KASUS PERCERAIAN di Indonesia terbilang tinggi. Setidaknya ada 516 ribu pasangan yang bercerai setiap tahun. Di sisi lain, angka pernikahan justru mengalami penurunan. Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Prof. Dr. Kamaruddin Amin menjelaskan, jumlah perceraian terbilang fantastis.
516 ribu setiap tahun adakah angka perceraian setiap tahunnya. Sementara, angka pernikahan semakin menurun, dari 2 juta menjadi 1,8 juta peristiwa nikah setiap tahun. Data tersebut berdasarkan penuturan Kamaruddin Amin dalam agenda Rakornas Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) 2023. (Baca disini)
Melihat fakta yang ada, kasus perceraian di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat hingga 15% dari tahun sebelumnya. Bahkan di tahun 2023 ini menjadi angka perceraian tertinggi dalam 6 tahun terakhir.
Tingginya angka perceraian menunjukkan bahwa rapuhnya bangunan keluarga di Indonesia ini. Ada beberapa penyebab yang menjadi pemicu perceraian di antaranya perbedaan visi misi keluarga, problem ekonomi hingga berdampak pada finansial, serta perselingkuhan.
Problem-problem yang terjadi dalam institusi pernikahan sejatinya tidak terlepas buah dari sistem kehidupan sekuler kapitalisme yang melingkupi masyarakat. Sistem melahirkan pemikiran mengubah pandangan suami istri ala kapitalis orientasinya pada materi semata.
Diperparah lagi dengan problem ekonomi yang gonjang ganjing akibat dari sistem ekonomi kapitalisme, di mana perempuan dituntut untuk bekerja kebalikannya laki-laki yang di tutup lapangan pekerjaan.
Ironi PHK besar-besaran mengakibatkan sejumlah kepala keluarga yang menjadi tulang punggung digantikan oleh kaum perempuan bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Peran negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan sangat minim dan terbatasnya, ditambah membuka peluang para pekerja asing semakin rakyat sendiri tersingkirkan.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM
Usut punya usut jika di tarik benang merahnya bahwasanya problem yang terjadi semua diakibatkan dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme menciptakan kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin. Pada sistem ini kekayaan yang seharusnya berputar di seluruh lapisan masyarakat hanya berhenti pada orang-orang kalangan atas.
Pada hal sumber kekayaan alam di negeri ini berlimpah ruah, sayangnya tidak bisa dirasakan oleh masyarakat kecil. Mau tidak mau masyarakat kecil memutar otak untuk memenuhi kebutuhan mereka, tak jarang peran perempuan harus keluar rumah demi membantu menopang ekonomi keluarga.
Apalagi lingkungan kerja yang tidak ramah, pergaulan bebas antara lawan jenis, di tambah kondisi rumah tangga yang kurang harmonis mendorong masing-masing pasangan mencari kenyamanan luar sehingga berorientasi pada kasus perselingkuhan. Belum lagi kasus kekerasan pada rumah tangga (KDRT), minimnya pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan tak jarang seseorang melakukan tindak kekerasan. Inilah sejumlah deretan alasan dari kasus perceraian.
Pada hal sejatinya jika berkaca pada pandangan Islam, sesungguhnya membentuk rumah tangga bagian dari syariat. Ada sejumlah hukum yang harus di taati dalam menjalankan biduk rumah tangga. Contohnya laki-laki sebagai pemimpin dan perempuan sebagai ummu wa rabbtuh bayt (pengatur rumah tangga) dengan demikian akan tercipta visi misi keluarga muslim.
Ini bisa kita lihat dalam firman Allah SWT:
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan).” (QS. An- Nisa : 14).
Kaum laki-laki maupun perempuan, keduanya memiliki kewajiban dan konsekuensi dari amanah yang Allah tetapkan di setiap masing-masing pundak mereka.
Hidup berumah tangga sejatinya merupakan ibadah terlama, dan menyempurnakan separuh agama dalam Islam. Jadi tujuannya adalah mencari keridhoan Allah SWT dengan ikhlas berharap berkeluarga hingga ke jannah.
Di samping itu negara juga berperan besar dalam menyiapkan masyarakat memasuki jenjang pernikahan. Dengan cara mengadakan parenting nikah bisa di lakukan, di dalamnya tentu meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan aspek rumah tangga, seperti membangun hubungan suami istri, pola asuh, pemenuhan gizi keluarga, ekonomi keluarga, dll.
Islam sangat memahami bahwa rumah tangga berperan besar dalam menjamin keberlangsungan peradaban. Ini karena setiap keluarga terintegrasi dengan tanggung jawab masa depan bangsa dan negara. Yakni melahirkan generasi muda ke depannya untuk peradaban manusia.
Sedemikian rupa dalam Islam diperhatikan dalam aspek rumah tangga. Tentunya tidak akan bisa terjadi bila sistem sekuler kapitalisme masih eksis. Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan institusi rumah tangga selain kembali pada syariat-Nya secara kafah. Walahu’alam bisawab
Penulis: Nur Ida Sannu (Pemerhati Sosial)