BANDA ACEH - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dan Balai Syura
Ureung Inoeng Aceh (BSUIA) yang tergabung dalam Koalisi untuk Reformasi
Birokrasi (KRB) Kota Banda Aceh, menggelar Forum Dialog Kesehatan di Aula Dinas
Kesehatan Kota Banda Aceh, Selasa (28/4/2015).
Kegiatan
dengan tema “Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik Sektor
Kesehatan di Kota Banda Aceh” ini merupakan forum
dialog yang digelar untuk kedua kalinya bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota
Banda Aceh.
Pertemuan
ini dihadiri lebih dari 75 peserta dari berbagai unsur, baik dari unsur
Dinas Kesehatan, Puskesmas, Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Komisi Informasi
Aceh, BPJS Kesesehatan Kota Banda Aceh, geuchik, kelompok perempuan, dan LSM
yang selama ini fokus soal kesehatan di Kota Banda Aceh. Forum ini tidak ada
narasumber secara khusus, tidak ada presentasi sama sekali. Semua yang hadir
merupakan peserta sekaligus narasumber yang memiliki informasi soal layanan
kesehatan di Kota Banda Aceh.
Abdullah
Abdul Muthaleb dari KRB Banda Aceh menjelaskan, bahwa forum dialog ini memiliki
dua makna penting. Pertama, warga kota perlu memberikan dukungan baik berupa
kritik maupun saran dengan semangat perbaikan untuk menumbuhkan kesadaran
positif antara “penerima layanan” dengan “penyedia
layanan” akan pentingnya relasi yang setara antara keduanya.
Kedua,
selama ini belum ada ruang dialog kesehatan yang berjalan secara reguler
di Kota Banda Aceh yang ditengarai menjadi salah satu penyebab mengapa
kemudian komunikasi antara penyedia layanan termasuk pengambil kebijakan dengan
penerima layanan belum terbangun secara baik. “Kita
meminta kepada Pemerintah Kota agar budaya berdialog soal pelayanan
publik ini dilakukan secara reguler sehingga warga kota tahu apa yang sedang
dikerjakan oleh Pemerintah Kota sekaligus dapat menyampaikan masukan untuk
perubahan. Ke depan kita berharap forum dialog seperti ini terus dapat
dilanjutkan, bukan hanya pada sektor kesehatan tetapi juga pada sektor lainnya,”
ungkap Abdullah.
Walikota
Banda Aceh dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kota Banda Aceh, dr Media Yulizar menyampaikan apresiasi atas forum
dialog ini. “Cita-cita kita adalah menciptakan Banda Aceh sebagai
Model Kota Madani yang salah satu kriterianya adalah kota yang memiliki
keterlibatan publik yang tinggi. Sudah saatnya kita sama-sama saling membuka
diri, dan mendengarkan satu sama lain akan segala permasalahan yang ada
khususnya di bidang kesehatan sehingga segala isu atau permasalahan yang ada
dapat terselesaikan dengan baik,” ungkap Walikota
Banda Aceh
Forum
dialog ini mengupas banyak persoalan termasuk tawaran perubahan atau inovasi
baru dalam pemberian layanan. Beberapa peserta juga menyampaikan keluhan dengan
layanan Polindes yang acapkali tidak jelas operasionalnya. Rasyidah, salah
seorang peserta dari Meuraxa menyampaikan agar Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh
membenahi operasional Polindes di gampong. Menurutnya, kadang tidak jelas
jadwal buka dan tutupnya.
Hal
senada juga disampaikan oleh Halik Saing selaku Geuchik Gampong Kuta Baru. “Saya
mendesak agar Pemerintah Kota Banda Aceh melakukan evaluasi terhadap Pustu yang
ada di tempat kami. Warga gampong saya itu seperti terbelah dalam berobat. Ada
yang ke Puskesmas Jeulingke, ada yang ke Kuta Alam dan ada yang ke Puskesmas
Lampulo. Karena itu, mohon dipertimbangkan agar sarana Pustu ditingkatkan atau
Pustu tersebut dinaikkan kapasitasnya menjadi Puskesmas,”
sebutnya.
Fasilitas
Puskesmas juga disorot. Pemerintah Kota didesak untuk mempercepat proses
rehabilitasi atau rekonstruksi gedung Puskesmas yang sudah tidak cukup mampu
memberikana layanan terbaik. “Layanannya sudah
bagus, tetapi fasilitasnya seperti gedung tidak lagi sesuai. Puskesmas Meuraxa
misalnya, gedungnya sangat kecil sehingga yang berobat menjadi
berdesak-desakan. Ini perlu menjadi perhatian para pengambil kebijakan,”
sebut Nevi Ningsih, warga dari Flower Aceh.
Rudi
Irawan dari Ombudsman RI Perwakilan Aceh menjelaskan bahwa pelayanan publik itu
sifatnya dinamis. Akan terus berkembang sesuai dengan perubahan masyarakat. “Oleh
karena itu, deretan prestasi oleh Pemerintah Kota Banda Aceh tetap mesti
diberikan apresiasi. Akan tetapi Pemerintah Kota, termasuk RSUD hingga
Puskesmas, harus terus mengembangkan inovasi layanan. Mesti ada terobosan baru
sehingga layanan kesehatan di Kota Banda Aceh semakin berkualitas dan
responsif. Sebab, persoalan layanan publik termasuk sektor kesehatan akan
semakin kompleks,” jelas Rudi.
BPJS Kesehatan Didesak Perbaikan
Layanannya
Forum
dialog ini juga membicarakan terkait penyelenggaraan jaminan kesehatan.
Beberapa peserta mengeluh dengan proses memperioleh kartu Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang selama ini dibawah kendali BPJS Kesehatan. Para geuchik
yang hadir juga mempertanyakan lambanya respon sekaligus tidak ada informasi
yang jelas kapan kartu tersebut akan dibagikan kepada warga. Padahal dijelaskan
bahwa geuchik sudah menyampaikannya kepada kecamatan. “Kami
meminta agar perlu dipercepat dan kalau bisa dilakukan sosialisasi lebih
terfokus di gampong soal ini, termasuk memperjelas soal layanan mendapatkan
kartu tersebut. Selaama ini prosesnya amburadul,”
ungkap Ridwan, Geuchik Alue Dayah Tengoh.
Di
samping itu, peserta dialog mendesak BPJS Kesehatan Kota Banda Aceh untuk
memperjelas SOP pengurusan kartu tersebut. “Berapa hari urusannya
di level Geuchik, berapa hari di level kecamatan, dan seterusnya,”
ujar Hendra Saputra.
Menanggapi
beberapa masukan dan pertanyaan peserta, Kahar Muzakar yang mewakili BPJS
Kesehatan menyampaikan apresiasi atas kritikan dan masukan dari peserta. “Kami
sadari bahwa ekspetasi publik atas pelayanan berkualitas di sektor kesehatan
sangat tinggi. BPJS Kesehatan menyadari bahwa apa yang kami lakukan perlu
pembenahan. Tetapi harus diingat juga bahwa setiap pihak yang berkaitan dengan
pengelolaan BPJS Kesehatan ini punya peran dan tanggung jawab secara jelas.
Beberapa tawaran yang disampaikan tadi termasuk sosialisasi lebih detail ke
level gampong akan menjadi perhatian kami,” pungkasnya.[rls/pin]