-->

100 Hari Kepemimpinan Aceh: Empat Pulau Hilang, Kenapa Pemerintah Aceh Diam?

25 Mei, 2025, 22.09 WIB Last Updated 2025-05-25T15:09:40Z
LINTAS ATJEH | ACEH BESAR - Genap 100 hari sudah Pemerintah Aceh menjalankan roda pemerintahan di bawah kepemimpinan baru. Namun bukannya menorehkan prestasi awal, publik justru dikejutkan oleh kabar yang menyakitkan: empat pulau yang secara historis dan administratif selama ini termasuk dalam wilayah Aceh, kini tercatat sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Utara.

Yang lebih mengkhawatirkan, peristiwa sebesar ini berlangsung nyaris tanpa sikap resmi dari Pemerintah Aceh. Tak ada konferensi pers, tak ada pembelaan hukum, bahkan tidak ada klarifikasi kepada masyarakat. Pemerintah seolah bungkam, padahal ini menyangkut batas wilayah, kedaulatan daerah, dan kehormatan Aceh sebagai entitas bersejarah.

Diamnya Pemerintah Aceh inilah yang kemudian memantik kritik tajam dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari M. Ikram Al Ghifari, Aktivis Muda dan Pengamat Kebijakan Publik asal Aceh Besar.

“Empat pulau bukan sekadar titik koordinat di peta. Itu adalah bagian dari tanah leluhur kita, bagian dari identitas Aceh. Ketika itu bisa hilang begitu saja tanpa reaksi dari pemimpin kita, maka yang hilang bukan hanya pulau, tapi juga keberanian dan rasa tanggung jawab," tegas M. Ikram Al Ghifari kepada media ini, Minggu (25/05/2025).

Ia menambahkan, dalam 100 hari pertama, seharusnya Pemerintah Aceh memperlihatkan arah dan ketegasan sikap dalam menjaga kedaulatan wilayah. “Kalau soal sepenting ini saja tidak ditanggapi, bagaimana rakyat bisa percaya pemerintah akan menyelesaikan masalah-masalah besar lainnya? Kita tidak butuh pemimpin yang hanya sibuk dengan pencitraan," ujarnya. 

"Kita butuh pemimpin yang berdiri paling depan saat marwah Aceh diganggu. Saya berharap pemerintah Aceh dan dinas terkait bisa lebih waspada dan menjaga pulau-pulau yang ada di Aceh, jangan sampai diambil alih oleh provinsi lain. Karena di Aceh ini sangat banyak pulau dan kadang pulau ini tidak terpantau dan diurus oleh pihak pemerintah daerah atau dinas daerah setempat,” tambahnya.

Sementara itu, sejumlah akademisi dan tokoh adat menilai bahwa Pemerintah Aceh seharusnya segera membentuk tim kajian hukum dan advokasi wilayah, serta melakukan upaya hukum ke Mahkamah Konstitusi atau instansi pusat yang berwenang. Jika dibiarkan, mereka khawatir ini akan menjadi preseden buruk bagi wilayah-wilayah lain di Aceh yang berbatasan langsung dengan provinsi tetangga.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM 

Isu kehilangan empat pulau ini menjadi catatan kelam di awal masa jabatan pemerintahan baru Aceh. Rakyat kini menunggu, akankah para pemimpin daerah bangkit dan bersuara, atau tetap memilih diam hingga Aceh kehilangan lebih dari sekadar pulau?

Untuk informasi, dilansir dari Metropolis.id, empat pulau yang selama ini berada di wilayah provinsi Aceh, tepatnya di Singkil Utara, kini secara resmi menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

Keputusan ini berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2 - 2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada tanggal 25 April 2025.

Setiap pulau mendapatkan kode wilayah administratif baru, yaitu:

• Pulau Panjang dengan kode 12.51.4014
• Pulau Lipan dengan kode 12.01.40013
• Pulau Mangkir Gadang dengan kode 12.01.40015
• Pulau Mangkir Ketek dengan kode 12.01.40016

Proses perubahan status kepemilikan pulau-pulau tersebut telah berlangsung sejak tahun 2022 dan akhirnya disahkan pada April 2025.

Dengan keputusan ini, keempat pulau tersebut secara resmi masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.[*/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini