IST |
JAKARTA -
Ruslan Abdul Gani (56) dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair
6 bulan kurungan atas dugaan korupsi di proyek pekerjaan pembangunan dermaga
Bongkar Sabang tahun anggaran 2011. Bupati Bener Meriah, Provinsi Aceh, tersebut
juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 4,36 miliar.
"Menjatuhkan pidana
terhadap terdakwa Ruslan Abdul Gani dengan pidana penjara selama 7 tahun
dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan pidana denda Rp 300 juta
subsidair 6 bulan kurungan, dengan perintah supaya terdakwa tetap
ditahan," kata jaksa penuntut umum pada KPK saat membacakan surat tuntutan
di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jl Bungur Besar Raya, Jakarta
Pusat, Rabu (26/10/2016).
Selain itu, Ruslan juga
dijatuhi pidana tambahan yakni membayar uang pengganti Rp 4.360.875.500. Jika
Ruslan tidak bisa membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan sejak
putusannya berkekuatan tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan
dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terdakwa
tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti
tersebut, maka dipidana penjara selama 3 tahun," jelas jaksa.
Ruslan juga diyakini
melakukan penggelembungan anggaran dalam pengerjaan proyek pekerjaan
pembangunan dermaha Bongkar Sabang TA 2011. Pada 11 Maret 2011, Ruslan meminta
ke PT Ecoplan Rekabumi Interconsult selalu konsultan Detail Engineering Design
(DED) Pelabuhan Internasional Hub Teluk Sabang untuk melakukan analisis teknis
terkait kelanjutan pembangunan dermaga bongkar Sabang TA 2011.
Staf ahli PT ERI, Ananta
Sofwan, menyebutkan diperlukan anggaran Rp 262.960.700.000 untuk pembangunan
tersebut. Perkiraan anggaran yang dibuat Ananta selanjutnya dijadikan dasar PPK
Ramadhan Ismy untuk menyusun harga perkiraan sendiri (HPS). Selanjutnya HPS
ditetapkan Rp 264.761.900.000.
Ruslan juga melakukan
penunjukkan langsung di proyek tersebut. Ia menunjuk langsung Nindya Sejati Jo
sebagai pemenang lelang. Padahal, persyaratan untuk dilakukan penunjukkan
langsung sebenarnya tidak terpenuhi.
"Disepakati harga
penawaran sebesar Rp 262.765.300.000," kata jaksa.
Terhadap kontrak kemudian
ada 3 kali addendum karena adanya penambahan volume pengerjaan. Nilai kontrak
bertambah menjadi Rp 285.840.459.000.
Dalam pelaksanaannya,
jaksa menjelaskan, Nindya Sejati Jo sama sekali tidak melaksanaan pekerjaan
sebagaimana diatur dalam kontrak. Nindya Sejati Jo malah mengalihkan pengerjaan
ke PT Budi Perkasa Alam, PT Mitra Mandala Jaya, dan PT Kemenangan.
"Terdakwan meminta
komitmen fee dari nilai kontrak pekerjaan kepada Nindya Sejati Jo yang
digunakan untuk terdakwa. Terdakwa menerima komitmen fee secara bertahap
seluruhnya sebesar Rp 4.360.875.500," jelas jaksa.
Ruslan diyakini melanggar
Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.[Detik]