JAKARTA –
Sekretaris Lembaga Dakwah Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) Ustadz Wahfiudin ikut angkat bicara soal tuduhan miring
kepada Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Adhyaksa Dault yang disebut
anti-Pancasila. Ia menilai tuduhan itu sangat kotor dan keji.
"Sangat kita
sayangkan, mohon maaf saya menilai tuduhan terhadap Adhyaksa ini sebagai fitnah
yang keji dan kotor. Saya sebut kotor, karena tidak pakai fatsoen politik, mari
kita budayakan saling menelpon, saling sms sebelum menilai, memberi label orang
yang sudah kita kenal. Adhyaksa Dault itu nasionalis religious," ujar
Ustadz Wahfiudin kepada LintasAtjeh melalui pesan rilisnya, Selasa (13/6/2017).
Ustadz Wahfiudin mengaku
sejak lama kenal dekat dengan sosok Adhyaksa, orangtuanya, dan keluarganya,
karena itu ia yakin fitnah itu tidak benar. Sebab selama ini ia melihat
Adhyaksa sudah banyak memberikan kontribusi besar bagi kemajuan bangsa.
Khususnya melalui KNPI, Organisasi Pecinta Alam, Kemenpora, dan Gerakan
Pramuka.
Menurutnya, saat ini
situasi politik di masyarakat masih belum reda. Banyak orang yang memiliki
pandangan berbeda secara pribadi disingkirkan. Cara ini dianggap tidak sehat
untuk kemajuan demokrasi di Indonesia.
"Ini pembunuhan
karakter bagi Adhyaksa Dault, saran saya sederhana, sesama pemimpin, sebaiknya
perkuat saja komunikasi, kan sudah ada telepon genggam, sms, dan
lain-lain," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden
RI Ke-6 Try Sutrisno, juga menyatakan hal yang sama bahwa tuduhan Adhyaksa
anti-Pancasila adalah tidak benar. Sebab, selama ini ia sudah kenal deket
dengan Adhyaksa sebagai seorang nasionalis.
"Saya kenal sangat
dekat dengan Pak Adhyaksa. Dan saya yakin dia tidak anti-Pancasila. Jadi,
janganlah sampai ada isu yang memakai Pancasila ini untuk mendiskreditkan
seseorang," ujar Try usai buka bersama dengan Kwarnas, di Cibubur, Jakarta
Timur, Jumat (9/6/2017) kemarin.
Mantan Panglima TNI ini
menyebut, sebagai Ketua Kwarnas sulit dipercaya jika Adhyaksa melakukan sesuatu
yang merugikan negara. Justru
sebaliknya, melalui Pramuka banyak hal yang sudah ia berikan bagi bangsa dan
negara, karena Pramuka adalah bentengnya NKRI dan Pancasila.
"Kalau ada yang
bilang anti-Pancasila saya kira salah alamat. Yang ada justru Pramuka sudah
banyak memberikan kontribusi untuk kemajuan bangsa dan negara melalui
pendidikan karakternya," jelasnya.
Dewan Pengarah Unit Kerja
Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila pun meminta kepada Pramuka di seluruh
Indonesia untuk bahu-membahu menyosialisasikan pentingnya Pancasila bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dan ia berharap Pramuka
selalu memberikan contoh yang baik di lingkungannya.
"Pancasila ini akan
kita bangun bersama-sama seluruh bangsa ini. Saat sekarang inilah momentum baik
kita refresh kembali, kita aktualisasi kembali pemahaman, penghayatan dan
pengamalan Pancasila ini. Jangan sampai bangsa kita bercerai-berai,"
tandasnya.
Sebelumnya, tuduhan bahwa
Adhyaksa anti-Pancasila ramai dibicarakan di media sosial. Tuduhan itu muncul
setelah Adhyaksa hadir dalam acara peringatan ulang tahun HTI pada 2013
lalu. Padahal tidak ada kata-kata dia
yang menyebut dirinya anti-Pancasila. Adhyaksa Dault sendiri sudah menjelaskan
bahwa itu video tahun 2013, dirinya bukan anggota apalagi simpatisan HTI.
“Saya tegas menolak
setiap, semua gerakan yang ingin mengganti Pancasila dan NKRI. Sebagai muslim,
saya meyakini bahwa Rasulullah SAW tidak pernah meminta kita mendirikan negara
Islam. Pancasila final dan NKRI harga mati. Saya tegaskan juga, saya tidak
mendukung atau menolak khilafah diterapkan di Indonesia. Pendirian saya soal
Pancasila dan NKRI ini telah lama saya wujudkan dalam bentuk aksi nyata, serta
kegiatan-kegiatan di banyak organisasi yang saya pimpin, seperti KNPI,
Kemenpora dan Gerakan Pramuka," jelas Adhyaksa Dault.
“Saya marah, tapi
sebenarnya saya sedih sekali dituduh seperti ini. Tahun 1999, saat orang bicara
negara federasi, saya sebagai Ketua Umum DPP KNPI mengajak tokoh-tokoh
mendeklarasikan NKRI harga mati, dan deklarasi itu masih ada di kantor KNPI
sebagai saksi sejarah. Saya juga meminta sahabat saya, Dharma Oratmangun
membuat lagu berjudul; Jangan Robek Merah Putihku. Kakek saya mengibarkan merah
putih pada 23 Januari 1945 di Gorontalo, ini sebelum proklamasi, keluarga istri
saya adalah keluarga TNI, keluarga kami keluarga polisi dan keluarga jaksa.
Adik kakek saya dibunuh karena mempertahankan Pancasila di Sulawesi, ditembak
dia, sebelum ditembak dia shalat dulu," tambah Adhyaksa Dault.[Rls]