-->








Perubahan Mindset Orang Tua Aceh Terhadap Pendidikan

22 Mei, 2017, 15.53 WIB Last Updated 2017-05-28T10:04:35Z
Foto Pixabay (IST)
SEJAK dulu masyarakat Aceh dikenal dengan masyarakat yang sangat religius dan berpendidikan agama yang tinggi. Buktinya, Aceh banyak melahirkan ulama-ulama besar yang dikenal oleh dunia khususnya benua asia, bahkan pada saat perlawanan terhadap Belanda, masyarakat Aceh begitu gigih melawan penjajahan didasari atas nama agama. Bahkan ilmuan Belanda menyebutkan rakyat Aceh dengan sebutan Aceh "PUNGOE" atau Aceh gila, kenapa ini semua bisa terjadi?

Ini terjadi karena rakyat Aceh sejak lahir mereka sudah dibekali ilmu agama, bahkan pada saat menidurkan anak, ibunya akan membaca hikayat yang dikenal dengan hikayat "Prang Sabi" yang dikarang oleh Abu Krungkalee yaitu seorang ulama besar Aceh. Dan hikayat tersebut memberikan efek dan dampak yang sangat luar biasa. Banyak pemuda, orang tua bahkan para wanita terbakar semangatnya untuk berjihat tanpa rasa takut untuk menentang musuh-musuh agama.

Lalu bagaimana masyarakat Aceh dulunya menirima pendidikan yang bersifat duniawi. Orang Aceh dulu cendurung sekedar saja menerima  pendidikan duniawi, dulu orang tua Aceh beranggapan bahwa sekolah terlalu tinggi akan "Jeut Keu Kafe" atau menjadi kafir. Banyak orang tua-orang tua Aceh pada waktu itu melarang anaknya untuk berpendidikan tinggi. Dan orang tua Aceh dulu cenderung memilih anaknya untuk menuntut ilmu akhirat dengan memasukkan anaknya ke dayah-dayah yang pada masa itu dipimpin oleh para ulama-ulama.

Kenapa orang Aceh dulu cenderung anti pendidikan duniawi, itu terjadi karena pada masa itu rata-rata sekolah yang ada di Indonesia adalah milik Belanda, contohnya seperti SR (Sekolah Rakyat) dan Belanda adalah  non-muslim. Seiring berjalannya waktu anggapan tersebut sedikit-demi sedikit mulai memudar, rakyat Aceh sekarang sudah mulai menerima pendidikan yang bersifat duniawi. Orang tua-orang tua di Aceh sudah banyak yang memilih anaknya untuk pergi ke sekolah-sekolah dan  perguruan tinggi.

Kenapa ini bisa terjadi? Ini terjadi karena orang tua di Aceh mulai sadar terhadap pentingnya pendidikan duniawi karena seiring berkembangnya jaman dan perkembangan sains dan teknologi sepatutnya masyarakat yang masih bersistem Pantebayan merubah maindset dalam pemikiran mereka. Merubah untuk menjadi sedikit lebih modern dari kehidupan masa lalu,tentunya tanpa harus melanggar dengan ketentuan hukum dan agama Islam yang umumya dianut masyarakat Aceh.

Permasalahan yang paling besar adalah ketika sebagian orang tua Aceh yang menganggap bahwa anaknya dimasukkan ke dayah atau ke pesantren-pesantren akan suram  masa depannya. Itu suatu anggapan yang salah, mereka menganggap bahwa anak yang berpendidikan tinggi yang lulusan S2 luar negeri akan cerah masa depanya dan akan bergaji tinggi. Namun mengganggap anak yang menuntut ilmu di pesantren-pesantren masa depannya akan suram dan susah mendapat pekerjaan.

Memang tidak ada orang tua yang mau anaknya memiliki masa depan yang suram, akan tetapi orang tua harus mendidik anaknya dengan ilmu dunia dan ilmu akhirat karena semuanya harus disesuaikan dengan kemajuan jaman. Seperti perkataan sahabat Nabi yaitu Umar Bin Khatab R.A "Didiklah anakmu sesuai zamannya karena mereka tidak hidup di zamanmu".

Ini menandakan bahwa kita harus merubah pola pemikiran dan mindset hidup kita sebagaimana zaman Islam telah berubah dari Islam klasik menuju Islam yang kontemporer seperti yang kita lewati saat ini. Maka dari itu perlu menelaah lebih dalam dan menyeimbangkan antara kedua pendidikan tersebut. Menyeimbangkan antara pendidikan dunia dan akhirat agar mereka mampu bersaing dengan arus perkembangan zaman.

Penulis: M. Nur Khatami (Mahasiswa Ilmu Politik FISIP Universitas Malikussaleh Lhokseumawe)
Komentar

Tampilkan

Terkini