-->




Imbas Pertemuan di Istana, PSI Justru Menggerus Elektabilitas Jokowi

06 Maret, 2018, 07.52 WIB Last Updated 2018-03-06T00:52:30Z
JAKARTA - Publik dibuat tersenyum dengan 'manuver lucu' Partai Solidaritas Indonesia yang berdialog hampir 2 jam melakukan komunikasi politik dengan Jokowi. Bahkan, PSI terlalu jauh bicara strategi pemenangan politik untuk Pilpres 2019.

Semua mitra koalisi Jokowi memang saling bermanuver mencari celah mendekat pada Jokowi. Semua ingin menunjukan posisi paling memberi saham politik terbesar, dalam pencapresan Jokowi.

Perburuan saham politik ini bukanlah tanpa kompensasi. Soal yang akan selalu menjadi perdebatan sengit diantara koalisi mitra adalah posisi strategis di lingkaran kekuasaan. Ini soal pembagian deviden kekuasaan.

RI 2, telah menjadi bahasan paling pelik dalam kemitraan koalisi. Beberapa partai telah 'unjuk gigi' menawarkan kadernya sebagai cawapres. Bahkan, pengajuan proposal cawapres selain murni permohonan juga ada yang disisipi 'ancaman'.

PKB misalnya, akan mempertimbangkan mencapreskan Cak imin jika Jokowi tidak komitmen menjadikannya cawapres. Bahkan, PKB berencana membentuk poros baru bersama PAN dan PKS untuk mengimbangi koalisi Jokowi.

Dalam konteks itulah, rupanya PSI juga berusaha melakukan akselerasi (baca: nyodok) untuk menawarkan saham politik kepada Jokowi. Sayangnya, karena PSI digawangi anak muda ternyata pengalaman politiknya juga masih hijau.

PSI hanya membaca kehadirannya ke istana, untuk membicarakan pencapresan Jokowi di 2019, hanya dipahami dari satu persepsi, yakni keseriusan PSI untuk mem- back up penuh Jokowi dalam pencapresan sejak jauh hari.

PSI tidak mampu mengindera, posisi lokasi pertemuan adalah fasilitas negara (istana), dan pada saat jam kerja pejabat negara. Pertemuan PSI dan Jokowi adalah pertemuan politik, bukan pertemuan penyelenggaraan ketatanegaraan, sehingga pertemuan ini dipandang 'cacat moral dan cacat hukum'.

Keluguan PSI ini segera dimanfaatkan lawan politik, untuk menyerang balik PSI. Serangan pada PSI hakekatnya serangan terhadap Jokowi, karena pertemuan itu diadakan untuk kepentingan Jokowi.

Bahkan, imbasnya Jokowi juga diserang secara langsung baik melalui lembaga Bawaslu bahkan ada yang mencoba menjadikannya sebagai proposal impeachment kepada MPR.

Pada posisi ini, mitra koalisi Jokowi khususnya PDIP tentu akan komplain (baca: marah) pada manuver PSI. Satu sisi, manuver ini mengancam posisi kue kekuasan (jatah menteri).

Sisi yang lain, manuver PSI ini justru mengkhawatirkan posisi Jokowi. Jika isu "penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik" ini terus digoreng lawan, pastilah elektabilitas Jokowi yang kian terpuruk bisa langsung nyungsep.

PSI akan dianggap "biang kerok" saja, bukan membantu pencapresan justru menjadi beban pencapresan Jokowi.

PSI menjadi beban politik Jokowi atas isu 'sidang istimewa' meskipun isu ini bisa diredam dewan, karena mayoritas partai adalah mitra koalisi Jokowi. Tapi imbasnya, bisa menggerus elektabilitas Jokowi.

Sampai pada batas ini, publik bisa menilai bahwa PSI masih terlalu hijau untuk memahami dunia politik. Tentu, ada kekhawatiran besar ditengah masyarakat, jika mereka memberikan amanah pada anak muda yang masih hijau.

Sampai posisi ini pula, Golkar bisa mengkapitalisasi posisi dalam kemitraan koalisi, untuk segera mengambil alih kendali kemitraan koalisi, agar mitra koalisi Jokowi tidak banyak melakukan blunder politik.

Meskipun demikian, publik tidak bisa semata menilai PSI masih hijau dalam berpolitik. Tingkat keawaman PSI sebenarnya bisa terhindar, jika PSI berdiskusi tentang Pilpres dengan sosok yang juga matang dalam politik.

Karena politik PSI hijau, sebagaimana mitra yang diajak diskusi yang juga masih hijau, Jadilah pertemuan yang sedianya diakadkan untuk meningkatkan elektabilitas Jokowi justru menjadi blunder politik. Anda memiliki pendapat lain ? [MO]
Komentar

Tampilkan

Terkini