BIREUEN
- Ketua Umum Forum DAS Krueng Peusangan (FDKP), Suhaimi Hamid meminta Pemerintah
Aceh menutup sementara dua aktivitas galian C di Sungai Peusangan, tepatnya di
Sayeung, Peusangan, Bireuen. Penutupan sementara dua lokasi galian C diperlukan
untuk menyelamatkan 40 ekor gajah yang tersandera di lembah Sungai Peusangan.
“FDKP
telah menyurati Pemerintah Aceh agar menutup sementara aktivitas galian C di
Sungai Peusangan, karena aktivitas galian C di Sungai Peusangan telah
menyebabkan Gajah tertahan di tiga kantong, yaitu di Sayeng, Jalung II dan
Lembah Gedok, karenan itu pemerintah harus segera menutup sementara galian C di
Sungai Peusangan,” kata Ketua Umum FDKP, Suhaimi Hamid kepada LintasAtjeh.com
melalui siaran persnya, Rabu (16/11/2016).
Lanjut
Suhaimi, kondisi makanan yang terus berkurang dan gajah masih dalam kondisi
stress karena baru digiring menjadi masalah baru. Kata dia, seharusnya kelompok
gajah yang diperkirakan sekitar 40 ekor
bisa bergerak pindah dari Lembah Gedok, karena
kawasan Gedok relatif sempit menuju Jalung II dan Sayeung. Namun
keberadaan aktivitas galian C telah menghalangi pergerakan gajah.
“Kondisi
ini menyebabkan kelompok gajah yang ada di Lembah Gedok dilaporkan warga mulai
mencoba menerobos parit barrier yang ada di Gedok dan sebagian lagi menuju
Ayeun yang melewati Pante Gelima. Kemungkinan dikarenakan tidak ada makanan
lagi di Lembah Gedok. Jika Gajah mencoba menerobos jalur-jalur baru untuk
mendapatkan makanan, maka konflik akan meluas kewilayah yang sebelumnya tidak
pernah dimasuki Gajah,” jelas Suhaimi
Hamid.
Kata
Suhaimi, sebanyak 40 ekor gajah, terdiri dari gajah grup berjumlah 17 ekor, 10
ekor, 5 ekor, 4 ekor dan beberapa jantan soliter saat ini terkonsentrasi di
lembah Sungai Peusangan, di sepanjang 15 kilometer mulai dari Pantan Lah
Kabupaten Bireuen, Pintu Rime Gayo Kabupaten Bener Meriah dan Karang Ampar
Kabupaten Aceh Tengah.
“Kondisi
ini terjadi paska dilakukan penggiringan gajah dari wilayah Karang Ampar, Aceh
Tengah terjadi dan penggalian parit barrier untuk menghalangi gajah masuk
kembali ke Karang Ampar. Dengan demikian hampir semua akses masuk gajah ke
kawasan budidaya masyarakat di Pintu Rime Gayo dan Karang Ampar tertutup.
Sementara di wilayah perbatasan Bireuen-Bener Meriah, pergerakan gajah
terganggu karena keberadaan perkebunan kelapa sawit,” jelas Suhaimi Hamid.
Suhaimi
mengungkapkan, koridor gajah di sepanjang Krueng Peusangan membentang dibawah
lembah sungai yang sempit dan terkurung tebing gunung curam serta sebagian
jalur melewati hamparan di bekas transmigrasi Jaung II dan Sayeung.
“Panjang
jalur pergerakan gajah dari Pantan Lah-Sayeung-Jalung II-Lembah Gedok-Pante
Geulima sekitar 15 kilometer. Konsentrasi gajah terbagi ke dalam beberapa
kelompok di Sayeung, Jalung II dan Gedok,” kata Suhaimi.
Masih
kata Suhaimi, luas kawasan yang masih bisa diakses gajah untuk mencari makan
adalah kurang dari 1.000 hektar di Sayeung dan Jalung II. Kawasan ini, kebanyakan
hutan sekunder kecil, perkebunan warga dan lahan terlantar.
“Kondisi yang terjadi pada kelompok gajah di koridor
Peusangan seharusnya segera mendapat perhatian dan tindakan cepat untuk
mencegah timbulnya korban di pihak manusia dan gajah. Jika konflik meluas ke wilayah-wilayah
baru yang saat ini coba diterobos gajah terutama yang menuju ke Ayuen dan Blang
Mancung di Aceh Tengah,” sambung Suhaimi.
Suhaimi
juga mengingatkan, pergerakan gajah ke arah perbatasan Bireuen terganggung oleh
aktivitas galian C. Gajah yang sedang kelaparan dan stress karena terus
dikejar-kejar dan diusir bisa berpotensi menjadi lebih ganas dan bisa menimbulkan
korban jiwa. Seperti diketahui, konflik gajah dan manusia di Peusangan
merupakan rekor tertinggi di Aceh yang menyebabkan korban jiwa manusia. Tercatat
5 orang meninggal dunia diserang gajah dan 2 ekor gajah mati (seekor terperosok
dalam lubang parit gajah dan seekor lainnya memakan pupuk di pondok kebun).
Suhaimi
juga menawarkan solusi jangka pendek untuk menyelamatkan gajah, diantaranya,
segera berkoordinasi dan berkomunikasi dengan perusahaan galian C untuk dapat
menghentikan sementara aktivitasnya selama satu minggu untuk memberi kesempatan
pada kelompok gajah di Lembah Gedok agar bisa bergerak menuju Jalung II dan
Sayeung.
“Pemerintah
Aceh juga harus meningkatkan kooodinasi antara Kabupaten Aceh Tengah, Bener
Meriah dan Bireuen untuk memantau pergerakan gajah dalam 3 bulan sampai musim
penghujan berakhir. Kondisi hujan dan angin kencang menyebabkan gajah menghindari
hutan lebat dan cenderung mencari kawasan yang lebih terbuka,” sebut Suhaimi.
Suhaimi
menambahkan, pemerintah harus meningkatkan kerjasama masyarakat dan petugas
terkait, untuk melakukan upaya mitigasi konflik gajah-manusia yang lebih luas
dan perlu dilakukannya intervensi habitat dengan pengadaan pakan di sepanjang
koridor Peusangan.
“Solusi
jangka menengah dan panjang, FDKP meminta Pemerintah Aceh segera menetapkan kawasan
alternatif bagi kelompok gajah di Lembah Krueng Peusangan, yang lebih ideal
secara luas. Upaya yang sedang dipersiapkan saat ini, Aceh Tengah menetapkan
tahura seluas 20 ribu hektar, Bener Meriah menetapkan Kawasan Ekosistem
Essensial seluas 1.000 hektar dan Bireuen menetapkan kawasan strategis khusus.
Ketiga kawasan ini untuk memastikan habitat Gajah dan jalur jelajahnya dapat
dipulihkan,” tutur Suhaimi Hamid.[Rls]