-->

Menggema Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Usai Rumor Denny Indrayana

30 Mei, 2023, 21.53 WIB Last Updated 2023-05-30T14:53:42Z

Ilustrasi surat suara pemilu. (Pradita Utama/detikcom)

LINTAS ATJEH | JAKARTA - Publik digegerkan dengan klaim mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana yang mengaku dapat informasi mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai politik. Sejumlah pihak, terutama partai politik, menolak jika pemilu kembali coblos partai politik.
Denny Indrayana yang kini berprofesi sebagai advokat mengklaim mendapatkan informasi mengenai putusan Mahkamah Konstitusi akan mengembalikan sistem coblos partai. Putusan itu diklaim Denny diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion di MK.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," ucap Denny Indrayana kepada wartawan, Minggu (28/05/2023).

Denny mengklaim mendapatkan informasi putusan MK bukan dari Hakim MK. Namun, dari orang disebut Denny punya kredibilitas.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.

Mahkamah Konstitusi kemudian buka suara soal pernyataan Denny Indrayana mengklaim mendapatkan informasi mengenai putusan MK perihal sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem coblos partai. Juru bicara MK, Fajar Laksono, menegaskan klaim Denny itu tidak benar.

"Ya saya akan tanyakan ke hang bersangkutan. Tapi itu tadi, alurnya begitu, penyerahan kesimpulan, baru akan dibahas," kata Fajar pada wartawan di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (29/05/2023).

"Nah, bagaimana mungkin bocor atau apa, kalau itu saja belum dibahas. Silakan tanyakan pihak yang bersangkutan," lanjutnya.

Fajar mengatakan pihaknya akan membahas persoalan tersebut dalam lingkup internal MK. Pihaknya juga belum memastikan akan memanggil Denny Indrayana atau tidak dalam masalah ini, yang jelas, MK masih membahas kasus ini.

"Ya tentu kami sudah membaca, sudah mencermati pertimbangan hari ini. Bukan tidak mungkin akan ditempuh langkah-langkah. Tapi akan dibahas lebih dulu secara internal, kira-kira langkah-langkah apa yang harus dilakukan Mahkamah Konstitusi," ucapnya.

PAN Anggap di Luar Nalar

Ketum PAN Zulkifli Hasan yakin informasi yang didapat Denny Indrayana kalau MK mengabulkan sistem pemilu coblos partai tidak benar. Zulhas menekankan MK lembaga terdepan penjaga demokrasi bukan malah perusak demokrasi.

"Ada rumor yang menyatakan bahwa MK akan mengabulkan gugatan dan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup. Saya berharap hal itu tidak benar. Sebab saya masih yakin MK adalah garda terdepan penjaga demokrasi di Indonesia. Bukan perusak demokrasi," kata Zulhas dalam cuitannya yang diunggah, Minggu (28/05/2023).

Zulhas mengatakan pemilu proporsional terbuka atau coblos caleg sudah dilakukan sejak Pemilu 2009. Semua pihak sudah sepakat terkait hal itu. Meskipun belum sempurna, menurutnya, sistem tersebut sangat baik untuk sistem demokrasi.

"Kita sudah melaksanakan pemilu memakai sistem proporsional terbuka sejak Pemilu 2009, 2014, dan 2019. Penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) sudah terlatih. Rakyat pun sudah terbiasa dengan memilih orang secara langsung, juga di pilkada maupun pilkades. Pemantau pemilu, LSM, dan pegiat demokrasi sudah bersepakat bulat bahwa sistem proporsional terbuka adalah sistem terbaik dalam pembangunan demokrasi saat ini," ujarnya.

"Meskipun belum sempurna, perlu perbaikan. Tapi sangat lebih baik dibandingkan dengan sistem pemilu tertutup yang mengebiri suara rakyat, menjadikan pemilu terdistorsi dari prinsip demokrasi konstitusional," lanjutnya.

Menteri Perdagangan ini mengatakan 8 parpol di DPR RI sudah bersuara dan meminta agar sistem proporsional terbuka dipertahankan, begitu juga dengan semua pihak. Dia meminta MK mendengar aspirasi tersebut.

"Saat ini 8 partai politik di Senayan sudah bersuara dan menghendaki sistem Pemilu 2024 tetap seperti sekarang saja, menggunakan sistem pemilu terbuka. Begitu juga masyarakat dan kekuatan civil society, aspirasinya sama. Maka dari itu MK harus mendengar dan serius untuk mengkaji dengan adil. Dulu MK pernah membatalkan sistem pemilu tertutup terbatas. Diganti dengan sistem pemilu terbuka. Sekarang di luar nalar jika MK menyetujui gugatan kembali ke pemilu tertutup, hanya mencoblos gambar partai," ujarnya.

Zulhas menaruh doa agar putusan MK sesuai dengan harapan banyak orang, demi kepentingan bangsa. "Semoga Allah Tuhan Yang Maha Kuasa memberi penerangan dan petunjuk ke jalan yang benar. Semua untuk kebaikan masyarakat, bangsa dan negara," lanjutnya.

NasDem Tolak Pemilu Coblos Partai

Waketum NasDem Ahmad Ali mengatakan partainya menolak sistem coblos gambar partai. Ali bicara soal demokrasi saat Orde Baru yang membuat rakyat tak punya peran apapun dalam menentukan siapa wakil mereka di lembaga legislatif.

"Kita pernah merasakan bagaimana ketika demokrasi di Indonesia itu di zaman orde baru itu menjadi gelap ya karena partai begitu berkuasanya dan rakyat menjadi tidak punya peran apa-apa dalam menentukan wakil mereka di DPR. Karena partai menjelma menjadi orang yang lebih tau, lebih memahami keinginan rakyat, bukan rakyat sendiri yang memahami dan punya hak," kata Ahmad Ali kepada wartawan, Senin (29/05/2023).

Dia mengatakan Orde Baru berakhir dengan reformasi yang membuat demokrasi menjadi lebih sehat. Namun, kini, katanya, demokrasi hasil reformasi itu diteror oleh kepentingan suatu kelompok.

"Jadi tentunya ini periode yang sangat menyakitkan bagi demokrasi kita saat itu. Kemudian ketika di reformasi yang diperjuangkan dengan darah dan nyawa untuk menyehatkan demokrasi di Indonesia itu kemudian hari ini kita dihantui, diteror oleh kepentingan suatu kelompok," ujarnya.

Ali mengatakan masyarakat sistem coblos gambar partai saja akan membuat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) semakin tumbuh subur. Dia mengatakan sistem coblos gambar partai membuka peluang lembaga legislatif diisi oleh orang-orang yang dekat elite partai saja, bukan orang yang dipilih rakyat.

"Sekarang ini kalau katakanlah tertutup, maka kemudian orang menjadi tidak confident, semua orang harus memilih gambar. Jadi ini akan membuka tumbuh suburnya kembali KKN di negeri ini, orang-orang hanya memilih partai, politik itu hanya milih orang-orang yang punya hubungan kedekatan dengan elite partai sehingga kemudian rakyat yang terlahir tidak mempunyai garis partai, tidak punya hubungan anak elite partai, ya mereka pasti tidak punya keberanian untuk bermimpi menjadi anggota DPR RI," ucap Ali.

Ali khawatir dengan kualitas anggota DPR jika Pemilu 2024 dilakukan dengan sistem coblos gambar partai. Dia menyebut KKN sudah makin sulit dihindari.

"Jadi kalau anggota DPR hari ini dipilih oleh rakyat dianggap tidak berkualitas. Nah, bagaimana kalau kemudian itu dipilih oleh partai? Pasti akan sangat KKN, orang yang bekerja, kemudian elite partai yang punya nama. Pastilah sulit kita hindari KKN," tutur Ali.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Golkar: Mayoritas Rakyat Ingin Terbuka

Partai Golkar juga merespons rumor bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan Pemilu 2024 digelar dengan proporsional tertutup atau coblos partai. Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Nurul Arifin, menyebut apa yang disampaikan oleh Denny membuat masyarakat harus waspada.

"Tapi apa yang disebutkan oleh informasi yang disebutkan oleh Denny Indrayana ini buat kami adalah untuk aware, untuk waspada, bahwa jangan sampai kemudian terjadi bajakan demokrasi gitu ya," kata Wakil Ketua Umum, Nurul Arifin, di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (29/05/2023).

Menurut Nurul, mayoritas partai termasuk Partai Golkar ingin agar Pemilu 2024 tetap berjalan proporsional terbuka. Masyarakat pun dinilai ingin sistem pemilu coblos caleg.

"Jadi kan semua rakyat kelihatannya mayoritas ingin terbuka. Partai juga waktu Januari lalu kelihatan dari sembilan partai delapan partainya ingin terbuka gitu," katanya.

Nurul menyampaikan pernyataan Denny Indrayana sebagai tanda perlu hati-hati. "Itu buat kami membangun awerness aja gitu, jadi harus hati hati ini," katanya.

PKS Nilai Coblos Caleg Sesuai Konstitusi

Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid meminta rumor putusan MK sistem pemilu coblos partai tidak digeser ke kebocoran rahasia. Menurut Hidayat, permasalahan utama bukanlah soal kebocoran putusan, namun terkait putusan MK nantinya.

"Menurut saya jangan sampai isunya bergeser jadi kebocoran atau tidak kebocoran, karena permasalahan terkait mengkritisi sikap MK itu sudah terjadi, saya sudah berkali-kali mengkritisi ini," ujar Hidayat kepada wartawan saat ditemui di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (29/05/2023).

Hidayat berharap agar informasi putusan MK itu tidaklah benar. Jika MK betul memutuskan mengembalikan pemilu ke sistem coblos partai, Hidayat menilai MK tidak konsisten dengan keputusannya sendiri.

"Tahun 2008, MK sudah memutuskan keputusan yang mengarahkan sistem pemilu yang tadinya tertutup menjadi terbuka dan itu yang dilaksanakan dalam Pemilu 2009, 2014, dan 2019. Pertanyaannya, kalau MK kemudian mengubah menjadi dari terbuka menjadi tertutup, bagaimana MK menyikapi tentang sifat daripada keputusan MK yang UU Pasal 24c ayat 1 disebutkan keputusan MK sifatnya final dan mengikat, kalau sekarang akan diubah apa alasan konstitusionalnya apakah sistem terbuka melanggar konstitusi, pasal berapa yang dilanggar? Nggak ada," imbuhnya.

Hidayat mempertanyakan dasar hukumnya jika MK benar akan memutuskan sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup. Menurut Hidayat, sistem proporsional terbuka justru lebih sesuai dengan konstitusi.

"Justru sistem terbuka lebih dekat dengan konstitusi ketimbang tertutup. Buktinya? Pasal 22e ayat 2 disebutkan pemilu untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD, presiden, dan wapres. Memilih anggota, tidak ada kata-kata memilih partai politik nggak ada itu," tutur Hidayat.

Respons Menko Polhukam

Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan Mahkamah Konstitusi sudah mengambil tindakan buntut tersebarnya rumor pencoblosan Pemilu 2024 dilakukan dengan mencoblos gambar partai. Mahfud berharap kasus ini tidak membuat situasi panas.

"MK sendiri sudah mengambil tindakan ke dalam yang tadi diberitahu kepada saya. 'Pak kami akan cari siapa orang dalam yang berbicara seperti itu ke Pak Denny'. Sementara keluar dia akan meminta Denny akan mengklarifikasi melalui hukum, itu diskusi tadi tapi mudah-mudahan tidak sampai panas lah," kata Mahfud kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (29/05/2023).

Mahfud mengatakan klaim Denny Indrayana soal rumor putusan MK itu juga sudah ditanyakan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Kapolri disebut akan mempelajari terlebih dahulu jika ada laporan masuk ke Polri.

"Pas tadi saya bersama dengan Pak Sigit, Pak Kapolri dan Pak Panglima, di Hotel Westin itu memang ditanyakan Pak itu orang mau lapor soal itu, kebocoran rahasia gimana pak? Pak Kapolri melihat, kita pelajari lebih dulu kalau ada laporan seperti apa," ujar Mahfud.

Mahfud mengatakan MK belum menyampaikan putusan terkait sistem pemilu. Menurut Mahfud, MK baru akan menerima kesimpulan dari pihak yang berperkara.

"Memang anu sih memenuhi syarat untuk direspons oleh polisi karena termasuk pembocoran rahasia, tidak boleh dibuka ke publik apalagi MK-nya sendiri belum rapat, kok informasinya sudah 6 banding 3? MK itu saya sudah tanya tadi baru akan menerima kesimpulan dari masing-masing berperkara baru besok tgl 31 sesudah itu dijadwalkan sidang untuk mengambil kesimpulan," beber Mahfud.

"Sehingga kalau dikatakan ada info A1, info A1 biasanya kalau dalam ilmu intelijen biasanya yang paling terpercaya. Kalau info A1 tuh dari siapa dan sebagainya itu MK-nya sendiri kredibilitasnya rusak kalau ada orang dalam bercerita sesuatu apalagi tidak benar, yang benar saja tidak boleh diceritakan," sambung Mahfud.[detikNews.com]

Komentar

Tampilkan

Terkini