DALAM upaya menaklukkan Jepang, pasukan Amerika Serikat (AS) membombardir Ibu Kota Tokyo dengan serangan udara selama 48 jam. Ribuan bom dengan total berat mencapai 2.000 ton, menghujani Tokyo hingga wilayah tersebut berubah menjadi api neraka.
Pada 9 Maret 1945 pagi, kru Angkatan Udara AS bertemu di Pulau Tinian dan Saipan untuk pengarahan rutin. Mereka merencanakan serangan bom level rendah di Tokyo yang akan dimulai pada sore hari waktu setempat.
Tetapi, mereka mempunyai rencana untuk menyamarkan serangan itu. Seluruh pesawat yang digunakan akan dicabut bagian persenjataannya, kecuali di ekor. Dengan demikian, berat pesawat berkurang drastis sehingga dapat meningkatkan kecepatan serta kapasitas muat bom sebanyak 65%.
Kecepatan sangat penting dalam serangan tersebut. Para kru diingatkan agar langsung mengarahkan pesawat ke perairan jika ditembak jatuh. Dengan demikian, mereka bisa segera dijemput oleh pasukan AS alih-alih warga sipil Jepang yang akan memperlakukan mereka dengan buruk.
“Anda akan mengirimkan kembang api terbesar yang pernah dilihat oleh masyarakat Jepang,” tutur Jenderal AS, Curtis LeMay, dinukil dari History, Jumat (09/03/2018).
Beberapa jam sebelum pertemuan, pasukan AS sepakat untuk mengebom wilayah Shitamachi di pinggiran Tokyo. Pengeboman itu dilancarkan guna memberi tahu Jepang bencana apa yang akan mereka hadapi sekaligus menghancurkan pabrik-pabrik yang memproduksi bahan baku perang.
Sekira pukul 17.34 waktu setempat, sebanyak 334 pesawat bomber Superfortrees B-29 lepas landas dari Saipan dan Tinian. Mereka tiba di lokasi pada 10 Maret 1945 pukul 00.15 waktu setempat. Dari ketinggian 500 kaki, ratusan pesawat itu serentak menjatuhkan bom di Shitamachi yang akan menyebar ke seluruh Tokyo.
Situasi itu sangat mengerikan. Bau anyir darah dan tubuh manusia yang hangus terbakar membuat para pilot pesawat bomber tidak tahan. Mereka harus memakai masker oksigen agar tidak muntah karena bau tersebut. Pengeboman berlangsung selama 48 jam.
“Air Sungai Sumida berubah menjadi hitam. Tidak terhitung mayat yang mengambang, baik itu yang masih berpakaian, telanjang, semua menghitam seperti halnya batu bara. Tidak bisa dipercaya,” ujar seorang dokter yang melihat insiden tersebut.
Area sekira 41 kilometer persegi luluh lantak dihantam bom. Sebanyak 80-130 ribu warga sipil Jepang diduga tewas dalam serangan tersebut. Di pihak tentara AS, sekira 243 orang pilot tewas, yang dianggap sebagai sebuah kehilangan yang wajar.[Okezone]