-->








Di Rutan Gunung Sindur, Napi Asal Aceh Timur Diperlakukan Tidak Manusiawi!

01 November, 2018, 22.57 WIB Last Updated 2018-11-01T16:00:07Z
ACEH TIMUR - "Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun dia tersesat tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia".

Itulah salah satu dari 10 prinsip pemasyarakatan yang dicetuskan oleh Dr. Saharjo, SH, dalam pelaksanaan pembinaan bagi narapidana. Namun prinsip pemasyarakatan ini tidak pernah dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IIB Gunung Sindur, Jawa Barat, bahkan tidak manusiawi.

Hal ini seperti dikisahkan oleh Zuraida, warga Idi Aceh Timur yang juga istri Tabrani, seorang napi yang menghuni Rutan Gunung Sindur.

Kepada sejumlah media, Zuraida menceritakan jika dirinya bersama anaknya juga ditemani istri napi lainnya dari Aceh datang ke Rutan Gunung Sindur untuk membezuk suaminya Tabrani, terpidana 8 tahun penjara dalam kasus narkoba.

Kedatangannya untuk pertama sekali membezuk suaminya ini dilakukan disebabkan anaknya yang paling kecil kerap jatuh sakit memanggil nama ayahnya. Sesampainya di Rutan Gunung Sindur, dirinya bersama anaknya melapor pada petugas piket dan meminta untuk dapat menemui sang suaminya.

Setelah melalui sejumlah pemeriksaan yang ketat, dirinya dipersilahkan menuju ke sebuah ruangan kaca. Alangkah terkejutnya melihat suaminya telah berada disana dengan dibatasi kaca yang tebal.

"Saya dan anak saya menangis. Minta sama petugas agar bisa diberikan ketemu langsung. Anak saya ingin memeluk ayahnya namun tidak diberikan. Cuma bisa bicara dari telepon saja," ungkap Zuraida berlinang air mata.

Zuraida mengatakan kondisi suaminya selama 6 bulan berada di Rutan Gunung Sindur saat dia temui sangat memprihatinkan dan diperlakukan tidak manusiawi.

"Sudah 6 bulan suami saya ditahan disana. Dikurung 24 jam selama 6 bulan, tidak pernah lihat matahari. Makanan apapun tidak diperbolehkan kami titip untuknya, apalagi kalau saya dengar cerita suami, rasanya sakit kali hati saya," ujarnya.

Seperti yang diceritakan oleh suaminya Tabrani, selama menghuni Rutan Gunung Sindur dirinya ditempatkan di satu sel seorang diri. Selama 6 bulan Tabrani tidak pernah mendapatkan kesempatan berdiri ataupun menikmati sinar matahari.

"Sudah 6 bulan dikurung terus, siang atau malam dia tidak tahu. Cuma waktu dikasih nasi saja dia bisa lihat orang, itupun cuma tangan saja yang masukkan nasi dari lubang pintu," kata Zuraida menirukan cerita suaminya.

Ironisnya, kata Zuraida, suaminya menceritakan jika saat pertama sekali dibezuk, kedua mata suaminya ditutup oleh petugas saat dibawa ke ruang bezuk. Demikian juga saat kembali ke ruang sel.

"Saat suami saya dibezuk tempo hari oleh keluarga lainnya, kata suami saya matanya ditutup kayak orang mau dieksekusi. Sampai ke ruang bezuk dibuka, waktu kembali ke sel ditutup lagi," tutur Zuraida.

Zuraida sangat kecewa dengan perlakuan yang diterima oleh suaminya di Rutan Gunung Sindur. Begitu jauh kedatangannya bersama anaknya dari Aceh ke Rutan Gunung Sindur namun tidak diperbolehkan bertemu langsung.

"Saya kecewa dan sedih sekali. Jauh-jauh dari Aceh saya datang sampai jual harta benda karena anak saya sakit terus panggil nama ayahnya, sampai disini mau meluk ayahnya saja tidak bisa. Benar-benar tidak ada rasa kemanusiaan di Rutan Gunung Sindur," ungkap Zuraida.

Seperti diketahui, Napi Tabrani sebelumnya merupakan napi Lapas klas I Medan. 2 tahun menjalani masa pidana di Lapas Medan, namun secara tiba-tiba Napi Tabrani dipindahkan ke Nusakambangan 8 bulan lalu bersama napi high risk dan hukuman seumur hidup lainnya.

Pemindahan Napi Tabrani sempat menjadi perhatian napi lainnya di Lapas Medan, karena dia bukanlah napi yang tergolong high risk. Demikian juga pihak keluarga sempat mempertanyakan dasar pemindahan Tabrani ke Nusakambangan karena dinilai adanya permainan pergantian orang dalam pemindahan tersebut.

Dua bulan hanya menjalani tahanan di Nusakambangan, Tabrani kembali dipindahkan ke Rutan Gunung Sindur yang dikenal rutan paling ketat dan tidak manusiawi di Indonesia.

Sementara itu, Kepala Rutan Klas II B Gunung Sindur hingga berita ini ditayangkan belum dapat dihubungi.[Az/Red]
Komentar

Tampilkan

Terkini