-->








POSPERA : Hentikan Praktek Perbudakan Terhadap Buruh Perkebunan Sawit

18 Maret, 2017, 22.29 WIB Last Updated 2017-03-22T14:40:59Z
ACEH TIMUR - Ketua DPC  Posko Perjuangan Rakyat (POSPERA) Aceh Timur, Nasruddin meminta kepada Perusahaan Perkebunan Sawit di Aceh segera hentikan praktek perbudakan terhadap buruh.

Menurut Nasruddin, selama ini masih ada perusahaan perkebunan sawit di Aceh Timur khususnya yang masih mempekerjakan buruh tanpa dokumentasi perikatan kerja antara karyawan dengan perkebunan.

"Kondisi seperti ini mengaburkan pertanggungjawaban perusahaan dengan  karyawan, sehingga dalan hal perlindungan kesehatan, upah, kesejahteraan, dan hak hak normatif lainnya terabaikan," ujar Nasruddin kepada LintasAtjeh.com, Sabtu (18/3/2017).

Ia menjelaskan bahwa dari hasil investigasi POSPERA, perusahaan perkebunan sawit menggunakan strategi untuk menghindari tanggung jawab misalnya menggunakan cara borongan atau  buruh harian lepas (BHL) dan buruh kontrak tanpa jaminan tertulis/mekanisme formal dalam rangka peningkatan status, sehingga upah murah berbasis target kerja.

"Sistem pengupahan berbasis target kerja ini menyebabkan peluang besar terjadinya reduksi upah yang sebenarnya sudah tidak layak," jelasnya.

Bahkan, lanjut dia, minimnya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga potensi kecelakaan kerja di perkebunan cukup tinggi.  Karena tidak adanya penyebaran informasi yang cukup bagi buruh tentang resiko dan penanggulangan kecelakaan terutama penyediaan P3K dan pondok berlindung ketika cuaca buruk serta  pembiaran buruh bekerja tanpa menggunakan peralatan perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan kenyataan di perkebunan sawit.

Begitupun buruh perempuan, sambugnya, terutama yang bekerja dibagian pemupukan  dan penyemprotan sangat rentan menderita penyakit akibat kerja seperti, terkena tetesan dan terhirup racun pestisida, herbisida, fungisida dan insektisida adalah resiko bagi pekerjaan yang berhubungan dengan penyemprotan. Hal tersebut terjadi dikarenakan pihak perusahaan tidak memberikan alat keselamatan kepada pekerja.

Padahal kalau merujuk  ketentuan mengenai hubungan kerja antara si pekerja dan si pemberi kerja beserta akibat hukumnya diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) beserta peraturan pelaksanaannya. Di dalam UUK, kita mengenal dua bentuk perjanjian kerja yaitu pertama, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan kedua, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana disebutkan dan diatur di dalam Pasal 56 ayat (1) UUK.

Dan diperkuat kembali dengan KEPMEN No. 100 Tahun 2004, merupakan peraturan pelaksanaan dari UUK mengenai PKWT, yang di dalamnya mengatur juga mengenaiPerjanjian Kerja Harian Lepas. Dengan demikian, Perjanjian Kerja Harian Lepas menurut KEPMEN ini merupakan bagian dari PKWT (lihat Pasal 10 s.d. Pasal 12 KEPMEN No. 100 Tahun 2004).

“Maka dari itu, saya meminta kepada Dinas Tenaga Kerja dan DPRK Aceh Timur segera membentuk tim pansus, demi terpenuhi  hak-hak buruh di Aceh Timur dan bagi perusahaan yang nakal dapat diberikan sanksi tegas,” pungkasnya.[Sm/Tj]
Komentar

Tampilkan

Terkini