-->








Aspirasi Mahasiswa FKep Unsyiah Sebut Rekomendasi Ciderai Demokrasi

09 November, 2018, 16.29 WIB Last Updated 2018-11-09T23:39:41Z
BANDA ACEH - "Beri aku 1000 orang tua niscaya kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya ku goncang dunia" demikian petuah Ir. Soekarno, Sang Proklamator sejati.

Menyadur petikan Bung Karno itu, menegaskan pemuda adalah tonggak perubahan bangsa. Maka mahasiswa merupakan kunci peradaban negara. Aspirasi idealis, logis dan  akademisnya berperan penting sebagai pembangkit semangat membara. Ibarat makanan, ia adalah penyedap rasanya.

Anggota MPM Fakultas Keperawatan Unsyiah dalam hal ini dengan cerdas berinisiatif turun untuk menampung kembali aspirasi mahasiswa FKep terkait kegiatan terkini yakni lembaga organisasi mahasiswa Unsyiah yaitu PEMIRA.

Siapa sih yang tidak kenal dengan PEMIRA? Pesta demokrasi terbesar untuk mahasiswa Unsyiah. Tentu harus dijaga pelaksanaannya dari mulai pembentukan, pelaksanaan hingga pengesahannya. Pun termasuk dalam pelaksanaan sidang umum yang juga menjadi dasarnya, agar tetap berjalan sesuai asas demokrasi yaitu LUBERJURDIL.

Kemudian, hal-hal yang merusak arti demokrasi pun harus dihindari sejak dini, seperti adanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Juga termasuk demokrasi oligarki yang merujuk kepada suatu tatanan demokrasi dimana persaingan politik didominasi oleh koalisi kepentingan yang predatoris serta mendorong peminggiran kekuatan masyarakat sipil dan mengesampingkan hak-hak masyarakat, baik secara pendapat, pemikiran dan sebagainya.

Universitas merupakan bentuk tatanan kecil pembelajaran organisasi yang kompleks dalam suatu negara, dimana organisasi didalamnya sudah diatur sedemikian sehingga mirip seperti pemerintahan negara, seperti adanya MPM, DPM, BEM Universitas  yang apabila disangkut pautkan dengan pembelajaran politik bernegara, berperan dalam struktur pemerintahan pusat. Sedangkan DPM, BEM Fakultas dan Himpunan Jurusan berperan dalam struktur pemerintahan daerah.

Tentu hal-hal yang menciderai demokrasi harus dihindari sejak lini terkecil ini. Dalam perubahan pasal 15 pada Sidang Umum MPM (20/10/2018) lalu, perihal syarat pencalonan Presiden Mahasiswa Unsyiah yang harus mendapatkan rekomendasi dari Ketua BEM-Fakultasnya tersebut menimbulkan pro kontra dalam anggota MPM itu sendiri. Karena dianggap menciderai dan membatasi hak-hak mahasiswa. 

Seperti diungkapkan oleh Adzimi Loveta, 2016, yang mengatakan demokrasi itu adalah ciri pemerintahan negara kita, dimana seluruh rakyat bisa mengambil perannya dan bisa memberikan suara kepada pemerintahan atau kepada orang-orang diatas yang berkuasa. "Yang nantinya suara tersebut bisa menjadi sebuah keputusan," ucap dia.

Sementara Lisa Auliani, 2017, juga menyampaikan bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. 
"Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum," terang Lisa.

Sedangkan menurut Miza Azliani, 2015, dirinya kurang setuju, karena setiap orang punya hak untuk ikut serta dalam mencalonkan diri sebagai Ketua BEM selama sesuai dengan kriteria dan syarat yang telah ditetapkan sebelumnya. "Jadi rasanya kurang pantas jika harus ada rekomendasi lagi dari BEM Fakultas," sebutnya.

Lain halnya Farah Diba, 2015, menurutnya ada sisi bagusnya pada keputusan tahun ini, tapi ada hal-hal yg perlu diperhatikan. Karena ditakutkan yang punya 'backing-an' Ketua BEM Fakultas lebih mudah nantinya untuk naik jadi Ketua BEM Universitas dan juga untuk menghindari sogokan.

"Alangkah baiknya jika sistem yang dulu saja yang diberlakukan kembali. Hanya tinggal ditingkatkan kinerja dari KPR saja untuk memperketat penyeleksian sehingga terpilih calon-calon yang berkualitas," ujarnya.

Sementara Mahasiswa FKep sendiri khawatir terhadap pelaksanaan dari sistem baru yaitu syarat rekomendasi ini. Karena menurut logika dan pandangannya akan banyak hal negatif yang dapat terjadi.

"Menurut saya, kekurangan sistem baru ini dapat meningkatkan adanya nepotisme, jadi mungkin sebaiknya diganti dengan rekomendasi dari wakil dekan III dari fakultas saja. Karena WD III biasanya lebih tau mana yang aktif organisasi, mana yang tidak," kata HR, 2015.

Ada juga Widy Novita Sari, 2015, yang mengutarakan perlu adanya transparansi, kejujuran dan standarisasi yang jelas dari BEM-Fakultas untuk siapa saja orang-orang yang bisa mendapatkan rekomendasi tersebut. Sehingga dapat dipertanggungjawabkan tentang nama yang keluar sebagai calon ketua BEM dari fakultas itu sendiri.

"Harapan saya untuk PEMIRA tahun ini semoga bisa berjalan dengan lancar dan minimalkan kericuhan sana sini antara mahasiswa. Buatlah peraturan yang bijaksana agar mengurangi dampak negatif bagi masing-masing pemilih calon agar dapat bersaing secara sehat," ungkapnya.

Begitupun pernyataan dari Yulia, 2016 tentang harapannya terkait PEMIRA 2018. Tetaplah menjunjung tinggi demokrasi, pemimpin itu dari rakyat, dipilih oleh rakyat dan bekerja untuk rakyat.

"Hindari praktik nepotisme yang akan merugikan banyak orang. Saya harap, PEMIRA tahun ini dapat berjalan sebagaimana mestinya yang diharapkan oleh semua pihak. Sebab yang merasakan dan menikmati pesta demokrasi ini adalah kita semua secara keseluruhan, bukan hanya individu atau golongan," tegas dia.[Nabila/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini