![]() |
Foto : Okezone |
MEDAN - Pemberantasan terorisme di Indonesia sepertinya sudah tidak memiliki cara-cara yang manusiawi. Pasalnya, orang yang ditugaskan untuk memberantas itu sudah kebablasan
sehingga warga yang belum tentu bersalah justru harus meregang nyawa.
Permasalahan diatas akan dikupas tuntas pada acara “DISKUSI
PUBLIK” Tinjauan berbagai aspek Tentang Terorisme dan Radikalisme.
Penyelenggara Kegiatan ini adalah Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara bekerjasama dengan
Fakultas Hukum UMSU, PKSK UMSU dan Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sumut.
Kegiatan ini akan digelar pada hari Sabtu, 9 April 2016 jam
13.30 WIB, bertempat di Pendopo
Fakultas Hukum UMSU. Adapun nara sumber kegiatan adalah Raden
Muhammad Syafi’i (Romo) Anggota Kimisi III DPR RI, Drs. Shohibul Anshor
Siregar, M.Si (Pengamat Politik), Dr. Faisar Ananda, MA (Akademisi Islam), Dr.
Abdul Hakim Siagian, M.Hum (Pakar Hukum).
Kegiatan
ini terbuka untuk Umum. Diharapkan kegiatan ini akan
melahirkan rekomendasi dalam penyelesaiaan kasus Siyono dan Evaluasi Kinerja
Densus 88.
Dalam siaran persnya, Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah
Sumut, M. Basir Hasibuan, MPd kepada
lintasatjeh.com, Rabu (6/4/2016), mengatakan banyak
warga saat ini ketakutan dikarenakan situasi yang riskan sebab bisa membuat
siapa saja menjadi tertuduh atau dianggap menjadi terorisme tanpa bukti yang jelas,
ditangkap bahkan bisa saja tewas. Ada 121 orang terduga
teroris yang belum dikenakan status apapun, fakta ini menunjukkan bahwa semakin brutalnya
Densus 88 sebagai Lembaga Negara terhadap rakyatnya.
Oleh karena itu, kata dia, perlu dilakukan audit total kinerja
satuan khusus anti-terorisme atau yang lebih dikenal dengan Detasemen Khusus 88
Anti Teror. Karena kinerja Densus 88 belakangan menjadi sorotan
akibat arogansi yang ditunjukkan.
Kematian Siyono merupakan bukti nyata tindakan Densus 88
yang tidak manusiawi, kenapa karena kita tentu
tidak percaya jika pengawalan dari Densus yang memiliki standar baku memborgol
tangan dan kaki bisa membuat Siyono melawan.
“Boro-boro berkelahi.
Terduga menggerakkan tangan saja, kemungkinan sudah ditembak mati karena
dianggap melawan. Untuk itu, Densus
88 yang membawa Siyono hingga kehilangan nyawanya, harus di audit
agar transparan dalam melaksanakan aksinya. Kita belum tahu mengapa Siyono ditangkap.
Masyarakat tidak
tahu bagaimana prosedur sebenarnya. Ketika sudah jatuh korban, lalu dianggap
tidak terjadi apa-apa, itu kan sudah berbahaya,” cetusnya.
Muhammadiyah dengan tegas menentang radikalisme dan teorisme, tegas dia, dakwah Muhammadiyah itu
selalu moderat. Kalau betul ada orang-orang yang terbukti melakukan tindakan
terorisme yang menimbulkan korban, Muhammadiyah juga pasti akan menuntut agar
orang tersebut diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Banyak dugaan dan fakta yang sudah ditemukan.
Dan semua
itu harus dikaji dan didiskusikan, supaya kebenaran bisa diketahui oleh masyarakat.
“Bagaimana perasaanmu, jika keluargamu dibunuh tanpa
peradilan?
Sedangkan Allah berkata: “Barang siapa membunuh seorang
manusia tanpa haq, berarti dia membunuh seluruh kehidupan manusia. Barang siapa
menjaga dan memelihara kehidupan seorang manusia berarti dia telah menjaga
kehidupan manusia seluruhnya”.
“Kita berharap semua orang,
termasuk petugas Densus 88 agar mempunyai nurani, bagaimana perasaanmu, jika keluargamu dibunuh tanpa peradilan,” ucap Ketua Muhammadiyah Sumut.[Rls]