-->

Ini Babak Baru Sidang Kasus Tio Akhriyat

17 Maret, 2017, 13.18 WIB Last Updated 2017-03-17T12:47:23Z
ACEH SELATAN - Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh kembali menggelar sidang lanjutan perkara terdakwa Tio Akhriyat atas dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah untuk pembangunan Terminal Type C di Kecamatan  Labuhanhaji, Kabupaten Aceh Selatan. Sidang dipimpin langsung oleh Majelis Hakim Nurmiati, SH, MH, selaku Ketua dan Supriadi, SH, MH, serta Fatanriadi, SH, MH, masing-masing sebagai anggota, Kamis (16/03/2017), dimulai sejak pukul 10.00 s.d 16.15 WIB.

Dalam sidang kali ini, Penasehat Hukum Terdakwa Tio Akhriyat, Baiman Fadhli, SH, menghadirkan 3 orang saksi Adecharge, yaitu T. Mudasir alias Cek Mu, merupakan mantan anggota DPRK Aceh Selatan dan 2 orang diantaranya adalah Saksi Ahli yakni Dr. Syarifuddin, M.Hum, yang merupakan Ahli Hukum Administrasi Negara dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan Drs. Ramli Puteh, Ak, yang merupakan Akuntan Publik, sekaligus pensiunan Auditor BPKP.

Dalam keterangannya dipersidangan, Dr. Syarifuddin, M.Hum, sebagai ahli Administrasi Negara, menyatakan tolak ukur bahwa sebuah peristiwa hukum dapat dinyatakan melanggar administrasi negara apabila pejabat negara dalam mengambil kebijakan prosedur yang dilaksanakan tidak bersesuaian dengan kaidah hukum yang berlaku.

"Namun demikian terlebih dahulu harus diperhatikan aturan yang dilanggar itu, apakah ada mengandung ada pidananya, apakah hanya sebagai himbauan saja atau hanya sebagai pedoman, hal itu harus benar-benar diperhatikan. Jika dalam perkara ini hanya karena Dinas Infokom dalam meminta Pemda Aceh Selatan agar dilalukannya pengadaan tanah untuk pembangunan terminal type C di Labuhanhaji, itu bukanlah sebuah pelanggaran," ungkapnya.

Dijelaskannya, karena sekalipun tidak ada proposal, dengan adanya surat permohonan pengadaan tanah itu sudah sama dengan tujuan dari proposal yang dimaksud. Meskipun proposal dengan surat permohonan saling berbeda, perbedaannya terletak pada proposal itu hanya saja lebih rinci dari surat permohonan.

"Namun demikian, rincian kegunaan tanah yang dimohonkan itu kan sudah tertuang dalam Renja yang pernah disusun yang kemudian menjadi alasan hukum disahkannya proyek pembangunan terminal Type C tersebut," tegas Baiman kepada LintasAtjeh.com, mengulangi perkataan ahli dalam persidangan,Jum'at (17/03/2017).

Lanjut Baiman, Dr. Syarifuddin, M.Hum, juga menjelaskan terkait dengan lebih dahulu turunnya proyek pembangunan fisik terminal type C lalu baru kemudian dilakukan pembebasan tanah. Itu adalah hal biasa  karena hal tersebut lumrah terjadi dalam roda pemerintahan Indonesia ini, dimana-mana ditemukan seperti itu. Tapi tujuannya harus jelas yakni untuk mendukung percepatan proses pembangunan-pembangunan yang semata-mata adalah untuk kepentingan umum. Dalam hal ini terminal type C tersebut adalah kepentingan umum, segala sesuatu yang diambil berdasarkan kebijakan Infokom itu adalah Hak Diskresi, karena Hak Diskresi itu selalu melekat pada setiap pejabat negara dan pejabat daerah sekalipun.

"Jadi intinya tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa itu memuat hak Diskresi, jadi sesuai dengan aturannya bila seseorang pejabat negara melakukan Diskresi yang semata-mata untuk kepentingan umum tidaklah dapat dikenakan hukuman apapun terhadapnya," demikian penjelasan Dr. Syarifuddin, M.Hum. 

Sementara itu, sambung Baiman, Drs. Rahmli Puteh, Ak, Ahli Akuntan Publik yang juga Auditor Publik dalam kesaksiannya menyampaikan bahwa audit terhadap sesuatu adanya kerugian negara, baru dapat dilakukan apabila ada permintaan dari pihak penyidik, yang sifatnya harus dilihat dari pelanggaran apa yang dilakukan sehingga adanya indikasi timbulnya kerugian negara. Namun kehadiran Auditor dalam hal permintaan penyidik tidaklah serta merta harus mengikuti apa yang diinginkan oleh penyidik. Pada prinsipnya, sekalipun kehadiran Auditor itu hadir dimintakan oleh penyidik, tetapi data yang dibutuhkan oleh Auditor bukanlah data yang telah disiapkan oleh penyidik.

"Data itu sebagai bahan pendukung untuk dilakukan investigasi dan observasi di lapangan. Investigasi dan observasi tersebut ada kalanya dilakukan di lokasi tanah yang dibebaskan termasuk bertemu dengan masyarakat secara langsung, pemilik tanah, dengan penyidik dan orang yang diduga terlibat melakukan kerugian negara. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui duduk persoalannya seperti apa sebenarnya,"  tandas Baiman mengulang ungkapan Drs. Ramli Puteh, Ak.

Selain itu, lanjutnya, Drs. Ramli Puteh, Ak, juga menegaskan audit terhadap disinyalir adanya kerugian negara juga berpedoman pada Nota Kesepahaman antara Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan NOMOR : Kep-109/A/JA/09/2007 NO. POL : B/2718/IX/2007 NOMOR : KEP-1093/K/D6-2007 Tentang Kerjasama Dalam Penanganan Dalam kasus Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Negara yang Berindikasi Tindak Pidana Korupsi Termasuk Dana Non Budgeter.

“Kalau kemudian auditor hanya melakukan audit berdasarkan data yang disampaikan oleh penyidik saja, maka hasil audit itu tidak dapat dibenarkan. Karena nantinya hasil audit yang dialukan itu akan menjadi bahan pemaparan dalam proses gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik, tentunya gelar perkara tersebut dilakukan jauh hari sebelum status perkara dinaikkan menjadi tahap penyidikan. Kenapa demikian, karena hasil audit yang diajukan oleh auditor dengan cara-cara yang semestinya masih bersifat data baku, belum tentu hasil audit oleh auditor itu serta merta terdapat kerugian negara. Oleh karenanya, menjadi penting gelar perkara tersebut dilakukan jauh hari sebelum perkara dinaikkan pada tahap penyidikan, yang dalam gelar perkara tersebut juga mesti hadir orang-orang yang berkepentingan untuk itu, yakni penyidik, auditor dan orang yang terlibat diduga telah melakukan melakukan kerugian negara,” tutur Baiman menirukan penyampaian Ahli Auditor.

Kemudian, setelah dilakukannya gelar perkara, dimana pihak penyidik memaparkan hasil temuannya dan auditor yang dalam hal ini adalah BPKP juga memaparkan hasil auditnya serta orang-orang yang terlibat diduga melakukan kerugian negara juga memaparkan tentang apa-apa saja yang dilakukannya. Maka apabila pada kenyataannya benar-benar tidak ada indikasi timbulnya kerugian negara, BPKP harus menyatakan terhadap kasus ini tidak ada temukan indikasi kerugian negara, bukan justru harus membenarkan apa yang telah menjadi temuan pihak penyidik Kepolisian.

"Disitulah letaknya BPKP yang bersifat independen, berdiri sendiri, mempunyai mekanisme tersendiri dan tentunya hasil audit yang dilakukan tidak harus mendukung hasil temuan dari penyidik, pun apabila pada kenyataannya ada terdapat timbulnya kerugian negara, maka yang harus menyampaikan dalam bentuk laporan tertulis adalah Kepala Kantor BPKP dan bukan penananggungjawab auditor, tetapi dalam kasus ini kan tidak seperti itu. Kalau kita melihat alat buktinya yang menandatangani laporan audit itu adalah penanggungjawab auditor dan bukan kepada BPKP. Hal itu bertentangan dengan prosedur audit BKPB," tandas Ahli Auditor dalam persidangan.

Baiman sendiri mengungkapkan tolak ukur BPKP melakukan audit sehingga ditemukan ada atau tidaknya kerugian negara, memang dari pelangagaran apa yang dilakukan oleh orang yang bertanggungjawab, tetapi jika semua proses yang dilakukan sudah tepat dan benar, maka tidak ada kerugian negara. Dalam kasus pengadaan tanah untuk pembangunan terminal type C di Kecamatan Labuhanhaji ini, terungkap dalam persidangan dimana keterangan para saksi-saksi yang merupakan bagian dari tim 9 dalam persidangan bahwa semua proses yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur, tepat dan benar, sehingga tidak ada lagi kewenangan BPKP menyatakan adanya kerugian negara.

"Oleh karenanya, dengan telah secara terang dan nyata, fakta demi fakta dalam persidangan, maka dirinya meminta Majelis Hakim untuk berani menyatakan bahwa kliennya tidak bersalah," tegas Baiman Fadhli, SH, sebagai salah satu Tim Penasehat Hukum Terdakwa Drs. Tio Akhriyat.[Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini