LANGSA - Momen hari raya
adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh anak-anak. Biasanya mereka akan
mendapatkan uang hari raya dari orang tua, abang, kakak dan seluruh famili yang
mereka kunjungi hari itu. Khusus untuk anak laki-laki, selain mendapatkan uang
hari raya, ada yang kurang istimewa bagi mereka kalau belum juga dapat membeli
senjata mainan yang berpeluru plastik. Padahal pada hakekatnya hari raya itu
untuk bersilaturahmi, namun namanya juga anak-anak kalau hari raya mainannya ya
senjata mainan.
Kalau tidak punya senjata
mainan belum 'sah' hari rayanya. Atau mungkin sudah tradisi turun temurun
setiap lebaran tiba, kalangan anak-anak pasti akan main perang-perangan. Sudah
menjadi kebiasaan anak-anak di Aceh, setiap perayaan hari raya, baik Idul Fitri
maupun Idul Adha selalu bermain perang-perangan. Anak-anak tersebut selalu
membentuk satu kelompok dan berkumpul pada satu tempat untuk 'menyerang'
kelompok lainnya.
Mereka 'berperang' di
jalan raya layaknya pasukan GAM dan TNI/Polri dulu. Bahkan terkadang senjata
mainan saat ini mirip dengan senjata beneran sampai-sampai peluru dari tembakan
mainan dapat membuat cidera serius yang dialami si anak.
Biasanya menjelang siang
hari, anak-anak itu akan jalan atau sekadar duduk-duduk berkelompok di suatu
area, baik itu di kios-kios yang tutup sementara atau di depan meunasah,
biasanya mereka akan menunggu "musuh" di tempat itu.
Memasuki lebaran hari
ketiga di jalan A. Yani, Langsa tampak relatif lebih padat dari biasanya.
Sekelompok anak-anak sedang berkumpul di depan kios kecil yang sedang tutup
untuk menghabiskan waktu sambil memeriksa senjata mereka, raut wajah mereka
yang terlihat serius memberi kesan sedang merencanakan sesuatu, namun entah
rencana apa itu.
Kopa, salah satu diantara
mereka yang memegang senjata jenis AK-47 sangat antusias mengawasi setiap
kendaraan yang lewat, terutama yang membawa rombongan anak-anak karena memang
rombongan tersebut yang ditunggu-tunggu untuk diserang.
Saat lebaran, anak-anak
akan lebih suka bepergian dengan mobil terbuka atau becak mesin dan diantara
mereka juga rata-rata sudah memiliki senjata mainan karena akan siap membela
diri saat diserang. Selang beberapa menit, dari kejauhan sebuah becak mesin yang
mengangkut sejumlah anak-anak terus bergerak mendekat. Mereka juga memegang
senjata mainan.
Kopa ibarat panglima bagi
kelompok tersebut dengan suara keras langsung memberikan aba-aba kepada
rekan-rekannya dan mereka langsung mengokang senjata, sambil cari posisi untuk
menyerang. Saat rombongan itu melintas di depannya, seketika trap..trap..trap…!
mereka memuntahkan peluru plastik dari senjatanya ke arah anak-anak yang sedang
menumpangi becak mesin. Kelompok anak-anak yang menumpangi becak mesin yang merasa
diserang, sekilas merekapun membalas tembakan dengan senjata mainan di tangan,
dari atas becak yang terus berjalan.
Mereka terus terlibat
kontak senjata sekitar satu menit, kemudian berhenti seiring jarak becak sudah
menjauh. Peperangan tersebut sepintas mirip dengan peperangan yang pernah
terjadi dan meniru pola perang yang pernah melibatkan GAM dan TNI. Dimana pihak
GAM yang kerap menunggu truk-truk TNI yang melintas di jalan raya, kemudian
dengan mudah menyerang musuhnya.
Kegiatan perang-perangan ini
sudah menjadi tradisi bagi anak-anak di Aceh. Seperti itulah yang terlihat dari
suasana perang yang dilakukan sekelompok kecil anak-anak dalam menghabiskan
liburan Idul Fitri di Aceh. Meski resiko yang dapat mencederai mata dari
peluru, tapi tak menyurut niat mereka untuk adu nyali. Kontak 'senjata' sudah
merembet hingga kota Langsa. Bagaimana di kita anda?[AD]

