-->








Tsunami Covid Ketiga, Bukti Gagapnya Kapitalisme Menghadapi Wabah

11 November, 2021, 18.15 WIB Last Updated 2021-11-11T11:15:35Z
PRESIDEN JOKO WIDODO mengingatkan peningkatan kasus Covid-19 di sejumlah negara dipengaruhi sejumlah faktor. Setidak-tidaknya ada penyebab utama "Pertama, relaksasi yang terlalu cepat dan tidak melalui tahapan-tahapan. Kedua, protokol kesehatan yang mulai kendor, misalnya kebijakan lepas masker di sejumlah negara.

Ketiga, lemahnya pengawasan prokes ketika pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah. Ungkap Jokowi saat memberikan pengarahan kepada para kepala daerah se-Indonesia secara virtual di Istana Merdeka, Jakarta, dikutip Selasa, 26 Oktober 2021. Baca berita disini

Sebenarnya secara global kasus Covid-19 termasuk Indonesia belum terlepas sepenuhnya dari kasus ini. WHO pun mengakui hal tersebut masih jauh dari kata selesai. Pengabaian terhadap virus in menjadi pemicu terciptanya gelombang lanjutan, Kini, China dan beberapa negara Eropa tengah mengalami gelombang ketiga Covid-19.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Bagaimana dengan Indonesia? Prediksi gelombang ketiga pandemic Covid-19 akan terjadi akhir desember 2021 hingga awal Januari 2022. Puncak gelombang ketiga ini terjadi sekitar awal Januari 2022. Prediksi ini berdasarkan sejumlah hal, diantaranya mobilitas yang meningkat hingga testing dan tracing yang masih rendah. Vaksinasi yang belum kuat, berbagai pelonggaran di sejumlah area, termasuk potensi varian Delta Plus dan kondisi libur panjang pada akhir tahun menjadikan peluang gelombang ketiga  benar-benar di depan mata. Baca berita disini

Ini memperlihatkan bahwa WHO gagal dijadikan rujukan dunia dalam penanganan pandemi, karena perspektif kapitalistiknya telah menjadi rujukan seluruh negara dalam menangani pandemi. Misalnya saja solusi "new normal" yang WHO sarankan kala covid-19 belum reda, lebih terlihat untuk mengakomodasi teriakan korporasi dari pada menyelesaikan problem pandemi.

Berbeda halnya dengan Islam yang segala penyelesaiannya bersandarkan pada Wahyu. Sistem ini mengupayakan penyelamatan nyawa manusia di atas kepentingan segalanya, termasuk ekonomi. Pengambilan keputusan semata berdasarkan pendapat para pakar untuk menyelesaikan pandemi. Ekonomi akan bangkit seiring terselamatkannya nyawa manusia. 

Kebijakannya pun akan konsisten berfokus pada penyelamatan nyawa.
Kesehatan yang menjadi aspek utama akan terus ditingkatkan baik dari sistem maupun fasilitas kesehatan dengan kualitas terbaik dan kuantitas yang memadai. Pemeriksaan dan penelusuran terjadinya kasus positif akan ditangani dengan upaya dan riset paling muktahir. Sementara protokol kesehatan juga diterapkan di seluruh penjuru negeri dan melalui pengawasan yang terjamin.

Berkaitan dengan ekonomi, maka sistem Islam memiliki ketahanan terhadap krisis dan mampu bertahan dalam kondisi wabah melanda. Negara memiliki kemampuan logistik yang memadai untuk mebuat daya imunitas tubuh masyarakat berada pada puncaknya. 

Sebab, negara mampu menjamin pemenuhan semua kebutuhan dasar tiaporang secara sangat manusiawi sebagaimana yang sudah lazim ia lakukan di saat tidak terjadi wabah. Baik kebutuhan pangan, air bersih, perumahan, juga energi dan transportasi. Demikian juga kebutuhan pendidikan.

Fakta pandemi yang mengglobal menuntut Tindakan yang mendunia berdasarkan area epidemi, bukan sekat sekat nasionalisme dan kedaerahan. SARS-CoV-2 tidak mengenal sekat-sekat itu. Sehingga, pelaksanaan, prinsip dan tindakan Islam tersebut berjalan sinkron di seluruh dunia. Artinya, dibutuhkan kepemimpinan yang berkapasitas sebagai metode pelaksana, sekaligus bertindak nyata membantu negara-negara lain dalam menerapkan prinsip dam tindakan eradikasi yang shahih. Wallahu’alam.

Penulis: Desi Trisnawati (Pemerhati Masalah Sosial dan Remaja)
Komentar

Tampilkan

Terkini