-->

Filosofi Tradisi di Hari Makmeugang di Aceh

11 Maret, 2024, 14.47 WIB Last Updated 2024-03-11T07:47:24Z
LINTAS ATJEH | ACEH SELATAN - Aceh selain mayoritas beragama Islam, Aceh juga menyimpan banyak keanekaragaman kebudayaan tradisi yang masih dilestarikan sampai sekarang ini. Salah satu tradisinya adalah meugang atau lebih sering disebut oleh masyarakat Aceh dikenal  dengan sebutan makmeungang atau Uroe Keuneukoh.

Tradisi meugang biasanya dilakukan oleh masyarakat Aceh dalam menyambut bulan suci ramadhan, salah satu budaya yang sudah turun-temurun dilakukan oleh masyarakat Aceh dalam menyambut bulan puasa. 

Tradisi pemotongan hewan kurban dalam masyarakat khusus di Aceh dikenal sebagai meugang atau makmeungang. "Meugang" sendiri merupakan menyantap memasak daging bersama keluarga, yang dilakukan sehari menjelang bulan puasa. 

"Makmeungang tahun ini saya merasa bahagia dan senang karena momen meugang tahun ini saya bisa berkumpul bersama keluarga saya.  Biasanya keluarga saya memasak daging rendang apabila di hari makmeungang," ujar Yola.

Tradisi ini merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat Aceh dimana sehari menjelang bulan ramadhan masyarakat Aceh membeli daging untuk keluarga. Berbagai lapisan masyarakat desa maupun perkotaan ikut dalam perayaan hari makmeugang. 

Di hari makmeugang ini waktu yang dimanfaatkan oleh keluarga di Provinsi Aceh sebagai waktu berkumpul makan bersama, tidak sedikit masyarakat Aceh juga merayakan meugang bersama anak yatim untuk merayakannya.

Makmeugang sendiri ritual yang sangat penting untuk mengungkapkan rasa syukur dari kebersamaan dalam menyambut bulan suci ramadhan. 

Hari meugang sendiri pada awalnya makmeungang dilakukan oleh kerajaan Aceh. Saat itu, Sultan Iskandar Muda pada  1607-1636 M memotong hewan dalam jumlah yang banyak dan dagingnya dibagi - bagikan ke penduduk masyarakat Aceh sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih kepada rakyatnya. Setelah Kerajaan Aceh menaklukkan  Belanda pada 1873 dan juga untuk merayakan datangnya bulan suci ramadhan saat itu. 

Salah satu mahasiswa T Mursyidul Akhyar  mengatakan bahwa di hari meugang ini sangat berkesan. Dan yang membuat rindu ialah berkumpul bersama keluarga, akan tetapi makmeugang tahun ini terhalang oleh kuliah di bulan ramadhan 2024 ini.

"Tapi masakan yang sering dihidangkan keluarga saya  saat  acara makmeugang biasanya memasak ayam dan daging sapi," ucapnya. 

Makmeugang sebenarnya memiliki cerita yang unik bagi masyarakat Aceh dimana makmeugang digunakan sebagai ajang pembuktian harga diri seorang laki-laki untuk mertuanya. Jika sang suami tidak mampu membawa pulang daging sebanyak minimal 5 kilogram, maka mertua akan dianggap sebagai lelaki yang tak tahu malu atau tidak mampu menjadi menantu yang sejati.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

"Bahkan seringkali menjad bahan gunjingan oleh tetangga karena tidak bisa membawa daging untuk mertuanya, walaupun mertuanya tidak mempermasalahkannya. Wajar harga daging saat hari makmeugang sendiri terbilang mahal karena semakin tinggi harga danging semakin tinggi pula harga diri seorang laki-laki itu sendiri," bebernya. 

Sebenarnya hari makmeugang, merupakan  hari yang spesial bagi masyarakat Aceh untuk berkumpul dengan keluarga dan sahabat. 

"Saya merasa bahagia dan senang karena di hari meugang tahun ini bisa berkumpul bersama family, kesan yang paling saya sukai dimana bisa berlibur dan makan bersama dengan kerabat terdekat." ujar Sari Rahmadhani.

Adapun acara ini dari makmeugang adalah makan daging yang telah dimasak dengan berbagai macam lauk lainnya dan dimakan bersama - sama sesuai dengan daerah khasnya masing-masing. 

Di Aceh Selatan, khususnya di daerah Kluet Utara, Kluet Timur dan Kluet Selatan lebih suka memasak daging sop atau kari. Namun di Aceh Selatan di daerah Kluet Utara, Kluet Timur dan Kluet Selatan khususnya di Gampong Durian Kawan masyarakatnya lebih sering memasak Kerabu atau Rabee. 

Tidak hanya daging, masyarakat Aceh juga khususnya di daerah Durian Kawan Kecamatan Kluet Timur pada saat acara makmeungang berlangsung mulai dari masak leumang, tapai ketan, timpan dan ketupat.

Istilah makmeugang sendiri dimana kata makmue yang berarti makmur dan gang sendiri tempat berjualan di pasar, dimana memberikan gambaran tentang gang menjadi ramai, makmeugang dilakukan sebanyak 3 kali dalam setahun yaitu menjelang puasa ramadhan, idul fitri, dan idul adha. 

Azmul Atia salah satu masyarakat Aceh mengungkapkan kesan yang paling dikenang apabila di hari makmeugang ialah satu sisinya senang karena melihat antusias umat Islam berbondong-bondong menyambut datangnya bulan ramadhan yang mulia.

"Tapi sedihnya ketika tidak bisa menunaikan ramadhan nanti bersama ayah seperti orang lain," ungkapnya.

Masih kata dia, adapun masakan yang sering dibuat apabila acara makmeugang biasanya keluarga memasak rabee. 

"Rabee sendiri merupakan makanan khas Kluet yang terbuat dari daging sapi atau kerbau serta dibumbui rempah-rempah yang  menjadi ciri khas dari masakan rabee itu sendiri," ujarnya. 
"Menghabiskan waktu hari makmeugang  tahun 2024 ini di jembatan PDKT Paya Dapur, Kecamatan Kluet Timur Aceh Selatan, bersama keluarga besar," tutupnya. [Syahrul Amin/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini