-->

Analisis "Politik Licik" di Aceh Besar

17 Oktober, 2016, 00.48 WIB Last Updated 2016-10-16T17:49:30Z
IST
BAGI anda warga Aceh Besar yang mengaku diri pengamat politik,  dan hari ini terlalu membanggakan diri lantas ingin menjelekkan lawan politik anda, anda sehat?

Dalam berpolitik,  kata kunci yang harus dipegang bahwa,  "tidak ada gaya politik yang waras". Artinya,  kebanyakan pelaku politik di tanah air kerap bertingkah liar,  hari ini bersumpah A, esok melanggar,  hari ini jadi kawan, esoknya jadi musuh, atau sebaliknya. Yah,  namanya juga tidak waras, jadi jangan kaget kalau anda menjadi korban dalam dunia perpolitikan.

Contohnya saja,  hari ini beredar hembusan angin dari beberapa akun FB pendukung salah satu paslon Bupati Aceh Besar yang gencar menyuarakan penjelekan terhadap paslon lawan. Dalam pantauan saya,  beberapa akun FB sangat mudah menjelekkan pasangan Saifuddin Yahya-Juanda Djamal dengan berbagai argumen negatif.

Karena suasana black campain terhadap pasangan yang disebut SAHAJA semakin tidak fair. Hal ini menggerakkan saya untuk menganalisis sesuatu yang menurut saya menarik, dan saya ingin membeberkan fakta unik bin aneh terhadap pasangan lawan yang hari ini memiliki tim pendukung yang "bekerja"  tidak fair di dunia sosial, bahkan di kehidupan nyata.

Baik,  perhatikan ulasan saya. Percaya tidaknya,  bukan urusan saya!

Bagi anda yang  hari ini gencar melakukan serangan politik terhadap cabub yang disapa Pakcek karena anda menganggap Mawardi Ali dan Waled adalah sebagai  "malaikat penyelamat". Apakah anda yakin,  bukankah dari awal saya sudah mengatakan,  bahwa tidak ada gaya yang waras dalam dunia perpolitikan? Tolong,  begoknya dijauhin. Berusahalah menaikkan popularitas mereka berdua tanpa harus mengorbankan kebaikan Pakcek dan Bang Juanda.

Baik,  jika anda memang cerdas, coba putar ulang kembali memori anda ke Pilkada 2012, dimana saat itu orang yang anda anggap hari ini malaikat penyelamat,  juga menawarkan diri sebagai "bidadari kayangan" untuk kemajuan Aceh Besar, ada Tgk. Marwan Abdullah yang mendampinginya kala itu. Dan karena Allah masih sayang terhadap Aceh Besar,  maka Adun Mukhlis dan Pak Syamsul yang memimpin Aceh Besar hingga hari ini dan 2017 berakhir. Hemat saya juga, Allah masih menyelamatkan kemuliaan Baba, panggilan lain Tengku Marwan.

Aceh Besar dibawah kepemimpinan Adun, kalau menurut tinjauan lawan politiknya, tidak ada perkembangan apa-apa. Dan lebih-lebih kalau ditinjau dari satelit luar angkasa,  maka sangat tidak berkemajuan.

Sekali lagi, kalau anda tidak mau disebut orang munafik,  maka janganlah meninjau suatu hal dari satu sisi, apa lagi kalau sisi berlawanan,  sungguh itu akan mendapatkan hasil yang tidak bagus. Kalau meninjau dari kejauhan satelit?  Nyan metamah bangai lom.

Baik, mungkin pemerintahan Adun Mukhlis Basyah yang hari ini mememperoleh WTP berturut-turut, Juara Umum MTQ Provinsi Aceh,  kesejahteraan petani, kesejahteraan Tengku Imum dan Balai pengajian,  serta penambahan PAD yang terus meningkat,  lantas masih tidak harga apa-apa dipandangan pengamat lawan,  maka wajar,  kan yang sekarang menjadi wasit adalah orang berlawanan, ya tentu jelas "Adun Mukhils selalu salah di mata mereka".

Misalkan PSAP Versus PERSIRAJA, wasit orang Grong-grong,  pasti ada udang di balik batu,  dan PSAP diuntungkan,  atau sebaliknya.

Dan lebih lucunya lagi, Pak Cek yang hari ini maju dengan kendaraan partai yang sama dengan Adun Mukhlis menjadi bahan cercaan dan kampanye hitam untuk tim lawan menjatuhkan Pak Cek,  membanding-bandingkan Pak Cek,  dan serangan negatif lainnya. Kenapa Pak Cek yang harus jadi korban?.

Memangnya Mawardi siapa hari ini? Insinyur asal Unsyiah ini hanya anggota DPRA bergelimang dana aspirasi, ketika isu Aceh dan Aceh Besar mencuat di publik dan koran, kenapa pak Mawardi sepi dari argumen?

Dan,  kenapa anggota DPRA yang muncul di koran hanya itu-itu saja? Apa juga kerja pak Mawardi? Apa prestasi, apa lebihnya dia selama menjadi anggota DPRA? Apa kontribusi dia untuk Sabang, Banda Aceh dan Aceh Besar? Hemm, ini patut dipertanyakan. Karena, jarang-jarang loh,  politikus yang satu ini muncul di koran saat ada isu hangat di tubuh DPRA.

Tapi, "haba bangai" yang hari ini menjadi amunisi politik yang digemborkan tim Mawardi, bahwa Pak Cek tidak berpengalaman,  Pak Cek PA, PA bla.bla.bla.

Atas dasar inilah saya ingin membuka sedikit tabir yang telah menjadi rahasia awam, ketika Mawardi Ali maju pada pilkada 2017, kemana para "Sahabat" lamanya di pilkada 2012?.

Kalau sudah bicara ini,  kita harus sedikit mundur ke Pemilu legislatif 2014 lalu, dimana Tgk. Marwan Abdullah yang notabene pasangan,  sahabat dan yang telah memenuhi hasrat Mawardi untuk maju pilkada 2012 dengan menemaninya dan turut mengerahkan massa dayah untuk mendongkrak suara MARWAH, namun pada 2014 menjadi tahun yang mengerikan bagi Tgk. Marwan.

Bagaimana tidak, awal-awal pendaftaran calon legislatif, tim pemenangan Tgk. Marwan telah berkomitmen memajukan Tgk. Marwan ke calon anggota DAPIL 1 melalui PAN, mengingat bahwa pada saat itu Mawardi diyakini tidak akan maju, karena jika Mawardi juga maju di DPRA, sungguh Tgk. Marwan sebagai sahabatnya akan memahami dan memberi jalan bagi Mawardi. Menimbang, mawardi lebih banyak uang untuk kampanye,  dan lain-lain.

Namun apes,  pada periode pencalonan tahap ke dua Pileg 2014, tiba-tiba muncul Mawardi untuk maju DPRA dengan PAN dan juga pada Dapil yang sama dengan Tgk, Marwan.  Hal ini, sungguh bagai petir di siang hari bagi timses Tgk. Marwan, mengingat, mereka yang sama-sama pernah bekerja untuk memenangkan MARWAH pada pilkada 2012 menjadi dilema. Al hasil, Tgk. Marwan yang awalnya semangat mampu menggalang suara banyak,  tiba-tiba menjadi kacau karena kejadian ini (Mawardi ikut bertarung melawan Tgk. Marwan), beliau pun gagal maju ke DPRA,  dan Mawardi yang  menang.

Singkat cerita, Tgk. Marwan yang merupakan salah satu ulama muda lulusan terbaik Dayah Ruhul Fata Seulimum itu lagi-lagi menjadi korban ketidakwarasan politik. Bagi beliau yang sehari-hari bertindak sebagai ulama, akan menerima dan menyadari ini dengan lapang dada, lalu menjadi iktibar, bahwa politik ini jahat. Kita sebagai ulama enggan berbuat jahat,  maka otomatis dijahatkan orang, kurang lebih, begitulah suasana perasaan Tengku asal Montasik itu pada saat merasakan musibah "ditusuk" dari belakang oleh sejawatnya. Kata iklan,"Jeruk makan Jeruk".

Bagi timses Pasangan Putih, mungkin ini adalah aib yang harus dikubur dalam-dalam agar memuluskan langkah Mawardi pada pilkada 2017, dan menurut  pantauan penulis pada mesin pencarian google, tidak ada lagi berita penting dan gambar yang berkenaan dengan pasangan Marwah Aceh Besar 2012.

Dan ini gaya politik baru di era informasi modern,menghapus jejak rekam di GOOGLE adalah sesuatu yang sangat membantu, baik untuk isu positif,  maupun negatif.

Ditambah dengan kondisi lapangan, Tgk. Marwan memilih diam diri pada pilkada 2017, dan menurut sebagian isu dari orang terdekat beliau, Pak Cek adalah pilihannya untuk 2017 nanti. Bukan masalah dendam, tapi Tgk. Marwan sangat tahu siapa itu Mawardi Ali.

Baik, untuk tim pemenangan Mawardi pada pilkada 2017, kupasan ini tidak ada kaitannya dengan maksud membuka aib Mawardi,  tapi tulisan ini termotivasi dengan celaan-celaan tim pasangan putih di panggung kampanye atau media sosial terhadap lawan politiknya. Istilah anak muda jaman sekarang, " lo jual, gue beli".

Kupasan bersambung dulu ya.  Tunggu season berikutnya. Dan kupasan berikutnya akan lebih "panas", itu sesuai hujatan dan perilaku tim pasangan putih terhadap lawannya.

Saran saya, majulah tanpa harus ada yang tertindas. Siapapun pemenang,  kita tetap bersaudara.

Penulis : Akhi Fahi
Komentar

Tampilkan

Terkini