-->








PT. Amalkoe Dua Langsa Diduga Gunakan Dokumen Kayu Abal-Abal

01 Mei, 2015, 19.55 WIB Last Updated 2015-05-01T12:58:33Z
ACEH TIMUR - Pemerintah Aceh diminta meninjau ulang Instruksi Gubernur Aceh Nomor 05/Intr/2007 tentang Moratorium Logging (jeda atau penghentian sementara penebangan kayu) karena tidak efektif untuk menekan penebangan kayu di Aceh.

Kemudian, membangun komitmen agar para Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) melalui nota kesepahaman (MoU) atau diterapkan dalam qanun sebagai landasan penghentian sementara penebangan kayu terutama di Aceh Timur.

Hal itu disampaikan oleh Muzakir ketua LSM KANA kepada lintasatjeh.com, Jum'at (01/05/2015) di Idi Rayeuk.

Menurutnya, penghentian sementara yang diberlakukan melalui instruksi yang dikeluarkan sejak 2007 ternyata hanya memberi peluang penebangan bagi pemodal, ini terbukti dengan adanya operasional kilang kayu PT. Amalkoe Dua di Gedubang Kota Langsa yang diduga kilang kayu tersebut tidak memiliki ketersediaan hutan sebagai lokasi penebangan, yang menjadi alasannya perusahaan itu menebang kayu di hutan rakyat atau lahan kelompok tani. Ternyata itu hanya kamuflase karena yang ditebang hutan adalah hutan/lahan milik Teja yang nota bene memiliki lahan yang beralaskan sekitar 60 buah Surat Keterangan Tanah (SKT).

Kata dia, lahan tersebut yang seharusnya digunakan dan difungsikan sebagai lahan produktif untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan bagi masyarakat banyak, tapi ironisnya lahan itu hanya dikuasai oleh satu orang yang hanya dimanfaatkan kayunya oleh Teja warga Sumut untuk bahan baku sawmill saja.

"Hal itu yang masih menjadi tanda tanya adalah bagaimana mekanismenya warga Sumut (Teja) bisa mendapatkan dan memiliki serta menguasai lahan tersebut? Ini perlu kita pertanyakan kepada perangkat dan Pemerintahan desa setempat yaitu, Desa Alur Labu Blang Tualang, Kec. Birem Bayeun," tukasnya.

"Kenyataannya rakyat yang dijadikan kambing hitam sebagai penyebab terjadinya penebangan kayu secara illegal, bahkan mereka diburu dan ditangkap karena menebang kayu walaupun hanya untuk kepentingan rumah tangga," ujarnya lagi.

Masih kata Muzakir, hal tersebut terjadi akibat lemahnya pengawasan terhadap penebangan kayu yang seharusnya lebih diperketat, mulai dari pemberian izin garap dan sebagainya.

"Apakah disebabkan dengan bahasa nge-trend sekarang ini yang biasa disebut-sebut dengan bahasa, yang penting ada kordinasi," sindirnya.

"Dengan harapan selain pengetatan perizinan, pengawasan dan lain-lain yang bersifat mengantisipasi atau preventif atas kerusakan hutan, penindakan secara hukum juga harus lebih tegas, yakni menegakkan hukum pidana tanpa tebang pilih,"demikian pungkas Muzakir.

"Sumber lain (salah satu anggota Polhut) yang namanya tidak mau dipublikasikan juga menyebutkan PT. Amalkoe Dua (Teja) sering mengangkut kayu tanpa dilengkapi dokumen, dan belum lama ini juga diduga PT. Amalkoe Dua ada mengangkut sekitar 8 s/d 10 truk kayu balok gelondongan. Yang menggunakan dokumen hanya 4 truk selebihnya menggunakan dokumen abal-abal, terkadang lewat dari jalan kebun Timbang Langsa tembus jalan ke Gedubang Kota Langsa.[w4]
Komentar

Tampilkan

Terkini