-->








Ini Harapan GeMas Saat Pembacaan Dakwaan Kasus Tio Achriyat

18 Maret, 2017, 18.42 WIB Last Updated 2017-03-22T14:51:19Z
BANDA ACEH - Setidaknya sudah 30 orang saksi yang sudah didengarkan keterangannya di persidangan, dan tidak ada satu saksipun yang memberatkan terdakwa Tio Achriyat, sejak persidangan pertama digelar hingga persidangan kesebelas kasus pengadaan tanah pembangunan terminal tipe C Labuhan Haji Aceh Selatan.

"Sehingga membuktikan bahwa dalam kasus yang dituduhkan kepada mantan Kadis Perhubungan Aceh Selatan yang merupakan anggota tim panitia 9  pengadaan tanah tersebut sama sekali tidak terbukti berdasarkan kesaksian dan fakta hukum," demikian disampaikan Koordinator Gerakan Mahasiswa Aceh Selatan (GeMaS), Asradi kepada redaksi LintasAtjeh.com dalam siaran persnya, Sabtu (18/03/2017).

Ia menjelaskan, berdasarkan kesaksian tim penilai harga tanah di pengadilan telah yang menyatakan bahwa nilai tanah yang akan dibeli ringnya adalah Rp.45.000 sampai Rp.100.000 per meter. Sementara itu, tanah yang dibeli seharga Rp.69.000 per meter. Sehingga jelas hal ini sudah sesuai prosedur, tidak melebihi batas maksimal harga, dan jelas-jelas tidak adanya kerugian Negara. Selain itu, 7 orang di antaranya secara jelas sudah mencaput keterangannya dalam BAP.

"Selain itu, para saksi 'dedengkot' yang merupakan saksi kunci dari panitia tim 9 juga menyatakan pengadaan tanah tersebut sudah sesuai prosedur, sehingga menunjukkan BAP Kepolisian tidak sesuai dengan kesaksian. Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi, pasal 2 dan 3 UU Tipikor harus ada kerugian negara, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan aparat penegak hukum harus membuktikan adanya kerugian negara sebelum dilakukan penyelidikan perkara korupsi. Sebab banyak penyidikan yang sewenang-wenang. Jadi dalam kasus ini kerugian Negara nya kan tidak terbukti, berarti berdasarkan fakta hukum Tio Akhriyat tidak bersalah,” kata Asradi.

Asradi kembali menjelaskan, tidak sebatas itu, pada sidang ke sebelas, Kamis (16/03/2017) lalu, Dr.Syarifuddin Hasyim, SH, M.Hum, sebagai Ahli Hukum dan Administrasi Negara juga menyatakan 'tolak ukur' bahwa sebuah peristiwa hukum dapat dinyatakan melanggar administrasi negara apabila pejabat negara dalam mengambil kebijakan prosedur yang dilaksanakan tidak bersesuaian dengan kaidah hukum yang berlaku.

Namun demikian terlebih dahulu harus diperhatikan aturan yang dilanggar itu, apakah ada mengandung ada pidananya, apakah hanya sebagai himbauan saja atau hanya sebagai pedoman, hal itu harus benar-benar diperhatikan. Jika dalam perkara ini hanya karena Dinas Infokom dalam meminta Pemda Aceh Selatan agar dilalukannya pengadaan tanah untuk pembangunan terminal type C di Labuhanhaji, itu bukanlah sebuah pelanggaran.

"Drs. Ramli Puteh selaku Auditor/Akuntan Publik yang juga merupakan pensiunan Auditor BPKP Provinsi Aceh, juga menjelaskan kepada Hakim bahwa pengadaan tanah yang dilakukan oleh Pemda Aceh Selatan itu sah dan sudah sesuai prosedur," tegasnya.

Sementara dalam proses audit yang dilakukan oleh Tim Auditor BPKP yang dihadirkan oleh penyidik Polisi/JPU tidak sesuai dengan prosedur, seperti tidak dilakukannya proses gelar perkara bersama terlebih dahulu antara auditor dengan penyidik dan terlapor.

“Dari fakta-fakta tersebut, semakin meyakinkan kita semua bahwa tidak ada kerugian negara dan tindakan melawan hukum dalam kasus ini. Justru tercium aroma politisasi hukum yang sedang diupayakan, hal ini tentu akan menjadi catatan buram penegakan hukum di Aceh Selatan,” ujar Asradi.

Selanjutnya, kata Asradi, pada kamis tanggal (23/03/2017) mendatang sidang lanjutan kasus terminal tipe C Labuhan Haji Aceh Selatan dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), pihaknya berharap Jaksa akan menunjukkan profesionalitas demi keadilan.

“Kami mendesak JPU dari Kejaksaan Negeri Tapaktuan untuk menyampaikan dakwaan nanti dengan seadil-adilnya berdasarkan fakta hukum dan kesaksian yang telah disampaikan para saksi serta JPU harus terbebas dari intervensi politik penguasa. Sebagai elemen sipil hal ini penting kami pertegas agar penegakan hukum tidak semena-mena. Jika JPU mengabaikan semua fakta tersebut, kami akan laporkan kejaksaan Aceh Selatan kepada komisi pengawas kejaksaan RI,” tandasnya ulang.

Selain itu, pihaknya berharap dengan kehadiran kepala kejaksaan baru di daerah yang akrab disapa bumi pala itu, penegakan hukum di Aceh Selatan dapat ditegakkan berdasarkan kebenaran bukan kepentingan politik penguasa.

“Kami yakin Bapak Kejari Aceh Selatan yang baru dapat lebih peka dan bertindak adil dalam penegakan hukum, agar tidak lahir kasus Tio-Tio lainnya di Aceh Selatan. Selain itu kita juga berharap agar Majelis Hakim nantinya akan memutuskan perkara ini secara bijaksana. Mari kita berdo’a untuk penegakan keadilan di bumi Tuan Tapa. Jika terbukti tidak bersalah, yang bersangkutan harus dibebaskan donk,” Koordinator Gerakan Mahasiswa Aceh Selatan (GeMaS), Asradi.[Rls]
Komentar

Tampilkan

Terkini