-->

 



 


Transformasi Militer di Era Global: Dampak, Tantangan, dan Respons Kebijakan

14 November, 2025, 14.22 WIB Last Updated 2025-11-14T07:22:49Z
DI ERA GLOBALISASI, transformasi militer menjadi fenomena yang tak terelakkan. Negara-negara semakin meningkatkan kemampuan pertahanan mereka melalui modernisasi alutsista, riset teknologi, dan kerja sama strategis lintas negara. Sebagai contoh, menurut laporan SIPRI, pengeluaran militer global pada 2024 melonjak 9,4 % menjadi US$ 2.718 miliar, angka tertinggi sejak Perang Dingin.  Peningkatan ini menunjukkan bahwa dalam tatanan global yang semakin tegang, negara-negara menempatkan prioritas tinggi pada aspek keamanan militer.

Dampak positif dari transformasi militer di era globalisasi tidak bisa diabaikan. Pertama, modernisasi militer mendorong inovasi teknologi. Banyak anggaran dialokasikan untuk pengembangan pesawat tempur siluman, drone, dan sistem bawah laut otomatis.   Inovasi ini kemudian bisa berdampak pada sektor sipil melalui spin-off riset dan pengembangan, memperkuat industri teknologi dalam negeri.

Kedua, peningkatan anggaran militer memberikan insentif bagi pertumbuhan ekonomi lokal melalui investasi di industri pertahanan, menciptakan lapangan kerja dan mendorong daya saing internasional.

Namun, transformasi militer global juga membawa risiko besar. Peningkatan belanja militer seringkali mengorbankan anggaran sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Bila prioritas negara bergeser terlalu jauh ke pertahanan, kesejahteraan publik bisa tertinggal.

Selain itu, perlombaan persenjataan (arms race) global bisa memancing ketegangan geopolitik yang berisiko escalasi konflik. Belanja militer yang terus naik juga menimbulkan beban fiskal dan ketidakpastian ekonomi jangka panjang. 

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA LINTASATJEH.COM

Studi di Indonesia misalnya menunjukkan bahwa meski world military expenditure memengaruhi sektor pertahanan, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi bisa negatif karena risiko inflasi dan pembiayaan anggaran.  

Di sisi kebijakan, pemerintah menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan kebutuhan pertahanan dan kesejahteraan publik. Sebagai ilustrasi, anggaran pertahanan Indonesia meningkat secara nominal dari US$ 8,8 miliar pada 2023 menjadi US$ 10,6 miliar pada 2025, tetapi persentase terhadap PDB masih rendah, hanya naik dari 0,7 % menjadi 0,77 %.

Alokasi anggaran juga masih didominasi oleh biaya personel dan manajemen (51 %), sedangkan modernisasi dan pengadaan alutsista hanya sekitar 40 %. Ini menunjukkan bahwa meski ada niat modernisasi, prioritas sesungguhnya masih sebagian besar terserap untuk operasional militer dasar.

Maka dari itu, respons kebijakan yang tepat sangat diperlukan. Pemerintah perlu menyusun roadmap modernisasi militer yang jelas, dengan target transparan dan alokasi anggaran yang proporsional antara belanja operasional, modernisasi, dan riset. Selain itu, penting untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam pertahanan, baik melalui latihan bersama, transfer teknologi, maupun diplomasi militer agar modernisasi tidak membentuk ancaman, tetapi justru memperkuat stabilitas regional.

Di tingkat nasional, penguatan kontrol parlemen atas anggaran pertahanan dan audit publik bisa memastikan bahwa transformasi militer sejalan dengan kepentingan rakyat, bukan semata persaingan global.

Penulis: Fqih Ramadhani Mukhti (Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala)
Komentar

Tampilkan

Terkini