-->

 



 


Sorotan Publik Terhadap Aktivitas Tambang PT Serambi Timur di Tangse

12 November, 2025, 19.52 WIB Last Updated 2025-11-12T12:52:16Z
AKTIVITAS eksplorasi tambang tembaga yang dilakukan oleh PT Serambi Timur di Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, kembali menjadi sorotan publik. Setelah sempat dipanggil oleh Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Pidie pada 21 Oktober 2025 dalam rapat dengar pendapat (RDP), polemik keberadaan perusahaan ini justru semakin memanas.

Dalam rapat tersebut, sejumlah geuchik (kepala desa) dan anggota DPRK sepakat menerima kehadiran PT Serambi Timur dengan dalih dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Namun keputusan itu justru menimbulkan kekecewaan dan penolakan luas dari masyarakat Tangse yang selama ini bersentuhan langsung dengan aktivitas eksplorasi di lapangan.

Menurut warga, hasil RDP tersebut tidak mencerminkan aspirasi masyarakat secara menyeluruh, karena DPRK dinilai belum melakukan tugas pengawasan dengan maksimal—khususnya dalam meninjau langsung lokasi-lokasi terdampak.

“Kami tidak pernah dilibatkan sejak awal. Mereka memutuskan seolah-olah atas nama masyarakat, padahal kami yang akan merasakan dampaknya,” kata warga. 

Masyarakat menilai bahwa sikap DPRK dan sebagian perangkat gampong yang mendukung kehadiran PT Serambi Timur menunjukkan minimnya keberpihakan terhadap rakyat kecil yang hidup dari tanah dan air di kawasan Tangse.

Fakta di lapangan menunjukkan, aktivitas pengeboran PT Serambi Timur sudah berlangsung sangat dekat dengan kawasan pertanian masyarakat, seperti di Gampong Blang Bungong. Padahal, wilayah tersebut berdasarkan data resmi tidak termasuk dalam zona eksplorasi yang tercatat di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Temuan ini menimbulkan tanda tanya besar: mengapa pengeboran bisa dilakukan di luar wilayah izin eksplorasi? Lebih dari itu, masyarakat heran bagaimana mungkin kegiatan sedekat itu dengan sawah dan pemukiman warga bisa dilegalkan tanpa kajian lingkungan yang memadai.

Sejak awal, PT Serambi Timur dinilai beroperasi dengan banyak kejanggalan. Perusahaan dengan luas izin mencapai 2.537,6 hektare ini disebut tidak memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) ataupun UKL-UPL, yang seharusnya menjadi prasyarat utama sebelum memulai kegiatan eksplorasi.

Lebih parah lagi, tidak ada keterbukaan informasi publik terkait peta wilayah, titik koordinat pengeboran, maupun laporan kegiatan eksplorasi. Padahal, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui detail aktivitas perusahaan yang berpotensi memengaruhi ruang hidup mereka.

“Ketiadaan AMDAL dan keterbukaan data adalah bentuk pelanggaran serius. Pemerintah daerah harus bertanggung jawab karena telah membiarkan kegiatan ini berlangsung tanpa kontrol yang jelas,” tegas salah satu aktivis lingkungan Tangse.
Tangse dikenal sebagai wilayah subur dan menjadi sumber kehidupan bagi ribuan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pertanian, perkebunan, dan sumber air alami. Aktivitas pengeboran logam berat seperti tembaga dinilai dapat menimbulkan risiko pencemaran tanah dan air, yang dalam jangka panjang mengancam keberlanjutan hidup masyarakat.

Penulis: T. Fatwa Qaharsyah Putra  (Mahasiswa Prodi Desain Interior ISBI Aceh)
Komentar

Tampilkan

Terkini