Lintas Atjeh - Tak kurang dari seribu orang dari Aktivis dan mahasiswa di Lhokseumawe menggelar aksi demo akbar, di sepanjang jalan kota itu, Kamis (14/08/2014). Demo yang bertajuk pada implementasi MoU Helsinky ini menuntut keberadaan UUPA di Aceh yang terkesan belum muncul kehadapan rakyat. Beberapa kelompok aktifis dari mahasiswa dan Ormas yang terdiri dari Bem Unimal, Bem STIKIP, LIMA, PII Aceh Utara, IMATA, KMPA Lhokseumawe, Bytra, Sepakat, LBH Lhokseumawe Pos Lhokseumawe dan LPL-Ha dikoordinir sejumlah Bem mahasiswa.
Aliasi Rakyat Aceh untuk UUPA juga membeberkan realiasi nihil perdamaian Aceh sebagaimana yang tertuangkan dalam PP, Perpres dan juga Qanun Aceh. Aliansi yang tergabung dari sejumlah mahasiswa, aktifis dan ormas tersebut juga menyurati lembaran petisi bersama kepada Kementrian Hukum dan HAM, Komnas HAM, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian ESDM, Crisis Managemen Initiave (CMI) dan Front Oentuk Bantu Aceh (FOBA)
Dalam press realisi yang di kirimkan oleh Aliasi Rakyat Aceh untuk UUPA menyebutkan, lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh ditahun 2006 menjadi semangat dan harapan baru bagi rakyat Aceh, yang pada saat itu baru saja keluar dari zona konflik vertikal dengan Pemerintahan Pusat di Jakarta. UUPA menjadi resolusi pasca damai yang menjadi amanah langsung dari Momerandum Of Understanding (MoU) Heslinki yang lahir pada tahun 2005 silam.
Harapan baru Aceh tersebut dimaknai dengan berbagai berbagai kewenangan yang terangkum dalam UUPA. Pasal 7 UUPA menyebutkan, bahwa Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah, meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moniter dan fiskal nasional dan urusan tertentu dalam bidang agama.
Tetapi, 9 (sembilan) tahun sudah umur MoU Heslinki serta 8 (delapan) tahun UUPA sudah disahkan, namum harapan akan kewenangan Aceh belum juga selesai. Misalnya masih ada PP dan Kepres yang belum selesai diantaranya; PP Pengelolaan bersama minyak dan gas bumi Aceh, PP Nama dan gelar Aceh, PP kewenangan pusat yang bersifat nasional di Aceh, Perpres kantor wilayah BPN Aceh dan kabupaten/kota menjadi perangkat Aceh dan kabupaten/kota.
Dalam tataran provinsi Aceh, ada puluhan qanun provinsi yang perlu segera disusun berdasarkan UUPA, kebutuhan ini penting untuk mengawal proses implementasi UUPA kedepan.
Untuk menjawab semua hal tersebut, maka kami dari Aliansi Rakyat Aceh untuk UUPA meminta, kepada Presiden Republik Indonesia untuk mempunyai komitmen dengan segera membentuk peraturan pelaksana baik PP maupun kepres, guna implementasi UUPA sebagai wujud komitmen jelas pemerintahan Pusat juga kepada DPR-RI untuk segera merumuskan segala ketentuan terkait implementasi UUPA, khususnya DPR-RI dan DPD asal Aceh perlu membentuk sebuah tim lobi ditingkat Nasional untuk mengawal segala peraturan pelaksana terkait UUPA.
Kepada Gubernur Aceh serta DPRA Aceh untuk terus melakukan langkah konsultasi, agar semua peraturan pelaksana seperti PP atau kepres segera ada di Aceh. Diperlukan memperkuat tim lobi agar proses turunan UUPA segera tercapai dengan pertimbangan subtansi sesuai dengan MoU Heslinki. Disamping itu agar terus menyelesaikan berbagai qanun yang menjadi perintah langsung UUPA (Qanun provinsi). [01]