BANDA
ACEH
- Ratusan massa mahasiswa yang tergabung
dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi (AMPD) menggelar aksi unjuk rasa di
halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Rabu (9/11/2016).
Koordinator aksi Saidi
Hasan menyatakan kepedulian mahasiswa terhadap keberlangsungan demokrasi
birokrasi di Aceh masih ada yang ditunggangi, sehingga membangkitkan aksi mahasiswa
peduli demokrasi untuk menyikapi kasus birokrasi Pemerintah Aceh yang mempermainkan dan mengulur-ngulur masa
pelantikan M. Saleh sebagai Wakil Ketua
DPRA.
Mahasiswa menuding ada
kepentingan kelompok tertentu dan tidak konsistennya Pemerintah Aceh dalam
menjawab berbagai persoalan sekarang ini akan menyebabkan retaknya hubungan
diplomasi Pemerintah dan masyrakat sebagai imbas dari kepentingan politik
kelompok.
Mahasiswa menganggap
Anggota DPR Aceh Fraksi Golkar, M. Saleh sebagai korban kepentingan parlemen
dan eksekutif untuk mendeskreditkan kedudukan M. Saleh yang seharusnya menjadi
Wakil Ketua DPRA yang kemudian dikembalikan pada status anggota biasa.
Padahal M. Saleh sudah
berdasarkan usulan dan putusan DPD I Golkar Aceh dan DPP Golkar bahwa Sulaiman
Abda sudah dicopot dari kedudukannya sebagai Wakil Ketua DPRA dengan digantikan
M. Saleh.
Legislatif Aceh sudah dua
kali melakukan paripurna untuk menetapkan M. Saleh sebagai Wakil Ketua DPRA
namun tak kunjung dilantik. Mahasiswa menuding Sulaiman Abda memanfaatkan
konflik internal Partai Golkar lewat gubernur masa Zaini Abdullah dengan
meminta berbagai kepentingan pada Gubernur Aceh.
Bahkan DPRA telah melakukan
paripurna ke-2 dan memberhentikan Sulaiman Abda sebagai Wakil Ketua DPR Aceh.
Mirisnya, Sulaiman Abda masih menggunakan fasilitasnya sebagai Wakil Ketua DPRA
selama 11 bulan, dengan tudingan dari AMPD.
Mahasiswa menganggap
Pemerintah Aceh telah melakukan intervensi kepada M. Saleh selaku Wakil Ketua
DPRA pengganti Sulaiman Abda yang tak kunjung dilantik.
AMPD menilai Pemerintah
Aceh bobrok karena membiarkan kekosongan posisi Wakil Ketua DPRA, dan tidak
konsistennya DPRA dalam menindaklanjuti hasil rapat paripurna dinilai mahasiswa
telah mencoreng harkat dan martabat DPRA, dan terkesan dibiarkan tanpa ada
masalah.
Menurut mahasiswa, gubernur
hanya membuat surat pengantar untuk meneruskan usulan ketua DPRA kepada Kemendagri untuk pengesahan. Gubernur
Aceh dianggap mahasiswa telah membiarkan kasus ini berlarut serta hanya meminta
penjelasan kembali pada Kemendagri. Ini menandakan wewenang yang dipakai
Gubernur Aceh dalam kasus ini melebihi kewenangannya sebagai eksekutif di Aceh.
“Tidak ada pengecualian
bagi DPD-1 Partai Golkar, Pimpinan DPD-1 Golkar Aceh T. Nurlif juga terkesan
tidak mau menyelesaikan kasus ini secara internal,” tegas Mahasiswa.
Pimpinan DPD-1 Golkar
tidak konsisten dalam meneruskan surat usulan
pergantian ke DPP Partai Golkar secara cepat dan tegas. Disini juga
terkesan ada kepentingan tertentu yang diutamakan. Menurut mahasiswa, pengurus
Partai Golkar juga dinilai bobrok dalam menjaga konsistensinya telah mencoreng
kewibawaan partai di mata masyarakat.
Pantauan LintasAtjeh.com
lebih kurang seratus para pendemo AMPD di gedung DPRA berlangsung orasi tertib dan
dikawal oleh puluhan kepolisian dan Satpol PP untuk keamanan di gedung
DPRA.[DW]