-->




Meski Telah Dibebaskan, Tapol Papua Filep Karma Tetap Diawasi

24 November, 2015, 09.15 WIB Last Updated 2015-11-24T02:24:39Z
IST


PAPUA - Aparat di Papua menyatakan akan terus memonitor perkembangan setelah Filep Karma, seorang tahanan politik yang dihukum penjara karena menaikkan bendera Bintang Kejora dan berbicara dalam pawai prokemerdekaan Papua pada 2004 lalu, dibebaskan dari Penjara Abepura, Kamis (19/11) pagi waktu setempat.

Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih, Kolonel Teguh Pudji Raharjo, mengatakan ia mengetahui Filep Karma telah dibebaskan. Namun, dia mengaku belum mencium gelagat bahwa Filep akan kembali memimpin gerakan kemerdekaan Papua.

Meski demikian, dia mengindikasikan bahwa Filep akan terus mendapat pengawasan.

“Kalau memang melanggar norma dan aturan yang sudah ditentukan, ya pasti itu akan berurusan dengan hukum dan polisi tidak akan tinggal diam. Kita akan selalu memonitor perkembangan dan situasi yang ada,” kata Teguh kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan. 

Tolak grasi 

Berbicara kepada BBC Indonesia dalam wawancara pertamanya sejak dibebaskan, ia mengatakan sangat kaget saat diberi tahu bahwa ia akan dibebaskan lebih awal mengingat dia baru menjalani 11 tahun dari 15 tahun vonis penjara.

"Saya tahunya akan dibebaskan tahun 2019. Karena saya menolak semua remisi. Tiba-tiba saya dipaksa keluar dari penjara. Saya bertahan tapi petugas penjara berkata, ‘Tidak bisa’. Saya bilang, ‘Oke kalau begitu panggil polisi biar saya diseret ke luar’. Mereka bilang, ‘Tidak, kami tidak mau yang begitu,’" tutur Filep Karma.

Pada Mei lalu, Presiden Joko Widodo menyebut telah mengusahakan pembebasan Filep Karma melalui proses grasi. Namun, Filep menolak karena menerima grasi berarti dia mengaku bersalah atas kesalahan yang tidak pernah dia lakukan. 

Perjuangkan kemerdekaan Papua 

Ketika ditanya apakah akan terus memperjuangkan kemerdekaan Papua setelah bebas, Filep menjawab mantap.

“Ya. Karena belum merdeka, berarti perjuangan saya belum selesai. Saya akan tetap berjuang sampai Papua merdeka,” ujar Filep.

Meski telah bebas dari penjara, Filep Karma mengatakan masih terkurung dalam negara Indonesia dengan aturan-aturannya yang disebut diskriminatif dan rasialis.

Lebih jauh, dia berpesan kepada Presiden Jokowi untuk mencabut semua aturan yang melarang warga Papua menyerukan kemerdekaan Papua.

“Kemudian (pemerintah Indonesia) membiayai pemilihan umum memilih anggota parlemen nasional Papua. Membiayai orang Papua untuk mengadakan pelaksanaan kongres penyusun undang-undang negara Republik Papua Barat. Lalu, membiayai pemilihan umum presiden Papua Barat. Setelah semua siap, menyerahkan kedaulatan kepada pemerintah Papua Barat. Indonesia bisa pulang dengan kepala tegak, dada dibusungkan. Kami, orang Papua, akan mengakui ‘Memang benar, dulu Indonesia jahat tapi Indonesia sadar akan kesalahannya dan berbuat baik untuk orang Papua’,” papar Filep.

Dalam berbagai kesempatan, pemerintah Indonesia menegaskan kemerdekaan bagi Papua bukan opsi. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah berkata bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia dan pemerintah memusatkan diri pada pembangunan. 

Menyambut dengan catatan 

Pembebasan Filep Karma mendapat sambutan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan disertai catatan khusus mengenai 52 tahanan politik di Papua yang masih dipenjara. Mereka tersebar di berbagai penjara, termasuk di Abepura, Jayapura, Wamena, Manokwari, Nabire, dan Paniai.

“Kami menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk membebaskan semua tahanan di penjara yang dihukum berkaitan dengan kebebasan berpendapat. Kami juga menegaskan bahwa pembangkangan bukanlah kejahatan,” kata Jeremy Laurence, pejabat informasi Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (UNOHCR).[Okezone]
Komentar

Tampilkan

Terkini