Pertanyaan :
Jerat Hukum Bagi Pencatut
Nama Orang Lain
Bila seseorang dimasukkan
sebagai tenaga ahli dalam dokumen tender namun tanpa persetujuan yang
bersangkutan, apakah pihak yang menggunakan nama orang lain tanpa ijin tersebut
dapat dikenai tuntutan oleh yang bersangkutan (tenaga ahli)? Kami mengucapkan
terima kasih atas perhatian dan jawabannya.
Jawaban :
Intisari:
Pihak
yang menggunakan nama seorang ahli dalam dokumen tender, tanpa persetujuan ahli
tersebut, dapat dipidana karena melakukan penipuan dan pemalsuan surat. Ahli
yang namanya dipergunakan tanpa seizinnya dapat melaporkan orang tersebut ke
polisi.
Penjelasan lebih lanjut,
dapat dibaca dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Sebelum kami menjawab
pokok permasalahan yang Saudara tanyakan kepada kami, kami mengucapkan terima
kasih atas kepercayaan Saudara kepada kami untuk menjawab pertanyaan yang
Saudara ajukan, serta kami mengucapkan turut prihatin atas permasalahan yang
Saudara atau kerabat atau bahkan keluarga Saudara alami saat ini.
Pada pokoknya, menggunakan
nama orang lain tanpa sepengetahuan atau tanpa izin pemilik nama yang
bersangkutan untuk dicantumkan ke dalam suatu dokumen yang memberikan tanggung
jawab, bukanlah suatu tindakan yang dibenarkan, baik di dalam kehidupan
masyarakat maupun di dalam pengaturan hukum. Maka dari itu, berikut kami akan
menjabarkan langkah hukum yang dapat Saudara tempuh terkait permasalahan ini.
Bila melihat kronologi
singkat yang Saudara sampaikan kepada kami, maka ada beberapa pelanggaran yang
dilakukan oleh seseorang yang telah mencantumkan nama Saudara tanpa izin:
Orang tersebut dapat
dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang menerangkan sebagai berikut:
“Barang
siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menggerakkan orang
lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang
maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.”
Hal tersebut di atas
dipertegas oleh pendapat ahli Moh. Anwar dalam bukunya yang berjudul Hukum
Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) Jilid I yang menyatakan bahwa dalam Pasal
378 KUHP terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur Subyektif: dengan maksud
a.
Menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
b.
Dengan melawan hukum.
2. Unsur Objektif:
membujuk atau menggerakkan orang lain dengan alat pembujuk
atau penggerak
a.
Memakai nama palsu;
b.
Memakai keadaan palsu;
c.
Rangkaian kata bohong;
d.
Tipu Muslihat agar:
(1) Menyerahkan suatu barang;
(2) Membuat hutang;
(3) Menghapuskan hutang.
Bila melihat isi ketentuan
dan pendapat ahli hukum pidana tersebut di atas, memasukkan nama seseorang
menjadi tenaga ahli dalam dokumen tender tanpa izin dan/atau sepengetahuan dari
yang bersangkutan seperti yang Saudara sampaikan, jika perbuatan tersebut
akhirnya menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya, maka hal
tersebut telah memenuhi unsur penipuan.
Penipuan adalah delik
laporan, oleh karena itu, baik pihak yang mengetahui adanya pencatutan nama
seorang tenaga ahli (dalam hal ini Saudara sebagai tenaga ahli yang
bersangkutan) dalam suatu dokumen tender ataupun pihak yang dirugikan
(Penyelenggara Tender terkait) dapat melaporkan orang atau lembaga Peserta
Tender kepada pihak Kepolisian atas adanya dugaan tindak pidana penipuan
sebagaimana diatur dalam pasal tersebut di atas.
Selain itu, dapat juga
dipidana atas dasar pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP yang selengkapnya
berbunyi sebagai berikut:
1) Barang siapa membuat secara tidak benar atau
memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan
hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud
untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya
benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan
kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
2)
Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang
isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika
pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Terkait pasal di atas,
Adami Chazawi dalam bukunya yang berjudul Kejahatan Terhadap Pemalsuan,
menjelaskan tentang pengertian pemalsuan surat sebagai berikut:
“Membuat
surat palsu (membuat palsu/ valselijk opmaaken sebuah surat) adalah membuat
sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar
atau bertentangan dengan yang sebenarnya.”
R. Soesilo dalam bukunya
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasal, menjelaskan mengenai surat yang dipalsu sehubungan dengan Pasal 263 KUHP, yaitu bahwa surat yang
dipalsukan tersebut harus suatu surat yang:
1.
Dapat menerbitkan suatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil,
dan lain-lain);
2.
Dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya: surat perjanjian utang piutang,
perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);
3.
Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kwitansi atau surat semacam itu);
atau
4.
Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu
perbuatan atau peristiwa (misalnya: surat tanda kelahiran, buku tabungan pos,
buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).
Demikian kami sampaikan
beberapa langkah hukum yang dapat Saudara tempuh di kemudian hari. Semoga
bermanfaat.
Dasar
Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
Referensi:
1. Adami Chazawi, S.H.
Kejahatan Terhadap Pemalsuan. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2001.
2. Anwar, Moch. Hukum
Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) jilid I. Bandung: Citra Aditya Bhakti,
1989.
3. Prof. Moeljatno, S.H.
Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta:Rineka Cita, 2008.
4. R. Soesilo, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal, Bogor: Politeia, 1991.[Hukumonline]