-->








DPRA Tolak Rancangan Qanun Pertanggungjawaban APBA 2020

21 Agustus, 2021, 21.41 WIB Last Updated 2021-08-21T14:41:38Z

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui Badan Anggaran (Banggar) menolak pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2020, Kamis (19/08/2021) malam.

LINTAS ATJEH | BANDA ACEH - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui Badan Anggaran (Banggar) menolak Rancangan Qanun Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun anggaran 2020.

Hal itu diputuskan dalam sidang paripurna DPRA yang berlangsung pada Jum’at (20/08/2021) malam.

Keputusan tersebut berdasarkan penolakan yang disampaikan oleh lima Fraksi serta Badan Anggaran (Banggar) DPRA.
Adapun Fraksi yang menolak tersebut masing-masing Fraksi Partai Aceh (PA), Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi PNA dan Fraksi PPP.

Penolakan oleh Fraksi ini didasari atas banyaknya pelanggaran yang bertentangan dengan aturan perundangan-undangan dalam pelaksanaan APBA tahun 2020.

Sementara itu, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi PKS serta Fraksi PKB-PDA menyatakan menerima Raqan Pertanggungjawaban tersebut. Namun dua anggota dari Fraksi PKB-PDA yakni Ridwan Abubakar dan Wahyu Wahab menyatakan menolak.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Sebelumnya, Kamis (19/08/2021), Juru Bicara Banggar DPRA, Azhar Abdurrahman mengatakan, pertanggungjawaban pelaksanaan APBA tahun anggaran 2020 yang telah tertera dalam hasil pemeriksaan atau audit dalam LHP-BPK RI yang secara umum menyangkut kinerja ekonomi makro Aceh, pengelolaan keuangan Aceh, penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan SKPA dan pelaksanaan tugas perbantuan dan penugasan banyak sekali ditemukan permasalahan dan kekurangan.

"Berdasarkan temuan LHP-BPK RI tahun anggaran 2020 dapat disimpulkan cukup banyak temuan pelanggaran keuangan Negara, setidaknya terdapat 30 temuan utama dalam LHP-BPK RI yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemerintah Aceh, begitu juga halnya dengan kegiatan proyek bermasalah yang telah menjadi target Aparat Penegak Hukum seperti kapal Aceh Hebat 1, 2, dan 3, serta proyek multiyears, penggunaan anggaran daerah lebih mengutamakan biaya aparatur misalnya anggaran untuk Staf Khusus dan Penasehat Khusus Gubernur Aceh yang mencapai Rp 6,3 Milyar serta bantuan untuk organisasi sosial lainnya yang kurang mempertimbangkan azas keadilan dan tidak mempunyai dasar hukum," terang Azhar Abdurrahman.

Selain itu, sebut Azhar Abdurrahman, pengelolaan keuangan Aceh sangat amburadul, seperti yang terjadi pada tahun anggaran 2020, dimana SILPA Aceh mencapai Rp 3,96 triliun, pergeseran anggaran atau refocusing sebanyak 4 kali melalui perubahan Peraturan Gubernur Aceh tentang Penjabaran APBA tahun anggaran 2020 dilakukan tanpa pemberitahuan DPRA, sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

"Kinerja ekonomi makro Pemerintahan di bawah kepemimpinan Gubernur Nova Iriansyah pada tahun ke 4, jika dilihat berdasarkan janji-janji kampanye sebagaimana yang dituangkan dalam RPJMA 2017-2022, masih jauh antara harapan dan kenyataan dan kesemua Visi dan Misi Aceh Hebat yang awalnya bertujuan untuk mensejahterakan Rakyat Aceh, ternyata tidak tercapai pada tahun ke 4 kepemimpinannya,buktinya sampai saat ini Aceh masih dinobatkan sebagai Daerah Termiskin se Sumatera, dan peringkat ke 6 termiskin se Indonesia," tuturnya.

Azhar juga menyebutkan, Banggar DPRA juga menemukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku pada pengelolaan keuangan pada Sekretariat Daerah Aceh dan di Badan Pengelolaan Keuangan Aceh. Serta banyak banyak program dan kegiatan yang tidak tepat sasaran.

"Terutama di Dinas Pendidikan Aceh, Dinas Perhubungan, Dinas PUPR, Dinas Pengairan, Dinas Perkim, dan dinas-dinas yang lain sehingga sangat merugikan Aceh, artinya juga bertentangan dengan berbagai ketentuan perundang-undangan," ucap Azhar.

Tidak hanya itu, lanjut Azhar lagi, pengalokasian dan penggunaan Dana Otonomi Khusus Aceh juga ditemukan tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus.

"Atas itu Badan Anggaran DPRA tidak dapat menyepakati racangan Qanun Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun anggaran 2020," tutup Azhar.[*/Red]

 

Komentar

Tampilkan

Terkini