BANDA ACEH - Forum Gerakan Marwah Aceh (FGMA) menggelar diskusi public dengan tema "Bendera Pemersatu untuk mewujudkan Aceh Damai, Aceh Hebat dalam rangka mengembalikan marwah Aceh Ban Sigom Donya, bertempat di Hotel Regina Kuta Alam, Banda Aceh, Kamis (14/12/2017).
Acara dipandu Moderator, Yarmen Dinamika yang juga Redpel Serambi Indonesia dan menghadirkan beberapa Narasumber antara lain DR. M. Adli Abdullah., SH, MCL (Dosen FH Unsyiah), Tgk. Sufaini Usman Syekhy (President FGMA) dan Prof. Dr. Rusli (IKAL Aceh).
Dalam laporan panitia pelaksana yang disampaikan Heri Safrizal mengatakan prinsipnya selaku panitia penyelenggara menjadi sebuah rekomendasi yang nyata untuk memberikan solusi yang menjadi gambaran umum untuk kita semua masyarakat Aceh.
"Kita tidak inginkan kembali bahwa pembahasaan bendera berlarut-larut karena sudah menguras energi kita, energi masyarakat Aceh yang ada ban sigom Aceh. Pada hari ini kita menjadi aktor-aktor penting untuk perubahan, memberikan solusi yang konkrit dalam mewujudkan Aceh yang damai dan Aceh yang betul-betul berkualitas supaya jangan sampai berlarut," ujarnya.
Dikatakannya, telah hadir para pemateri yang handal untuk menghasilkan rekomendasi yang bisa kita hadirkan untuk masyarakat Aceh. Saya sangat berbangga telah berhadir para seniman Aceh, para kombatan yang turut berpartisipasi.
"Demi untuk kepentingan bersama dan marwah Aceh jangan sampai ribut lagi masalah ini," tegas Heri Safrizal.
Sementara Presiden FGMA, Tgk. Sufaini Usman Syekhy bersyukur kepada Allah dimana kondisi Aceh akhirnya bisa berdamai antara pemerintah RI dan Aceh. Dari konflik berkepanjangan kita bisa duduk bersama kembali untuk menata Aceh ke depan.
"Sebetulnya DPRA perlu hadir karena kondisi persoalan bendera yang berlarut. Kita berdiskusi agar ada kesepakatan untuk melanjutkan perdamaian ini dengan baik," ungkapnya.
Dijelaskannya, FGMA hadir karena persoalan kondisi Aceh. FGMA adalah wadah untuk mempersatukan agar kita menjaga kedamaian terus karena persoalan damai sudah kita ikrarkan bersama dan bukan untuk pihak-pihak tertentu atau kelompok-kelompok tertentu.
Namun yang perlu disampaikan, kata dia, FGMA adalah suatu wadah untuk pemersatu dan mendukung pemerintah yang sah dan mengawal semua kebijakan-kebijakannya dan menjadi mitra TNI/Polri serta menjadi sayap dari parlemen yang terpilih namun harus pro rakyat.
"Dari awal sejak saya pulang dari Australia saya sudah bawa AAA. Kalau kita sudah berdamai jangan ada hal yang dipersoalkan dan membuat kita jadi konflik. Bisa ada perubahan dengan damai ini," ujar Tgk. Syekhy.
Kalau dulu, lanjut dia, mantan-mantan kombatan berperang karena tidak ada keadilan, kemakmuran dan tidak berjalannya hukum di Aceh maka timbullah konflik. Setelah kita damai persoalan-persoalan tersebut sudah bisa diselesaikan dengan baik tapi lebih parah sebelum konflik.
"Ada apa ini, siapa yang menciptakan konflik? Perlu diskusi bersama dengan pakar dan semoga ada solusinya," harapnya.
Dijelaskannya, FGMA akan mengambil peran ini dan akan mensosialisasikan tentang perdamaian yang sesungguhnya. Saya juga mengucapkan selamat kepada teman-teman mantan kombatan yang telah bergabung dalam FGMA dan kita akan mendeklarasikan FGMA untuk mengawal perdamaian Aceh.
"Atas nama FGMA, kami akan bergerak bersama pemerintah, rakyat dan semua elemen masyarakat lainnya. Kita akan jadi pengawal dan penjaga perdamaian yang hakiki di Aceh," terang Syekhy.[*]