalu pindah setelah dikeluarkan dari sekolah. Dia anak pintar, tapi kerap nakal membantah guru.


Nova masih mengingat persis peristiwa itu saat menceritakan kepada kami. “Saya melawan guru, namanya Ibu Zubaidah. Dalam pandangan saya yang masih kecil dan banyak siswa saat itu, beliau kejam. Saya melawannya,” kisahnya.


Usai kejadian tersebut, Nova menolak bersekolah karena tak mau lagi bertemu Ibu Zubaidah. Pihak sekolah kemudian mengeluarkannya. “Yang menjadi pelajaran bagi saya saat itu, ayah saya tak membela saya, karena salah,” kenangnya tersenyum.


Padahal ayahnya saat itu adalah penguasa daerah, tapi tetap menghormati guru sebagai pendidik. Nova dianggap salah oleh sang ayah, karena tak patuh guru. Persoalan selesai setelah Nova dipindahkan ke SD 3 Takengon, menjadi anak baik dan belajar dari kesalahannya sampai tamat pada tahun 1976.


Usai tamat pendidikan dasar, keluarga Nova kembali pindah lagi ke Banda Aceh. Dia melanjutkan sekolah di SMP 1 Banda Aceh, selanjutkan ke SMA 1 Banda Aceh, tamat tahun 1982.


Setamat sekolah menengah, meneruskan ke perguruan tinggi. Dia dan beberapa kawannya masuk universitas lewat Proyek Perintis, program afiliasi untuk mahasiswa yang disiapkan menjadi dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), program ini berkerja sama dengan universitas ternama di Indonesia, seperti UI, UGM, ITB, Padjadjaran, USU, ITS dan Unibraw.


Program digagas oleh Ibrahim Hasan, Rektor Usyiah kala itu, untuk menambah tenaga pengajar di Unsyiah. “Saya jadi dosen karena by design, menurut kemauan dan tak ada paksaan,” kisah Nova.


Nova masuk angkatan 1982, mengikuti seleksi di Unsyiah. Ia memilih di Teknik Sipil, tapi lulus untuk Teknik Kimia. Selanjutnya mereka diseleksi kembali untuk dikirim belajar ke ITS Surabaya, diwawancarai oleh para dosen, di antaranya Pak Imran dan Pak Rusli Ibrahim.


Setelah wawancara, Nova yang ingin masuk Arsitektur malah ditawarkan ke Perkapalan dan Kimia. “Arsitek itu untuk anak-anak pejabat,” bisik Pak Imran kala itu. Nova membantah, bahwa ada beberapa anak yang ayahnya bukan pejabat lulus di sana.


Imran melunak, Nova disodorkan kertas dan disuruh menggambar rumah atau gedung. Ia mengerjakannya dengan cepat, gedung SMA 1 seperti dalam bayangannya. Para penguji terkesima, hobinya terhadap gambar membuatnya terpilih untuk mengikuti kuliah di Teknik Arsitektur ITS, disiapkan menjadi dosen di Unsyiah.


Berangkat ke Surabaya pada 30 Agustus 1982, Nova tergabung dalam angkatan III Proyek Perintis bersama Alaidin, Maimun Ramli dan Izzaidi Idris dan sejumlah lainnya. Perkuliahan seperti biasa, pada semester enam sampai selesai, mereka disupport beasiswa oleh PT. Arun.


Selesai November 1987, mereka tak langsung pulang tetapi menghabiskan sebagian waktu untuk jalan-jalan sampai ke Bali. Wisuda digelar pada 26 Maret 1988 dan sebelum kemudian, Nova kembali ke kampus mengajar di jurusan Teknik Sipil sambil merintis lahirnya Teknik Arsitektur.


Menjadi Dosen dengan Honor Rp 45 Ribu

Selain dosen dengan honor rendah, Rp 45 ribu, kurang dari sepertiga jumlah beasiswa yang diterimanya saat kuliah, Nova bersama beberapa kawan menjalankan usaha sampingan. Menghidupkan sebuah perusahaan konsultan yang beralifiasi ke fakultas, PT. Arkenov, singkatan dari Arsitektur 10 November. Di sana bersama sejumlah alumni ITS yang baru menyelesaikan studi. “Proyek pertama kali adalah taman di Fakultas Ekonomi,” kenang Nova.


“Kami juga dapat proyek besar setelahnya, Beurawe Shopping Centre,” sambungnya. Setelah itu, banyak pekerjaan yang dilakukan perusahaannya. Terus mendapat tawaran dari berbagai pihak, perusahaan kewalahan.


Bersama kawan-kawan dosen lulusan arsitektur ITS, mereka menginisasi penerimaan mahasiswa baru tahun 1988 untuk Jurusan Arsitektur di Unsyiah, dengan mendompleng di Jurusan Teknik Sipil. Lalu sebanyak 25 mahasiswa diterima dan kuliah di sana, sambil terus meyakinkan pihak rektorat dan kementerian Pendidikan untuk melegalkan jurusan baru tersebut. Belakangan satu mahasiswa mundur, tinggal 24 orang.


Para dosen didatangkan dari ITS, dan saat semua mata kuliah dirampungkan, para mahasiswa binggung harus tamat dengan ijazah Teknik Sipil, sementara ilmu mereka Teknik Arsitektur. “Sempat mahasiswa melakukan aksi ke DPRA,” kisah Nova.


Nova dan para sahabatnya berusaha mencari jalan. Mereka juga melobi Prof Sukadji Ranuwihardjo, Dirjen Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Indonesia, untuk mendapatkan izin atas keberadaan Teknik Arsitektur, tapi tak berhasil. Selanjutnya, memakai dana pribadi, berkali-kali bolak-balik Banda Aceh – Jakarta - Surabaya untuk meminta bantuan Rektor ITS, agar para mahasiswa yang terlanjur direkrut dapat menyelesaikan Tugas Akhir (TA) di kampus itu. ITS menerima dan 24 mahasiswa selesai dengan predikat sarjana Teknik Arsitektur.


Keberadaan para alumni itu memperkuat kampus dan sebagian membangun perusahaan konsultan. Nova dan kawannya terus bekerja menyakinkan rektorat untuk menghadirkan Teknik Arsitektur di Unsyiah. “Baru tahun 1996 berhasil mendapat izin ketika Pak Dayan Dawood sebagai rektor.”


Nova melanjutkan pascasarjana di ITB pada September 1995, menyelesaikannya pada 1998, kembali ke kampus dan mengejar kembali seperti biasanya. Sambil mengajar, tetap membangun perusahaan dan tak meninggalkan organisasi. Karir tertingginya di kampus adalah Kepala Jurusan Teknik Arsitektur, pada April 2004.


Karir akademisi ditinggalkannya menjelang terpilih sebagai Ketua Partai Demokrat Aceh pada 17 Juni 2006. Itupun setelah meminta izin berkali-kali untuk mundur dan akhirnya diizinkan oleh Rektor Unsyiah saat itu, Prof. Abdi Abdul Wahab. Karir politisi kemudian mengantarkannya sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014.


Menang Pilkada 2017

Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh 2017, Nova Iriansyah tercatat sebagai salah seorang konstenstan, calon Wakil Gubernur Aceh yang berpasangan dengan Irwandi Yusuf sebagai Calon Gubernur.


Dalam pemilihan yang digelar serentak pada 15 Februari 2017, mereka berhasil mendulang suara terbanyak, mengalahkan 5 pasangan calon lainnya. Setelah melewati berbagai proses gugatan perselisihan pemilihan, pasangan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah kemudian ditetapkan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur terpilih, pada Jumat 7 April 2017.


KIP kemudian menyerahkan hasil penetapan tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Selanjutnya pada 14 April 2017, DPRA menggelar Rapat Paripurna Istimewa penetapan Irwandi Yusuf - Nova Iriansyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh periode 2017-2022. Rapat ini sekaligus pengumuman masa akhir jabatan Gubernur/Wakil Gubernur Aceh sebelumnya, Zaini Abdullah-Muzakir Manaf.


Pasangan Irwandi-Nova kemudian dilantik oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo dalam rapat paripurna di gedung DPRA, pada Rabu 5 Juli 2017. Mereka resmi memimpin Aceh.

Setahun menjalani masa jabatan, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf ditangkap Komisi Pemberatasn Korupsi dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 3 Juli 2018. Sejak itu, Nova Iriansyah menjalankan roda pemerintahan di Aceh berstatus Plt Gubernur Aceh.


Setelah kasus korupsi yang menjerat Irwandi Yusuf inkrah atau berkekuatan hukum tetap, beliau diberhentikan dari Gubernur Aceh. Saat ini, Irwandi sedang menjalani hukuman 7 tahun penjara di Lapas Sukamiskin, Bandung.


Pada 5 November 2020, Nova Iriansyah dilantik sebagai Gubernur Aceh (definitif) oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Dia melanjutkan sisa periode pemerintahan 2017-2022.


“Hari ini saya kembali berdiri di sini (DPRA) untuk menyatakan sumpah dan menerima pelantikan selaku Gubernur Aceh. Menjalankan amanah yang cukup berat dalam memimpin selama sisa jabatan dua tahun ke depan,” kata Nova Iriansyah dalam sambutannya usai pelantikan.[Kumparan]

Komentar

Tampilkan

Terkini